Pernyataan Pilu Ali bin Abu Thalib Setelah Pengikutnya Tinggal 50 Orang

Rabu, 10 Februari 2021 - 15:50 WIB
loading...
Pernyataan Pilu Ali bin Abu Thalib Setelah Pengikutnya Tinggal 50 Orang
Ilustrasi Ali Bin Abi Thalib/Ist/mhy
A A A
SEMENTARA Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. menanggulangi pemberontakan Khawarij di Nehrawan, Muawiyah meningkatkan terus kekuatannya, mengkonsolidasi barisan serta mengokohkan kedudukannya. Mereka memperoleh waktu yang sangat cukup untuk mempersiapkan peperangan lebih lama lagi, berkat politik "tahkim" yang disusun oleh arsiteknya, Amr bin Al Ash .



Sebaliknya, dengan muslihat "tahkim" itu, kekuatan Ali bin Abu Thalib r.a. menjadi berkurang. Ia ditinggalkan, bahkan dilawan oleh pengikut-pengikutnya sendiri, yang sudah memisahkan diri sebagai kaum Khawarij.

Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan, dalam menumpas gerakan Khawarij, Ali bin Abu Thalib r.a. telah kehilangan beberapa anggota pasukan yang cukup merugikan, walaupun berhasil mencapai kemenangan.

Imbangan kekuatan yang sekarang sangat menguntungkan pihak Muawiyah dipahami benar-benar oleh para pengikut Ali bin Abu Thalib r.a. Secara diam-diam banyak di antara mereka yang sudah kejangkitan penyakit putus asa. Belum lagi kita sebutkan besarnya dana yang dihamburkan Muawiyah untuk membeli pengikut sebanyak-banyaknya.



Bagaimana pun juga hal ini besar pengaruhnya di kalangan para pengikut Ali bin Abu Thalib r.a. yang kurang teguh iman dan pendiriannya.

Kepada para pengikut Ali bin Abu Thalib r.a. yang mau menyeberang, Muawiyah mengiming-imingkan hadiah berlipat ganda.

Perlawanan Terhenti
Selesai perang melawan kaum Khawarij dan sebelum meninggalkan Nehrawan untuk berangkat melanjutkan perang melawan Muawiyah, Ali bin Abu Thalib r.a. mengucapkan pidato di depan para pengikutnya.

Antara lain ia berkata: "Cobaan Allah yang kalian hadapi telah berakhir dengan baik. Allah telah memenangkan kalian dengan pertolongan-Nya. Sekarang marilah kita berangkat untuk menghadapi Muawiyah dan para pendukungnya yang durhaka itu. Mereka yang meninggalkan Kitab Allah di belakang punggung dan telah menjual-belikannya dengan harga murah. Alangkah buruknya apa yang telah mereka beli dengan Kitab Allah itu!"

Bagaimana sambutan pengikut Ali bin Abu Thalib r.a. Kali ini Ali bin Abu Thalib r.a. terbentur lagi pada ranjau yang dipasang oleh Al Asy'ats bin Qeis.

Asy'ats ternyata sudah berhasil mempengaruhi banyak anggota pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. supaya meninggalkan barisan, dengan jalan mencari tempat-tempat peristirahatan di daerah-daerah yang berdekatan. Alasan yang digunakan dalam kampanye itu ialah mereka sudah terlampau letih dan sangat perlu beristirahat, untuk memulihkan tenaga lebih dulu, sebelum bergabung dalam pasukan.

Jasa Asy'ats tampaknya tidak kecil bagi Muawiyah. Tidak keliru rasanya kalau ada sementara penulis yang mengatakan, bahwa bukan hanya Abu Musa dan kaum Khawarij saja yang berjasa kepada Muawiyah, tetapi juga Al Asy'ats bin Qeis.

Waktu Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. mengajak anggota pasukannya berangkat memerangi Muawiyah, mereka menjawab sesuai dengan garis yang sudah diletakkan Al Asy'ats:

"Ya Amiral Mukminin, anak panah kami sudah habis, tangan kami sudah terlalu payah, pedang kami banyak yang patah dan tombak kami sudah tumpul! Biarkanlah kami pulang dulu agar kami dapat mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan yang lebih baik. Mungkin Amirul Mukminin akan memberi tambahan senjata kepada kami, agar kami lebih kuat dalam menghadapi musuh!"

