Siasat Licik Amr bin Al-Ash Membuat Terjadinya Pembelotan Pasukan Ali bin Abu Thalib
loading...
A
A
A
Pertengahan bulan Syafar tahun 37 Hijriyah ditandai oleh suatu pertempuran dahsyat antara dua pasukan yang berlangsung penuh sepanjang hari. Pada hari kedua, terjadi pertempuran yang paling hebat, yang sebelumnya tak pernah dikenal dalam sejarah Islam .
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan, menurut kebiasaan bila senja tiba, pertempuran dihentikan, tetapi kali ini pertempuran diteruskan di kegelapan malam. Darah membasahi bumi Shiffin . Prajurit dan komandan berguguran. Bapak melawan anak, saudara bertempur melawan saudara, muslim membunuh muslim.
Malam dilewatkan dengan pertumpahan darah yang tiada hentinya hingga fajar menyingsing.
Setelah beberapa hari bertempur dan Muawiyah melihat pasukannya mulai kewalahan, ia berpaling kepada Amr bin Al Ash selaku penasehatnya agar dapat memberikan saran-saran.
Amr bin Al Ash muncul dengan tipu muslihatnya. Ia perintahkan kepada semua anggota pasukan supaya menancapkan lembaran-lembaran Al Qur'an di ujung senjata masing-masing dan mengangkatnya setinggi mungkin agar mudah diketahui oleh pasukan Kufah.
Sejalan dengan itu terdengarlah mereka berseru: "Inilah Kitab Allah. Inilah Al Qur'an yang dari awal hingga akhir tetap berada di antara kita. Allah, Allah, jaga dan lindungilah bangsa Arab. Allah, Allah, jaga dan lindungilah agama Islam. Allah, Allah, lindungilah negeri kami. Siapakah yang akan menjaga Syam dari serangan musuh (Romawi) apabila tentara Syam binasa? Dan siapa pulakah yang akan melindungi Iraq apabila tentaranya musnah?"
Tujuan dari gerak-tipu itu ialah agar pasukan Kufah mengira, bahwa pasukan Syam sekarang telah bersedia menerima penyelesaian secara damai berdasarkan hukum Allah.
Terpecah
Melihat pasukan Syam mengacung-acungkan lembaran Al Qur'an, pikiran pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib terpecah dalam berbagai pendapat. Yang tinggi kewaspadaan politiknya memperkirakan bahwa itu hanya tipu-muslihat belaka, guna mengelabui pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. sehingga situasi buruk yang mereka alami dapat diubah menjadi baik.
Sedang yang dangkal pengertian politiknya menganggap, bahwa perbuatan pasukan Syam itu bukan tipu muslihat, melainkan benar-benar bermaksud jujur, mengajak kembali kepada ajaran dan perintah agama. Karena itu harus disambut dengan jujur. Ini jauh lebih baik daripada perang berkobar terus sesama kaum muslimin.
Selain itu ada pula kelompok yang hendak menunggangi situasi itu agar peperangan cepat dihentikan. Mereka sudah jemu dengan peperangan dan sangat merindukan perdamaian.
Tidak selang berapa lama datanglah berduyun-duyun sejumlah orang kepada Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. Mereka menuntut supaya peperangan segera dihentikan. Tuntutan mereka itu ditolak oleh Ali bin Abu Thalib r.a., karena ia yakin, bahwa apa yang diperbuat oleh orang-orang Syam itu hanya tipu-muslihat.
Kepada mereka yang menuntut dihentikannya peperangan, Ali bin Abu Thalib menegaskan: "Itu hanya tipu-daya dan pengelabuan! Aku ini lebih mengenal mereka daripada kalian! Mereka itu bukan pembela-pembela Al-Qur'an dan agama Islam. Aku sudah lama mengenal mereka dan mengetahui soal-soal mereka, mulai dari yang kecil-kecil sampai yang besar-besar. Aku tahu mereka itu meremehkan agama dan sedang meluncur ke arah kepentingan duniawi.
Oleh sebab itu janganlah kalian terpengaruh oleh perbuatan mereka yang mengibarkan lembaran-lembaran Al-Qur'an. Bulatkanlah tekad kalian untuk berperang terus sampai tuntas. Kalian sudah berhasil mematahkan kekuatan mereka. Mereka sekarang sudah loyo dan tidak lama lagi akan hancur!"
