Kalah Perang dan Disuruh Kembali ke Madinah, Siti Aisyah Menangis Histeris

Minggu, 31 Januari 2021 - 18:33 WIB
loading...
Kalah Perang dan Disuruh Kembali ke Madinah, Siti Aisyah Menangis Histeris
Ilustrasi/Ist
A A A
"Ambillah saudara perempuanmu!" perintah Khalifah Ali bin Abu Thalib ra kepada Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq setelah saudaranya, Sitti Aisyah ra, dapat diaklukkan dalam perang yang heroik.



Buku " Sejarah Hidup Imam Ali ra " karya H.M.H. Al Hamid Al Husai memaparkan Sitti Aisyah kemudian dibawa oleh Muhammad bin Abu Bakar dan dimasukkan ke dalam sebuah rumah milik Abdullah bin Khalaf Al Khuza'iy.

Selanjutnya Ali bin Abu Thalib memerintahkan Abdullah bin Abbas supaya menemui Sitti Aisyah dan memintanya agar bersedia pulang ke Madinah .

Mengenai hal ini Abdullah bin Abbas menceritakan pengalamannya sebagai berikut: Aku datang menemui Sitti Aisyah. Aku tidak diberi sesuatu untuk duduk. Kuambil saja sebuah bantal yang dibawa olehnya selama perjalanan, lalu duduk di atasnya.

Kepadaku ia berkata: "Hai Ibnu Abbas, engkau sudah menyalahi peraturan. Engkau berani duduk di atas bantalku dan dalam rumahku tanpa seizin aku?!"

"Ini bukan rumah bunda," jawabku, "bukan rumah yang oleh Allah bunda diperintahkan supaya tetap tinggal di dalamnya. Jika ini rumah bunda, aku tidak berani duduk di atas bantal bunda tanpa seizin bunda!"

"Melalui aku," kataku meneruskan, "Amirul Mukminin minta supaya bunda berangkat pulang ke Madinah."

Tiba-tiba ia menyahut: "Mana ada Amirul Mukminin?"

"Dulu memang Abu Bakar," jawabku dengan sabar dan hormat, "kemudian Umar lalu Utsman dan sekarang Ali!"

"Tidak, aku tidak mau!" sahut Sitti Aisyah.

"Bunda sekarang bukan lagi orang yang dapat memerintah atau melarang," kataku terpaksa menegaskan, "Tidak bisa mengambil dan tidak bisa memberi."

Sitti Aisyah kemudian menangis, sampai suaranya kedengaran dari luar rumah. Lalu ia berkata: "Aku akan segera pulang ke tempat kediamanku, insyaa Allah Ta'aalaa. Demi Allah, tidak ada suatu negeri yang kubenci seperti negeri di mana kalian berada sekarang ini."

"Mengapa begitu?" tanyaku. "Demi Allah, kami tetap memandang bunda sebagai Ummul Mukminin. Kami tetap memandang ayahnya bunda, Abu Bakar, sebagai seorang shiddiq."

Sehabis pertemuan dengan Ummul mukminin aku segera menghadap Amirul Mukminin. Kepadanya kulaporkan semua yang kukatakan kepada Sitti Aisyah dan apa yang dikatakannya kepadaku.

Mendengar laporanku itu, Amirul Mukminin merasa lega. Menanggapi laporanku ia berucap: "Waktu aku menyuruhmu sudah kuduga ia akan memberi jawaban jawaban seperti itu."

Ekstrim
Sudah lazim terjadi, tiap kelompok masyarakat atau pasukan, seusai menghadapi peperangan muncul anasir-anasir ekstrim. Demikian juga pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. Ada yang menuntut agar semua orang yang terlibat dalam pasukan lawan yang sudah kalah itu dijadikan tawanan, diperlakukan sebagai budak dan dibagi-bagikan.

Menjawab tuntutan ekstrim itu dengan tegas Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan: "Tidak!"

"Mengapa anda melarang kami?" tanya pihak ekstrim itu, "untuk menjadikan mereka sebagai hamba-hamba sahaya, padahal anda dalam peperangan menghalalkan darah mereka?!"

"Bagaimana kalian boleh berbuat seperti itu," ujar Ali bin Abu Thalib r.a. menjelaskan. "Mereka itu dalam keadaan tidak berdaya, lagi pula mereka itu berada di dalam daerah hijrah dan daerah Islam. Bukankah mereka itu juga kaum muslimin seperti kalian? Adapun tentang apa saja yang dipergunakan pasukan musuh untuk melawan kalian, boleh kalian rampas sebagai barang ghanimah. Tetapi semua yang berada di dalam rumah penduduk Bahsrah, apalagi yang pintunya tertutup rapat, semua itu adalah milik mereka sendiri. Kalian tidak mempunyai hak apa pun atas kesemuanya itu!"

Anasir-anasir ekstrim tidak puas dengan penjelasan itu. Mereka tetap bersitegang leher dalam mendesakkan tuntutannya. Malahan berani mengucapkan kata-kata yang bernada menggertak.

Tetapi Ali bin Abu Thalib r.a. tidak mau tunduk kepada hukum yang batil. Dengan muka merah padam dan mata membelalak, Ali bin Abu Thalib r.a. menjawab dengan tantangan: "Coba, siapa dari kalian yang berani merampas Sitti Aisyah…? Coba, siapa yang berani merampas dia dan berani menjadikannya hamba sahaya?! Ayoh, jawab… Dia akan kuserahkan!"

Mendengar tantangan Ali bin Abu Thalib r.a. yang sekeras itu mereka mundur sambil minta maaf dan beristighfar kepada Allah Ta'ala. (Bersambung)

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3152 seconds (0.1#10.140)