Sulit mencari orang yang bertabiat keras seperti Ali bin Abu Thalib r.a. tetapi juga sangat sulit mencari orang yang sabar seperti dia.

Sukar mencari orang yang waspada seperti Ali bin Abu Thalib r.a., tetapi juga sangat sukar mencari orang yang mempercayai sahabat sepenuh hati seperti dia.

Bagaimana harus dibantah, bukankah mereka itu benar-benar baru saja menyelesaikan peperangan? Jadi alasan mereka itu memang masuk di akal!

Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. setuju mereka beristirahat, tetapi tidak pulang ke rumah masing-masing. Mereka harus diistirahatkan bersama di suatu tempat, agar setiap saat dapat dikerahkan bila dipandang perlu.

Mereka kemudian diajak oleh Ali bin Abu Thalib r.a. ke sebuah tempat bernama Nakhilah. Selain menjadi tempat istirahat, Nakhilah juga dijadikan tempat pemusatan pasukan. Kepada semua pasukan diperintahkan supaya jangan sampai ada yang meninggalkan tempat. Semua pasukan harus selalu dalam keadaan siaga untuk melanjutkan peperangan melawan pasukan Syam.

Jika anak isteri tidak seberapa jauh dari Nakhilah, boleh saja menjenguk mereka, tetapi jangan terlalu sering. Masing-masing anggota pasukan diminta supaya selalu siap menantikan saat keberangkatan ke Shiffin.

Apa yang terjadi?

Ternyata hanya beberapa hari saja mereka tinggal bersama Ali bin Abu Thalib r.a. di Nakhilah. Banyak sekali yang tanpa izin menyelinap pergi ke Kufah untuk bersenang-senang dengan anak isteri mereka. Tidak sedikit yang bertebaran ke daerah-daerah sekitar Nakhilah untuk mencari hiburan dan kesenangan.

Ali bin Abu Thalib r.a. ditinggal bersama beberapa orang sahabat terdekat dan sejumlah pengikut. Akhirnya Ali bin Abu Thalib r.a. dan para sahabat terdekat itu terpaksa meninggalkan Nakhilah dalam keadaan kosong.

Sejak saat itu perlawanan terhadap Muawiyah praktis terhenti. Kesetiaan pendukungnya sudah tak dapat diandalkan lagi. Banyak di antara mereka yang mulai terpikat hatinya oleh kepentingan duniawi yang dinikmati oleh kaum muslimin di Syam.

Selain itu banyak juga yang patah semangat dan kejangkitan penyakit putus asa.

Terhentinya perlawanan menumpas pemberontakan Muawiyah bukan disebabkan ketidak mampuan Ali bin Abu Thalib r.a., melainkan karena sikap massa yang dipimpinnya sudah goyah dan tidak mantap, terutama mereka yang berasal dari Kufah.

Tanda-tanda akan terjadinya hal yang harus disayangkan itu, sudah nampak sejak Ali bin Abu Thalib r.a. memasuki kota tersebut. Bahkan beberapa bulan sebelum itu pun di Madinah Ali bin Abu Thalib r.a. sudah menghadapi bermacam-macam kesulitan, yaitu sejak pembai'atannya sebagai Khalifah.



Ajakan ke Medan Juang
Setelah ditinggal oleh banyak pengikutnya dan hanya tingal para sahabat yang setia saja, melalui Hujur bin Addiy, Amr bin Al Humuq dan sejumlah sahabat lainnya, Ali bin Abu Thalib r.a. mengeluarkan sebuah pernyataan tertulis untuk disampaikan kepada kaum muslimin Kufah, terutama bekas pendukungnya.

Dalam pernyataan tertulis itu Ali bin Abu Thalib r.a. membeberkan semua persoalan dan mengungkapkan latar belakang sejarahnya.