Pembelotan
Mereka tetap tidak mau mengerti, bahwa itu hanya tipu-muslihat. Mereka mendesak terus agar perang dihentikan dan mengancam tidak mau mendukung Ali bin Abu Thalib lagi bila perang diteruskan. Mereka bukan hanya sekadar menggertak dan mengintimidasi, bahkan mereka sampai berani "memerintahkan" Ali bin Abu Thalib r.a. supaya mengeluarkan instruksi penghentian perang dan menarik semua sahabatnya yang masih berkecimpung di medan tempur.
Benar-benar terlalu! Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. sampai "diperintah" supaya cepat-cepat menarik Al-Asytar yang sedang memimpin pertempuran! Lebih dari itu, mereka juga mengancam akan menangkap dan menyerahkan Ali bin Abu Thalib r.a. kepada Muawiyah, jika ia tidak mau memenuhi tuntutan mereka!
Tidak sedikit jumlah pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib yang berbuat sejauh itu. Mereka bersumpah tidak akan meninggalkan Ali bin Abu Thalib r.a. dan akan terus mengepungnya, sebelum Ali bin Abu Thalib r.a. melaksanakan "perintah" mereka.
Kedudukan Ali bin Abu Thalib r.a. benar-benar sulit, bahkan rawan dan gawat. Melanjutkan peperangan berarti membuka lubang perpecahan. Menghentikan peperangan juga berarti membangkitkan perlawanan kelompok yang lain, yang tidak percaya kepada tipumuslihat musuh. Ini juga berarti perpecahan.
Khalifah Ali bin Abu Thalib benar-benar "tergiring" ke posisi sulit akibat muslihat politik "tahkim" yang dilancarkan Muawiyah dan Amr.
Setelah kaum pembelot tak dapat diyakinkan lagi, Ali bin Abu Thalib r.a. terpaksa memanggil Al Asytar dan memerintahkan supaya menghentikan peperangan.
Pada mulanya Al Asytar menolak, karena ia tidak mengerti sebabnya Ali bin Abu Thalib r.a. sampai bertindak sejauh itu. Kepada suruhan Ali bin Abu Thalib r.a., Al Asytar berkata: "Bagaimana aku harus kembali dan bagaimana peperangan harus kuhentikan, sedangkan tanda-tanda kemenangan sudah tampak jelas! Katakan saja kepada Ali bin Abu Thalib, supaya ia memberi waktu kepadaku barang satu atau dua jam saja!"
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan, menurut kebiasaan bila senja tiba, pertempuran dihentikan, tetapi kali ini pertempuran diteruskan di kegelapan malam. Darah membasahi bumi Shiffin . Prajurit dan komandan berguguran. Bapak melawan anak, saudara bertempur melawan saudara, muslim membunuh muslim.
Malam dilewatkan dengan pertumpahan darah yang tiada hentinya hingga fajar menyingsing.
Setelah beberapa hari bertempur dan Muawiyah melihat pasukannya mulai kewalahan, ia berpaling kepada Amr bin Al Ash selaku penasehatnya agar dapat memberikan saran-saran.
Amr bin Al Ash muncul dengan tipu muslihatnya. Ia perintahkan kepada semua anggota pasukan supaya menancapkan lembaran-lembaran Al Qur'an di ujung senjata masing-masing dan mengangkatnya setinggi mungkin agar mudah diketahui oleh pasukan Kufah.
Sejalan dengan itu terdengarlah mereka berseru: "Inilah Kitab Allah. Inilah Al Qur'an yang dari awal hingga akhir tetap berada di antara kita. Allah, Allah, jaga dan lindungilah bangsa Arab. Allah, Allah, jaga dan lindungilah agama Islam. Allah, Allah, lindungilah negeri kami. Siapakah yang akan menjaga Syam dari serangan musuh (Romawi) apabila tentara Syam binasa? Dan siapa pulakah yang akan melindungi Iraq apabila tentaranya musnah?"
Tujuan dari gerak-tipu itu ialah agar pasukan Kufah mengira, bahwa pasukan Syam sekarang telah bersedia menerima penyelesaian secara damai berdasarkan hukum Allah.
Terpecah
Melihat pasukan Syam mengacung-acungkan lembaran Al Qur'an, pikiran pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib terpecah dalam berbagai pendapat. Yang tinggi kewaspadaan politiknya memperkirakan bahwa itu hanya tipu-muslihat belaka, guna mengelabui pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. sehingga situasi buruk yang mereka alami dapat diubah menjadi baik.
