Pandangan Islam Terhadap Tradisi Tahlilan dan Yasinan, Bolehkah?

Minggu, 07 Februari 2021 - 17:46 WIB
loading...
Pandangan Islam Terhadap Tradisi Tahlilan dan Yasinan, Bolehkah?
Tahlilan dan Yasinan adalah salah satu tradisi yang sering digelar kalangan muslim di Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
Di berbagai daerah di Indonesia, kalangan muslim sering menggelar Tahlilan, Yasinan, ulang tahun, haul atau selamatan dan ritual lainnya. Kegiatan ini pun menjadi tradisi bagi sebagian besar masyarakat muslim di Tanah Air. Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini?



Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, Dai lulusan Sastra Arab,para ulama fiqh mengatakan bahwa dalam Ushul Fiqih, ada istilah Al-'Urf (tradisi), yaitu kebiasaan yang terjadi di sebuah daerah. Al-'Urf ini terbagi 2 macam yaitu:

1. Al-'Urf Ash-Shahih, tradisi yang baik lagi benar.
Yaitu tradisi yang tidak berasal dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, tetapi isinya tidak bertentangan dengan Islam baik umum dan khususnya. Maka, tradisi ini tidak terlarang. Bahkan tradisi jenis ini adalah setara dengan dalil, seperti yang dikatakan para ulama Syafi'iyah (Mazhab Syafi'i) dan Hanafiyah (Mazhab Hanafi):

الثابت بالعرف كالثابت بالنص

"Ketetapan hukum karena tradisi itu sama seperti ketetapan hukum dengan nash/dalil." (Syekh Muhammad 'Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa'id Al Fiqhiyah, No. 101)

Syekh Abu Zuhrah rahimahullah mengatakan, bahwa para ulama yang menetapkan 'Urf sebagai dalil, itu mensyaratkan sekiranya jika tidak ditemukan dalil dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan itu pun tidak bertentangan dengannya. Tapi, jika bertentangan maka 'Urf tersebut mardud (tertolak), seperti minum khamr dan makan riba. (Ushul Fiqih, Hal. 418)

Ada pun tradisi yang masih debatable fiqihnya, baik Yasinan, Tahlilan, Ushalli, Nawaitu, dan semisal itu, maka itu bukan zona "kemungkaran". Kemungkaran hanyalah pada perkara yang disepakati munkar dan haramnya.

Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah memberikan nasihat:

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه

"Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya." (Imam Abu Nu'aim Al Asbahany, Hilaytul Auliya, 3/133)

Imam Ibnu Daqiq al 'Id rahimahullah juga menasihati kita:

والعلماء إنما ينكرون ما أجمع عليه أما المختلف فيه فلا إنكار فيه لأن على أحد المذهبين: أن كل مجتهد مصيب وهو المختار عند كثير من المحققين. وعلى المذهب الآخر: أن المصيب واحد والمخطئ غير متعين لنا والإثم موضوع عنه لكن على جهة النصيحة للخروج من الخلاف فهو حسن مندوب إلى فعله برفق

"Para ulama hanyalah mengingkari apa-apa yang telah ijma' (kemungkarannya). Sedangkan perkara yang masih diperselisihkan tidak boleh ada pengingkaran dalam hal itu. Sebab, bagi seseorang ada dua madzhab yang berlaku:

Pertama, seluruh Mujtahid itu benar. Inilah yang dipilih oleh banyak muhaqqiq (peneliti). Kedua, yang benar hanya satu yang lainnya salah, namun tidak tentu yang mana, dan dosa tidak berlaku. Tapi dia dinasihati agar keluar dari perselisihan. Ini adalah hal yang bagus dan diajurkan melakukannya dengan lembut. (Imam Ibnu Daqiq al 'Id, Syarah al Arbain an Nawawiyah, Hal. 112 - 113)

2. Al 'Urf Al Fasad, tradisi yang rusak.
Yaitu tradisi yang tidak berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah, dan isinya pun bertentangan dengan Islam. Maka ini semua tertolak dan tidak boleh dilestarikan.

Misalnya, kebiasaan lempar sesajen ke laut, atau sesajen lainnya. Tradisi corat-coret seragam pelajar setalah ujian dan tradisi jelek lainnya. Tradisi semacam ini jelas terlarang, dan tidak dibenarkan mengikutinya. Justru dianjurkan menghilangkannya dengan cara yang efektif dan tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.



Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4655 seconds (0.1#10.140)