"Bahwasanya Allah s.w.t. telah mengutus Muhammad, Rasulullah SAW untuk mengingatkan ummat manusia di seluruh dunia. Beliau menerima wahyu dan mengemban amanat yang diturunkan kepadanya, dan menjadi saksi bagi ummat ini. Hai orang-orang Arab, kalian pada masa itu dalam keadaan tidak mempunyai agama. Satu sama lain saling memakan harta secara bathil. Kemudian Allah melimpahkan kurnia-Nya kepada kalian dengan mengutus Muhammad SAW datang ke tengah-tengah kalian dan berbicara dengan bahasa kalian. Kalian mengenal wajah beliau dan mengetahui benar asal-usul keturunannya."

"Beliau telah mengajarkan hikmah, sunnah dan fara'idh kepada kalian. Beliau menyuruh kalian supaya selalu menjaga baik-baik hubungan silaturrahmi, memelihara kerukunan dan saling memperbaiki keadaannya masing-masing. Kalian juga diperintahkan supaya menunaikan amanat kepada pihak yang berhak, memenuhi janji, saling bercinta-kasih dan sayang menyayangi. Beliau pun memerintahkan kalian supaya berlaku jujur, dan jangan sampai mencatut timbangan atau takaran. Beliau datang kepada kalian juga antara lain untuk melarang kalian jangan sampai berbuat zina dan jangan makan harta milik anak yatim secara dzalim."

"Kebajikan akan menghindarkan kalian dari siksa neraka. Dan beliau mendorong kalian supaya senantiasa berbuat kebajikan. Tiap perbuatan buruk dan jahat akan menjauhkan kalian dari surga, dan beliau mencegah supaya kalian jangan sampai berbuat seperti itu."

"Setelah Allah s.w.t. memandang masa hidupnya sudah cukup, beliau dipanggil pulang ke sisi-Nya, dalam keadaan beliau patut menerima pujian dan memperoleh keridhoan-Nya. Beliau s.a.w. telah memperoleh pengampunan atas segala kekhilafannya dan benar-benar telah mendapat kedudukan mulia di sisi Allah s.w.t."

"Tetapi alangkah besarnya musibah yang terjadi sepeninggal beliau, terutama yang menimpa kaum kerabatnya dan kaum mukminin pada umumnya. Setelah beliau tidak ada lagi kaum muslimin mempertengkarkan pimpinan dan kekuasaan. Demi Allah, aku tidak pernah merasa khawatir dan tidak pernah membayangkan bahwa orang-orang Arab akan menggeser kepemimpinan dari tanganku. Tetapi waktu itu ternyata orang-orang Arab mengangkat Abu Bakar."

"Mereka datang berbondong-bondong kepadanya. Aku diam tidak mengulurkan tangan, sebab aku yakin bahwa akulah yang sebenarnya lebih berhak meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW daripada orang lain yang akan memimpin aku. Beberapa waktu lamanya aku tetap bersikap seperti itu."

"Kemudian aku melihat banyak orang meninggalkan agama Islam, kembali kepada kepercayaan mereka semula, bahkan berani berseru kepada orang-orang lain supaya menghapuskan agama yang dibawakan oleh Muhammad SAW dan Ibrahim AS. Aku menjadi sangat khawatir, kalau aku tidak membela Islam dan kaum muslimin, aku bakal menyaksikan kerusakan dan keruntuhan Islam."

"Bagiku, itu merupakan bencana yang jauh lebih besar daripada lepasnya kepemimpinan dari tanganku. Sebab masalah kepemimpinan hanyalah suatu hiasan hidup belaka yang tidak kekal dan tidak lama, yang akhirnya akan lenyap seperti fatamorgana."

"Aku lalu pergi menjumpai Abu Bakar . Ia kubai'at, kemudian bersama dia aku bergerak menanggulangi kejadian tersebut di atas tadi, sampai kebathilan itu musnah dan kalimat Allah tetap unggul dan mulia walau orang-orang kafir tidak menyukai."

"Abu Bakar tetap memegang pimpinan pemerintahan. Ia berlaku adil, baik, benar, rendah hati dan hidup sederhana. Aku mendampingi dia sebagai penasehat. Ia kutaati sungguh-sungguh selama ia taat kepada Allah s.w.t."

"Beberapa saat menjelang wafatnya, Abu Bakar menunjuk Umar Ibnul Khattab untuk meneruskan kepemimpinannya. Itu pun kutaati. Umar kubai'at dan kepadanya kuberikan nasehat-nasehat. Selama memegang pimpinan pemerintahan, Umar bersikap baik dan semasa hidupnya ia berperilaku terpuji."

