Teperdaya Amr bin Al-Ash, Abu Musa Berhentikan Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah

Sabtu, 06 Februari 2021 - 20:08 WIB
loading...
A A A
Karena sangat kecewa dan menyesal, mereka lalu berteriak kepada semua orang di mana saja: "Tiada hukum selain hukum Allah! Hukum di tangan Allah dan bukan di tanganmu, hai Ali! Kami tidak rela ada orang-orang yang akan menetapkan hukum terhadap agama Allah! Hukum Allah bagi Muawiyah dan pengikut-pengikutnya sudah jelas, yaitu mereka harus kita perangi atau harus kita tundukkan kepada pemerintahan kita! Kita telah terperosok dan tergelincir pada saat kita menyetujui tahkim!"

"Sekarang kita telah bertaubat dan tidak mau lagi mengakui perjanjian itu! Dan engkau, hai Ali, tinggalkanlah perjanjian itu dan bertaubatlah kepada Allah seperti yang sudah kita lakukan. Kalau tidak, kita tidak turut bertanggung jawab!"

Ali bin Abu Thalib r.a. bukanlah orang yang biasa menciderai perjanjian, walau perjanjian itu akan mengakibatkan dirinya harus menanggung resiko kezaliman orang lain.

Kepada orang-orang yang menuntut supaya ia menciderai perjanjian dan segera bertaubat, ia menjawab: "Celakalah kalian! Apakah setelah kita sendiri mau menyetujui perjanjian itu lantas sekarang harus berbuat cidera?"

"Bukankah Allah telah memerintahkan supaya kita menjaga baik-baik dan memenuhi perjanjian? Bukankah Allah telah berfirman (yang artinya): 'Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" (S. An Nahl: 91)".

Beberapa hari setelah peperangan berhenti, dalam salah satu khutbahnya Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Perintahku masih kalian ikuti terus seperti yang kuinginkan sampai saat kalian dilanda perpecahan pikiran. Demi Allah, kalian tahu bahwa peperangan itu sama sekali tidak menghilangkan kekhalifahanku. Itu masih tetap ada. Bahkan peperangan itu sebenarnya lebih memporak-porandakan musuh kalian."

"Di tengah-tengah kalian, kemarin aku masih memerintah, tetapi hari ini aku sudah menjadi orang yang diperintah. Kemarin aku masih menjadi orang yang bisa melarang, tetapi hari ini aku menjadi orang yang dilarang. Kalian ternyata sudah menjadi orang-orang yang lebih menyukai hidup, dan aku tidak dapat lagi mengajak kalian kepada apa yang tidak kalian sukai…"

Penyimpangan Abu Musa
Beberapa bulan kemudian, bertemulah dua orang perunding di sebuah tempat yang letaknya tidak jauh dari Shiffin. Amr bin Al Ash mewakili Muawiyah, dan Abu Musa Al Asy'ariy mewakili Ali bin Abu Thalib r.a.

Dalam perundingan itu Amr dengan gigih bertahan membela Muawiyah, sedangkan Abu Musa berpendirian "asal damai" dan "asal selamat". Dengan berbagai siasat dan muslihat, akhirnya Amr berhasil menyeret Abu Musa kepada suatu konsepsi yang meniadakan kekhalifahan Ali bin Abu Thalib r.a.

Berdasarkan prinsip "asal damai" dan "asal selamat", Abu Musa mengusulkan supaya pihak Amr bersedia menerima Abdullah bin Umar Ibnul Khattab sebagai calon Khalifah yang akan menggantikan Ali bin Abu Thalib.

Usul Abu Musa itu dijawab oleh Amr: "mengapa anda tidak mengusulkan anak lelakiku yang bernama Abdullah? Anda kan tahu sendiri anakku itu seorang yang shaleh!"

Pembicaraan berlangsung terus. Setelah lama berunding akhirnya dua orang itu sepakat untuk memberhentikan Ali bin Abu Thalib r.a. sebagai Khalifah dan memberhentikan Muawiyah sebagai pemimpin di Syam dan menyerahkan kepada ummat Islam untuk memilih Khalifah lain yang disukainya.

Begitu licinnya Amr mengelabui Abu Musa, sampai Abu Musa sendiri merasa adil dalam melaksanakan tugas sebagai wakil Ali bin Abu Thalib r.a. Selain itu Abu Musa sedikit pun tidak mempunyai kecurigaan bahwa Amr akan menyimpang dari kesepakatan.

Selesai berunding, Amr dan Abu Musa sepakat akan mengumumkan hasil perundingan itu di depan khalayak ramai. Untuk merealisasinya, oleh Amr diminta kepada Abu Musa supaya lebih dulu mengumumkan pemberhentian Ali bin Abu Thalib, kemudian barulah Amr akan mengumumkan pemberhentian Muawiyah. Seperti orang terkena sihir Abu Musa mengiakan saja apa yang diminta oleh Amr, kendatipun ia telah diperingatkan oleh Ibnu Abbas agar jangan bicara lebih dulu.

Di depan orang banyak Abu Musa mengumumkan, bahwa dua orang perunding telah bersepakat untuk memberhentikan Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah, demi kerukunan dan perdamaian di antara kaum muslimin.

Setelah memberi penjelasan sedikit, dengan lantang Abu Musa berkata: "Sekarang aku menyatakan pemberhentian Ali sebagai Khalifah!" Selesai Abu Musa, tampillah Amr bin Al Ash. Ia tidak berbicara seperti Abu Musa. Ia tidak mengumumkan bahwa dua orang perunding telah sepakat memberhentikan Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah.

Amr hanya mengatakan: "Abu Musa tadi telah menyatakan dengan resmi pemberhentian Ali bin Abi Thalib dari kedudukannya sebagai Khalifah. Mulai saat ini ia tidak lagi menjadi Khalifah! Sekarang aku mengumumkan bahwa aku mengukuhkan kedudukan Muawiyah sebagai Khalifah, pemimpin kaum muslimin!"

Mendengar kata-kata Amr, Abu Musa sangat marah. Ia tak mungkin lagi menjilat ludah yang suda jatuh. Abu Musa pergi meninggalkan tempat perundingan. Sejak itu namanya tidak pernah disebut-sebut lagi dalam sejarah.

Beberapa waktu sebelum Abu Musa menghilang, ia masih menerima sepucuk surat dari Abdullah bin Umar Ibnul Khattab, sebagai reaksi terhadap usul pencalonannya, yang diucapkan Abu Musa dalam perundingan.

Reaksi Abdullah bin Umar
Surat Abdullah tersebut sebagai berikut: "Hai Abu Musa, engkau membawa-bawa diriku ke dalam persoalan yang engkau sendiri tidak mengetahui bagaimana pikiranku mengenai hal itu."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2889 seconds (0.1#10.140)