Meremehkan Masalah Kehalalan Harta

Senin, 08 Februari 2021 - 06:23 WIB
loading...
Meremehkan Masalah Kehalalan Harta
Mencari harta halal dengan cara yang halal merupakan sifat mulia yang telah dicerminkan oleh orang masa silam. Foto ilustrasi/istimewa
A A A
Kisah seorang perempuan saleha yang menasehati suami tercintanya dengan ucapannya, “Wahai suamiku! Bertakwalah engkau kepada Allah saat mencari rezeki untuk kami! Karena sesungguhnya kami mampu menahan lapar dan dahaga, akan tetapi kami tak akan mampu menahan panasnya api neraka.”

Kenapa soal kehalalan harta ini penting? Adakalanya seorang muslim yang rajin beribadah, namun dia memandang remeh dan kurang peduli dengan masalah harta haram. Bisa jadi amal ibadahnya tertolak, doanya tidak diijabah, dan usahanya tidak diberkahi.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Wahai manusia, sesungguhnya Allah ta’ala baik dan Dia tidak akan menerima kecuali yang baik…

Di akhir hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada seorang lelaki yang sedang melakukan safar, rambutnya kusut, kusam, dan berdebu. Dia mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa, “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!… Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia kenyang dengan yang haram, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

Karena itulah, sedekah dari harta yang haram akan tertolak dan tidak diterima.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ ، وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ

“Allah tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudhu (bersuci), dan tidak akan menerima sedekah dengan harta ghulul (khianat).” (HR. Muslim 557)



Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ، وَمَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ مِنْهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

“Jika engkau telah menunaikan zakat hartamu, maka engkau telah melaksanakan kewajiban. Barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia menyedekahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala, bahkan dosa akan menimpanya.” (HR. Ibn Hibban 3367 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Orang yang bertakwa, memiliki sifat taqwa, wara’ (menahan dari yang haram), ‘iffah (menjaga kehormatan). Sehingga dia akan selalu memikirkan kondisinya ketika di akhirat. Dia sadar untuk lebih memilih kenikmatan di akhirat, meskipun harus melepaskan sebagian kenikmatan dunia.

Allah ta’ala berfirman,

قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“Katakanlah! Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.” (QS. an-Nisa’: 7)



Bagaimana Mengenal Harta Haram?

Salah satu diantara upaya menghindari bahaya adalah mengenal tanda bahaya. Termasuk upaya untuk menghindari harta haram ini dan bagaimana cara bertaubat darinya.

Dinukil dari website pengusahamuslim, salah satu definisi harta haram, disebutkan oleh Syaikh Dr. Khalid al-Mushlih,

المكاسب المحرمة: هي الأموال التي تحصلتْ أو اجتمعت من طريق ممنوع شرعًا

“Harta haram adalah semua harta yang didapatkan atau dikumpulkan dengan cara yang melanggar syariat.” (at-Taubah minal Makasib al-Muharramah, Paper untuk Jurnal Kementrian Keadilan, Arab Saudi)

Urgensi memahami harta haram ini, agar hidup ini tidak ada yang sia-sia, karena semua akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.



Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana dia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

Apa yang kita miliki akan dihisab oleh Allah, dari mana didapatkan dan untuk apa digunakan. Anda tidak boleh merasa aman -yang penting rizki di tangan saya halal- tapi anda juga harus memikirkan bagaimana cara penggunaannya yang benar.



Terlebih di akhir zaman ketika manusia semakin rakus dengan harta. Di beberapa kota, materialis menjadi karakter yang ada pada setiap orang. Manusia lebih mengejar fasilitas dunia sekalipun belum waktunya untuk memilikinya, sehingga harus nekat utang riba.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Sungguh akan datang satu zaman di tengah manusia, seseorang tidak lagi peduli dengan harta yang dia ambil, apakah dari harta halal ataukah dari harta haram.” (HR. Ahmad 9870 & Bukhari 2083)

Mengenal keburukan tentu bukan untuk diamalkan, namun agar kita bisa lebih mudah menghindarinya. Orang bisa saja terjebak dalam keburukan ketika dia tidak mengenalnya.



Pepatah arab mengatakan,

عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه ، ومن لا يعرف الشر من الخير يقع فيه

Saya mengenali keburukan bukan untuk diamalkan, tapi untuk menghindarinya. Siapa yang tidak mengetahui keburukan, diantara kebaikan, maka dia akan terjerumus ke dalamnya.

Perjuangan Mencari yang Halal

Bekerja mencari yang halal, merupakan hal yang terpuji dalam Islam. Allah memerintahkan manusia agar bekerja dan berusaha untuk mencari yang halal. Allah berfirman,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. al-Mulk:15)



Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memuji harta yang baik karena diperoleh dengan cara halal. Beliau berkata kepada Amr bin al-Ash, “Wahai Amr, sebaik-baik harta adalah harta yang shalih yang dimiliki laki-laki yang shalih.” (HR. Ahmad 17763, Ibnu Hibban 3210 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memuji orang yang mendapatkan harta dari jerih payahnya. Beliau bersabda,

مَا أكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطُّ خَيْراً مِنْ أنْ يَأكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِه ، وَإنَّ نَبيَّ الله دَاوُدَ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَأكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari memakan hasil jerih payahnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. al-Bukhari)

Demikian juga disebutkan dalam hadis dari Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِىَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Ahmad 1407 & Bukhari)



Mencari harta halal dengan cara yang halal merupakan sifat mulia yang telah dicerminkan oleh orang masa silam. Mereka, para ulama di masa silam, juga saling mengingatkan untuk berhati-hati dalam masalah makanan, minuman, dan mata pencaharian.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3842 seconds (0.1#10.140)