"Menjelang wafatnya, aku berkata dalam hatiku: 'Ia tentu tidak akan menyerahkan pimpinan pemerintahan kepada orang lain. Tetapi ternyata ia minta supaya masalah kekhalifahan itu dimusyawarahkan, dan aku menjadi salah seorang calon sekaligus peserta musyawarah. Namun orang lainnya tidak suka kalau kepemimpinan jatuh ke tanganku, sebab mereka mendengar bahwa aku pernah menentang Abu Bakar'…"

"Dulu aku memang pernah mengatakan: 'Hai orang-orang Quraisy, aku ini lebih berhak daripada kalian untuk memegang pimpinan, sebab tidak ada seorang pun di antara kalian yang terdini mengenal Al Qur'an dan mengerti sunnah Rasul !' Karena aku berkata seperti itu, mereka merasa khawatir kalau sampai aku terbai'at menjadi pemimpin ummat, tidak akan ada kesempatan lagi bagi mereka. Akhirnya mereka membai'at Utsman bin Affan, menyingkirkan diriku dari kepemimpinan dan menyerahkannya kepada Utsman . Aku dijauhkan dari kepemimpinan karena mereka mengharap akan memperoleh giliran."

"Aku terpaksa menyatakan bai'at. Aku menyabarkan diri sambil bertawakkal kepada Allah. Kemudian ada salah seorang berkata kepadaku: 'Hai Ibnu Abu Thalib, mengapa engkau ngotot ingin memegang pimpinan?' Aku menjawab: 'Kalian lebih ngotot. Yang kuminta adalah hak waris putera pamanku! Waktu kalian mencampuri urusanku dengan Utsman, kalian berbuat menampar mukaku dan tidak menampar mukanya!'

Aku berdoa memohon perlindungan kepada Allah s.w.t. dalam menghadapi orang-orang Quraiys itu. Mereka memutuskan silaturrahmiku dengan Rasulullah SAW Mereka meremehkan kedudukan dan keutamaanku. Mereka bersepakat merebut hak yang sebenarnya aku ini lebih berwenang dibanding mereka. Mereka telah memperkosa hakku."

"Mereka lalu berkata lagi: 'Sabarlah engkau menahan kepedihan itu! Dan sabarlah hidup dalam kekecewaan itu!' Aku melihat-lihat dan ternyata tidak ada teman atau orang lain yang bersedia membantu selain keluargaku sendiri. Tetapi aku tidak mau menjerumuskan keluargaku ke dalam bahaya. Kupejamkan mataku untuk menahan sakitnya kelilip, dan kutelan ludahku dengan perasaan sedih. Aku sabar menahan kejengkelan, sehingga terasa olehku kepahitan yang melebihi jadam dan kesakitan yang melebihi tusukan pisau."

"Akhirnya kalian dendam terhadap Utsman. Ia kalian datangi, lalu kalian bunuh. Setelah itu kalian datang kepadaku untuk menyatakan bai'at. Aku menolak, tetapi kalian tetap bersikeras menghendaki aku. Kalian mendesak dan mendorong-dorong datang kepadaku untuk mendesak terus, sampai kukira kalian akan saling bunuh-membunuh atau hendak membunuhku. Kepadaku kalian mengatakan: 'Kami tidak menemukan orang selain engkau dan kami tidak menyukai orang lain. Kami seia-sekata dan dengan tekad bulat membai'atmu'…"

"Pembai'atan kalian kemudian kuterima. Lalu kalian mengajak orang-orang lain untuk membai'atku. Orang-orang yang menyatakan bai'at karena taat, kuterima. Sedangkan yang tidak mau menyatakan bai'at, kubiarkan. Orang yang pertama-tama menyatakan bai'at kepadaku ialah Thalhah dan Zubair. Seandainya dua orang itu tidak mau membai'atku, mereka tidak akan kupaksa, sama halnya seperti orang lain yang tidak mau membai'atku. Tidak lama kemudian aku mendengar dua orang itu berangkat ke Bashrah membawa sejumlah orang bersenjata. Tidak seorang pun dari mereka itu yang belum pernah menyatakan bai'at kepadaku."