Sedang yang dangkal pengertian politiknya menganggap, bahwa perbuatan pasukan Syam itu bukan tipu muslihat, melainkan benar-benar bermaksud jujur, mengajak kembali kepada ajaran dan perintah agama. Karena itu harus disambut dengan jujur. Ini jauh lebih baik daripada perang berkobar terus sesama kaum muslimin.
Selain itu ada pula kelompok yang hendak menunggangi situasi itu agar peperangan cepat dihentikan. Mereka sudah jemu dengan peperangan dan sangat merindukan perdamaian.
Tidak selang berapa lama datanglah berduyun-duyun sejumlah orang kepada Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. Mereka menuntut supaya peperangan segera dihentikan. Tuntutan mereka itu ditolak oleh Ali bin Abu Thalib r.a., karena ia yakin, bahwa apa yang diperbuat oleh orang-orang Syam itu hanya tipu-muslihat.
Kepada mereka yang menuntut dihentikannya peperangan, Ali bin Abu Thalib menegaskan: "Itu hanya tipu-daya dan pengelabuan! Aku ini lebih mengenal mereka daripada kalian! Mereka itu bukan pembela-pembela Al-Qur'an dan agama Islam. Aku sudah lama mengenal mereka dan mengetahui soal-soal mereka, mulai dari yang kecil-kecil sampai yang besar-besar. Aku tahu mereka itu meremehkan agama dan sedang meluncur ke arah kepentingan duniawi.
Oleh sebab itu janganlah kalian terpengaruh oleh perbuatan mereka yang mengibarkan lembaran-lembaran Al-Qur'an. Bulatkanlah tekad kalian untuk berperang terus sampai tuntas. Kalian sudah berhasil mematahkan kekuatan mereka. Mereka sekarang sudah loyo dan tidak lama lagi akan hancur!"
Pembelotan
Mereka tetap tidak mau mengerti, bahwa itu hanya tipu-muslihat. Mereka mendesak terus agar perang dihentikan dan mengancam tidak mau mendukung Ali bin Abu Thalib lagi bila perang diteruskan. Mereka bukan hanya sekadar menggertak dan mengintimidasi, bahkan mereka sampai berani "memerintahkan" Ali bin Abu Thalib r.a. supaya mengeluarkan instruksi penghentian perang dan menarik semua sahabatnya yang masih berkecimpung di medan tempur.
Benar-benar terlalu! Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. sampai "diperintah" supaya cepat-cepat menarik Al-Asytar yang sedang memimpin pertempuran! Lebih dari itu, mereka juga mengancam akan menangkap dan menyerahkan Ali bin Abu Thalib r.a. kepada Muawiyah, jika ia tidak mau memenuhi tuntutan mereka!
Tidak sedikit jumlah pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib yang berbuat sejauh itu. Mereka bersumpah tidak akan meninggalkan Ali bin Abu Thalib r.a. dan akan terus mengepungnya, sebelum Ali bin Abu Thalib r.a. melaksanakan "perintah" mereka.
Kedudukan Ali bin Abu Thalib r.a. benar-benar sulit, bahkan rawan dan gawat. Melanjutkan peperangan berarti membuka lubang perpecahan. Menghentikan peperangan juga berarti membangkitkan perlawanan kelompok yang lain, yang tidak percaya kepada tipumuslihat musuh. Ini juga berarti perpecahan.
Khalifah Ali bin Abu Thalib benar-benar "tergiring" ke posisi sulit akibat muslihat politik "tahkim" yang dilancarkan Muawiyah dan Amr.
Setelah kaum pembelot tak dapat diyakinkan lagi, Ali bin Abu Thalib r.a. terpaksa memanggil Al Asytar dan memerintahkan supaya menghentikan peperangan.
Pada mulanya Al Asytar menolak, karena ia tidak mengerti sebabnya Ali bin Abu Thalib r.a. sampai bertindak sejauh itu. Kepada suruhan Ali bin Abu Thalib r.a., Al Asytar berkata: "Bagaimana aku harus kembali dan bagaimana peperangan harus kuhentikan, sedangkan tanda-tanda kemenangan sudah tampak jelas! Katakan saja kepada Ali bin Abu Thalib, supaya ia memberi waktu kepadaku barang satu atau dua jam saja!"