Ini Mengapa Ali Bin Abu Thalib Ditinggalkan Banyak Pengikutnya
loading...
A
A
A
ALI Bin Abu Thalib ra dikenal berilmu tinggi. Abdullah bin Abbas, seorang ulama yang terkenal luas ilmu pengetahuannya sampai diberi sebutan "habrul ummah" (pendekar ummat) dan "juru tafsir Al Qur'an ," mengatakan dengan jujur, bahwa dibanding dengan ilmu Ali bin Abu Thalib, ilmunya sendiri ibarat setetes air di tengah samudera.
Khalifah Umar Ibnul Khattab ra juga mengatakan: "Hai Abal Hasan (nama panggilan Ali bin Abu Thalib r.a.) mudah-mudahan Allah SWT tidak membiarkan aku terus hidup di bumi tanpa engkau!"
Selain berilmu, Ali Bin Abu Thalib juga seorang Zahid. Beliau berpegang teguh pada perintah Allah SWT dan teladan serta ajaran ajaran Rasul-Nya . Ali bin Abu Thalib ra dengan konsekuen berani menghadapi gangguan besar yang dialami dalam kariernya sebagai pemimpin masyarakat dari kepala pemerintahan.
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menyebut berkali-kali ia ditinggalkan oleh para pendukung dan pengikutnya, tetapi tidak pernah patah hati. Seperti dikatakan oleh Ali bin Muhammad bin Abi Saif Al Madainiy bahwa tidak sedikit orang Arab yang meninggalkan Ali bin Abu Thalib karena sikap mereka yang terlalu mengharapkan keuntungan-keuntungan material.
Demikian juga tokoh-tokoh yang berpamrih ingin mendapat kedudukan, jangan harap mereka itu bisa bersahabat baik dan lama dengan Ali bin Abu Thalib.
Seorang pemimpin besar seperti Ali bin Abu Thalib yang takwanya kepada Allah sedemikian tinggi, dan sedemikian patuhnya berteladan serta melaksanakan ajaran Rasulullah SAW, tidak mencari teman dengan mengobral harta dan kedudukan.
Ia sendiri memandang manusia bukan dari kekayaan dan kedudukan sosialnya, bukan pula dari asal-usul keturunannya, melainkan dari keimanannya kepada Allah SWT dan kesetiaannya kepada ajaran Rasul-Nya.
Ali bin Abu Thalib tidak pernah memberikan perlakuan istimewa kepada seorang karena keturunan, kedudukan atau kekayaannya.
Ia selalu memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang, kaya atau miskin, orang yang berpangkat ataupun rakyat jelata. Itulah antara lain yang menjadi sebab mengapa setelah ia menjadi Khalifah, dijauhi oleh kepala-kepala kabilah dan tokoh-tokoh masyarakat yang berambisi dan hendak mendahulukan kepentingan pribadi atau golongan.
Tentang mengapa Ali bin Abu Thalib ra sampai ditinggal oleh para pengikut dan pendukungnya, Al Madainiy dalam riwayat yang ditulisnya, antara lain mengemukakan, bahwa Al-Asytar pernah berkata kepada Ali r.a.: "…Anda bertindak adil, baik terhadap mereka yang mempunyai kedudukan terhormat maupun mereka yang tidak mempunyai kedudukan. Di hadapan anda orang-orang yang terhormat itu tidak memperoleh perlakuan istimewa atau lebih dari perlakuan yang anda berikan kepada orang biasa."
"Akhirnya ada kelompok pengikut yang ribut dan heboh kalau keadilan dan kebenaran diterapkan atas diri mereka. Mereka sakit hati kalau pemerataan keadilan diterapkan atas diri mereka. Mereka lalu membanding-bandingkan betapa enaknya perlakuan Muawiyah terhadap orang-orang kaya dan terkemuka… Mereka lebih senang membeli kebatilan dengan kebenaran dan tergiur oleh kesenangan duniawi."
Setelah mendengar baik-baik ucapan Al Asytar, dengan tenang Ali ra berkata: "Apa yang kau katakan mengenai perilaku dan keadilanku, bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman (yang artinya): "Barang siapa berbuat baik, maka pahala bagi dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat buruk, maka dosanya pun akan menimpa dirinya sendiri. Dan Tuhanmu tidak berlaku zalim terhadap para hamba-Nya" (S. Fushshilat: 46).
Kemudian Ali bin Abu Thalib ra berkata pula: "Sebenarnya Allah mengetahui, bahwa mereka itu menjauhi kami bukan karena kami berlaku zalim. Mereka menjauhi kami bukan karena hendak mencari perlindungan keadilan. Yang mereka kejar hanyalah dunia, yang akhirnya akan lenyap juga dari mereka. Pada hari kiamat mereka itu akan ditanya: 'apakah mereka hanya menginginkan dunia? Apakah yang telah mereka perbuat untuk Allah?'