Di Bashrah mereka mengobrak-abrik pegawaiku, menggedor tempat-tempat penyimpanan harta kaum muslimin dan memperkosa penduduk yang taat kepadaku. Mereka memecah belah dan merusak kerukunan, mencerai-beraikan persatuan dan menyerang tiap orang yang mengikuti serta mencintaiku."

"Beberapa kelompok dari pencintaku dibunuh secara gelap dan dianiaya. Di antara mereka itu ada yang sanggup membela diri, ada yang hanya bersabar, dan ada pula yang dengan gigih terpaksa mengacungkan pedang."

Para pencintaku itu bangkit melawan tindakan jahat mereka sampai banyak yang mati terbunuh dalam keadaan bertawakkal kepada Allah s.w.t.

"Demi Allah, seandainya hanya seorang saja dari para pencintaku yang sengaja mereka bunuh, sudah halal bagiku untuk bertindak menumpas habis gerombolan bersenjata itu! Apalagi karena ternyata mereka itu telah membunuh banyak kaum muslimin. Tetapi, Allah s.w.t. sudah membalas perbuatan mereka, dan sekarang binasalah sudah kaum yang zalim itu."

"Kemudian aku melihat kepada orang-orang Syam. Mereka itu adalah orang-orang Arab yang berperangai kasar, terdiri dari macam-macam golongan yang serakah dan liar, datang dari berbagai pelosok. Mereka itu adalah orang-orang yang masih perlu diajar, dipimpin dan dibimbing. Mereka bukan kaum Muhajirin atau Anshar, dan bukan pula orang-orang yang memasuki agama dengan itikad baik. Mereka kudatangi, kuajak supaya mau bersatu dan bersedia taat, tetapi mereka menolak. Mereka menginginkan perpecahan, permusuhan dan kemunafikan."

"Mereka bergerak melawan kaum Muhajirin, kaum Ansor dan orang-orang yang masuk agama Islam dengan niat ikhlas dan jujur. Mereka melepaskan anak-panah dan melempar tombak. Di saat itulah aku bangkit dan bergerak melawan mereka. Mereka kuperangi."

"Setelah mereka kekurangan senjata dan merasakan sakitnya luka, mereka kibarkan lembaran-lembaran Al-Qur'an dan berseru kepada kalian supaya berpegang teguh kepadanya. Waktu itu kalian sudah kuberi tahu, bahwa mereka itu bukan orang-orang yang patuh kepada ajaran agama dan Al-Qur'an. Mereka mengibarkan lembaran-lembaran Al-Qur'an hanya sekadar tipudaya dan muslihat. Kalian sudah kuperintahkan supaya terus memerangi mereka, tetapi kalian menuduh diriku dan kalian berkata kepadaku:

"Terimalah apa yang mereka usulkan. Kalau mereka benar-benar mau melaksanakan apa yang ada dalam Al-Qur'an dan sunnah, pasti mereka akan bersatu dengan kita dalam kebenaran yang selama ini kita pertahankan. Jika mereka tidak mau, kita mempunyai alasan kuat untuk terus berlawan terhadap mereka."

"Keinginan kalian itu kusetujui, aku lalu mundur, tidak menyerang mereka lagi. Kemudian terjadilah persetujuan antara kalian dengan mereka untuk mengangkat dua orang perunding guna mencari penyelesaian damai berdasar Kitab Allah. Dua orang itu diharuskan patuh menjunjung tinggi perintah Al Qur'an dan menjauhkan apa yang dilarangnya. Tetapi dua orang itu berselisih pendapat, dan hukum yang diambil ternyata berlain-lainan."

"Dua orang itu mengabaikan Al Qur'an dan menyalahi isinya. Dua-duanya tanpa hidayat Allah terjerumus mengikuti hawa nafsu sendiri-sendiri. Oleh Allah dua orang itu dijauhkan dari kebajikan dan diperosokkan dalam kesesatan. Dua-duanya memang pantas menjadi orang seperti itu."

"Setelah semua itu terjadi, ada sekelompok orang meninggalkan kami. Mereka pun kami tinggalkan. Kami bersikap sama seperti mereka. Tetapi kemudian mereka berkeliaran di bumi membuat kerusakan.Orang-orang muslimin mereka bunuh tanpa dosa. Mereka kami datangi, lalu kami katakan kepada mereka: 'Serahkan kepada kami orang-orang yang membunuh saudara-saudara kami'. Mereka menjawab: 'Kami semua inilah yang membunuh. Kami halal menumpahkan darah mereka dan darah kalian'…"

"Mereka lalu pergerak mengerahkan pasukan berkuda dan pejalan kaki untuk menyerang kami. Tetapi akhirnya mereka dihancurkan oleh Allah, nasibnya sama seperti orang-orang zalim lainnya."

"Setelah itu kuperintahkan kalian supaya berangkat ke Shiffin untuk menghadapi musuh, tentara Syam. Sebab pendadakan seperti itu akan membuat hati mereka kecut dan akan menggagalkan tipu daya mereka. Waktu itu kalian ternyata menjawab: 'Pedang kita sudah banyak yang patah, kita kehabisan anak panah, dan ujung tombak kita sudah banyak yang tumpul. Izinkanlah kita pulang dulu untuk mempersiapkan perlengkapan dan perbekalan yang lebih baik. Kiranya engkau pun akan menambah perlengkapan kita dengan senjata-senjata yang ditinggalkan teman-teman kita yang telah tewas dan senjata-senjata bekas kepunyaan musuh. Itu akan merupakan tambahan kekuatan bagi kita dalam menghadapi musuh'..."

"Permintaan kalian itu kami terima. Selama beberapa waktu menunggu, kalian kuperintahkan supaya jangan meninggalkan kubu pertahanan, supaya lebih merapatkan barisan, siap siaga menghadapi peperangan, dan jangan terlalu sering menengok anak isteri, sebab itu akan melemahkan hati kalian dan dapat membelokkan fikiran kalian. Pasukan yang sedang menghadapi peperangan tidak semestinya mengeluh, meratap atau jemu bergadang di malam hari. Tidak semestinya pasukan itu mengeluh kehausan atau lapar, sebelum mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan."

"Tetapi kenyataannya, ada sekelompok orang dari kalian yang meminta kelonggaran dengan bermacam-macam alasan. Kelompok lainnya lagi menyelinap masuk ke dalam kota lalu membelot. Mereka ini tidak ada yang datang kembali kepadaku. Setelah kuperiksa, ternyata pasukan yang masih tetap tinggal bersamaku hanya berjumlah 50 orang."

"Setelah aku melihat perbuatan kalian seperti itu, kalian kudatangi, tetapi sampai hari ini kalian masih tetap tidak sanggup keluar untuk menghadapi musuh bersama-sama kami."

"Ya Allah, kasihan benar orang-orangtua kalian! Apalagi sebenarnya yang kalian pikirkan? Tidakkah kalian menyadari bahwa kekuatan kalian sekarang sudah berkurang? Tidakkah kalian dapat melihat negeri kalian ini sudah diserang? Apa sebab kalian masih berpaling muka? Bukankah musuh-musuh kalian itu sudah bersatu, bekerja keras dan bertukar-pikiran, sedang kalian sekarang bercerai-berai, bertengkar dan saling mengelabui satu sama lain? Jika kalian bersatu, kalian pasti selamat."

"Oleh karena itu bangunkanlah orang-orang yang sedang tidur nyenyak. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian. Yang kalian perangi itu bukan lain adalah kaum thulaqa dan keturunan orang-orang thulaqa, yaitu orang-orang yang memeluk Islam hanya karena terpaksa. Orang-orang yang dahulu memerangi Rasulullah SAW, orang-orang yang memusuhi Al Qur'an dan Sunnah, orang-orang yang dahulu bergabung dan bersekutu dalam perang Ahzab melawan kaum muslimin, orang-orang ahli bid'ah yang banyak menimbulkan keonaran, orang-orang yang ditakuti karena kejahatannya, orang-orang yang menyeleweng dari agama, pemakan barang yang bathil dan budak-budak dunia!"

"Amr bin Al Ash itu sebenarnya condong kepadaku. Ia berpihak pada Muawiyah hanya setelah menerima janji akan diberi kekuasaan besar atas Mesir. Ia tidak segan-segan menjual agamanya untuk mendapatkan kepentingan dunia! Muawiyah membelinya dengan menghamburkan uang kekayaan kaum muslimin!"

"Di antara orang fasik itu ada yang pernah dihukum cambuk karena meneguk minuman haram. Mereka itulah yang sekarang sedang menjadi pemimpin kaumnya. Orang-orang yang tidak kusebutkan perbuatan buruknya, banyak yang lebih jahat dan lebih berbahaya. Yaitu orang-orang yang jika sudah berpisah dari kalian, memperlihatkan kebenciannya terhadap kalian."

"Mereka membangga-banggakan diri, menindas orang lain sewenang-wenang, congkak, dengki dan banyak berbuat kerusakan di bumi. Mereka mengikuti hawa nafsu dan memerintah dengan korup dan jalan suap (rasywah). Sedangkan kalian, walaupun tidak saling bantu dan bertawakkal secara keliru, namun kalian masih jauh lebih benar daripada jalan mereka."

"Di antara kalian terdapat orang-orang arif bijaksana (hukama), alim ulama, fuqaha (para ahli hukum syariat), pengajar-pengajar Al-Qur'an, orang-orang yang hidup zuhud di dunia, orangorang yang gemar mengunjungi masjid dan orang-orang ahli membaca Al Qur'an."

"Apakah kalian rela dan tidak marah kalau orang-orang berperangai jahat, bengis dan kerdil seperti mereka itu hendak memaksakan kekuasaan kepada kalian? Dengarkanlah kata-kataku dan taatilah perintahku bila kuperintahkan. Pahamilah nasihatku jika aku beri nasihat. Percayailah ketegasanku bila aku sudah bertindak. Ikutilah kebulatan tekadku bila aku sudah berniat! Bangunlah mengikuti kebangkitanku dan seranglah orang-orang yang kuserang! Jika kalian membangkang, kalian tidak akan mendapatkan petunjuk yang benar dan kalian tidak akan dapat bersatu. Terjunilah peperangan dan siapkan semua perlengkapan. Perang sudah berkobar dan apinya masih menyala-nyala. Orang-orang yang dzalim itu hendak membasmi kalian melalui peperangan dengan tujuan untuk dapat leluasa memadamkan cahaya Allah."

"Demi Allah, seandainya aku seorang diri menjumpai mereka berada di tengah-tengah penghuni bumi ini, lantas aku menaruh perhatian kepada mereka, atau aku lantas lari menjauhi mereka karena takut, itu berarti aku sudah sama sesatnya seperti mereka! Jalan hidayat yang selama ini kupegang teguh, benar-benar kuhayati dengan penuh kesadaran dan keyakinan serta berdasarkan petunjuk Allah Tuhanku. Aku sungguh-sungguh sudah sangat rindu ingin berjumpa dengan Allah, dan aku benar-benar menunggu serta mengharap-harap keindahan pahala dan karunia-Nya."

"Tetapi kerisauan dan kekecewaan meresahkan hatiku dan kekhawatiran menggelisah-kan pikiranku, karena aku takut kalau-kalau ummat ini akan dikuasai oleh manusia-manusia jahat dan durhaka. Kemudian mereka itu akan menggunakan kekayaan Allah sebagai alat kekuasaan, menjadikan hamba-hamba Allah sebagai budak belian, menjadikan orang-orang saleh sebagai umpan peperangan, dan menjadikan orang-orang yang berlaku adil sebagai golongan terpencil."

"Demi Allah, kalau bukan karena semuanya itu, aku tidak akan terus menerus mengajak kalian, mempersatukan kalian dan mendorong kalian supaya berjuang. Kalian pasti sudah kutinggalkan. Demi Allah aku ini berada di atas jalan yang benar, dan aku sungguh-sungguh ingin mati syahid. Insyaa Allah, aku akan berangkat ke medan juang bersama-sama kalian. Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat. Berjuanglah di jalah Allah dengan harta dan nyawa kalian. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar."

Pernyataan tertulis Ali bin Abu Thalib r.a. tersebut di atas, secara keseluruhan menggambarkan betapa sulit dan beratnya persoalan yang dihadapinya sepeninggal Rasulullah SAW, terutama setelah dibai'at oleh kaum muslimin sebagai Khalifah dan Amirul Mukminin. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)