"Tentang pengobralan harta milik ummat untuk mendapatkan pengikut seperti yang dilakukan Muawiyah di Syam, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Kami tidak dapat memberikan pembagian harta ghanimah kepada seseorang melampaui ketentuan yang sudah menjadi haknya…"
Tentang banyak atau sedikitnya pengikut, Ali bin Abu Thalib ra mengemukakan contoh kehidupan Rasulullah SAW: "Allah mengutus Muhammad SAW seorang diri. Kemudian Allah membuat pengikut beliau menjadi banyak, padahal mulanya sangat sedikit. Ummatnya yang pada mulanya hina kemudian diangkat menjadi ummat yang mulia. Jadi jika Allah hendak melimpahkan hal seperti itu kepadaku, semua kesulitan pasti akan dipermudah oleh-Nya, sedang segala yang berat akan diringankannya." (Bersambung)
Khalifah Umar Ibnul Khattab ra juga mengatakan: "Hai Abal Hasan (nama panggilan Ali bin Abu Thalib r.a.) mudah-mudahan Allah SWT tidak membiarkan aku terus hidup di bumi tanpa engkau!"
Selain berilmu, Ali Bin Abu Thalib juga seorang Zahid. Beliau berpegang teguh pada perintah Allah SWT dan teladan serta ajaran ajaran Rasul-Nya . Ali bin Abu Thalib ra dengan konsekuen berani menghadapi gangguan besar yang dialami dalam kariernya sebagai pemimpin masyarakat dari kepala pemerintahan.
Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menyebut berkali-kali ia ditinggalkan oleh para pendukung dan pengikutnya, tetapi tidak pernah patah hati. Seperti dikatakan oleh Ali bin Muhammad bin Abi Saif Al Madainiy bahwa tidak sedikit orang Arab yang meninggalkan Ali bin Abu Thalib karena sikap mereka yang terlalu mengharapkan keuntungan-keuntungan material.
Demikian juga tokoh-tokoh yang berpamrih ingin mendapat kedudukan, jangan harap mereka itu bisa bersahabat baik dan lama dengan Ali bin Abu Thalib.
Seorang pemimpin besar seperti Ali bin Abu Thalib yang takwanya kepada Allah sedemikian tinggi, dan sedemikian patuhnya berteladan serta melaksanakan ajaran Rasulullah SAW, tidak mencari teman dengan mengobral harta dan kedudukan.
Ia sendiri memandang manusia bukan dari kekayaan dan kedudukan sosialnya, bukan pula dari asal-usul keturunannya, melainkan dari keimanannya kepada Allah SWT dan kesetiaannya kepada ajaran Rasul-Nya.
Ali bin Abu Thalib tidak pernah memberikan perlakuan istimewa kepada seorang karena keturunan, kedudukan atau kekayaannya.
Ia selalu memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang, kaya atau miskin, orang yang berpangkat ataupun rakyat jelata. Itulah antara lain yang menjadi sebab mengapa setelah ia menjadi Khalifah, dijauhi oleh kepala-kepala kabilah dan tokoh-tokoh masyarakat yang berambisi dan hendak mendahulukan kepentingan pribadi atau golongan.
Tentang mengapa Ali bin Abu Thalib ra sampai ditinggal oleh para pengikut dan pendukungnya, Al Madainiy dalam riwayat yang ditulisnya, antara lain mengemukakan, bahwa Al-Asytar pernah berkata kepada Ali r.a.: "…Anda bertindak adil, baik terhadap mereka yang mempunyai kedudukan terhormat maupun mereka yang tidak mempunyai kedudukan. Di hadapan anda orang-orang yang terhormat itu tidak memperoleh perlakuan istimewa atau lebih dari perlakuan yang anda berikan kepada orang biasa."
"Akhirnya ada kelompok pengikut yang ribut dan heboh kalau keadilan dan kebenaran diterapkan atas diri mereka. Mereka sakit hati kalau pemerataan keadilan diterapkan atas diri mereka. Mereka lalu membanding-bandingkan betapa enaknya perlakuan Muawiyah terhadap orang-orang kaya dan terkemuka… Mereka lebih senang membeli kebatilan dengan kebenaran dan tergiur oleh kesenangan duniawi."
Setelah mendengar baik-baik ucapan Al Asytar, dengan tenang Ali ra berkata: "Apa yang kau katakan mengenai perilaku dan keadilanku, bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman (yang artinya): "Barang siapa berbuat baik, maka pahala bagi dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat buruk, maka dosanya pun akan menimpa dirinya sendiri. Dan Tuhanmu tidak berlaku zalim terhadap para hamba-Nya" (S. Fushshilat: 46).
Kemudian Ali bin Abu Thalib ra berkata pula: "Sebenarnya Allah mengetahui, bahwa mereka itu menjauhi kami bukan karena kami berlaku zalim. Mereka menjauhi kami bukan karena hendak mencari perlindungan keadilan. Yang mereka kejar hanyalah dunia, yang akhirnya akan lenyap juga dari mereka. Pada hari kiamat mereka itu akan ditanya: 'apakah mereka hanya menginginkan dunia? Apakah yang telah mereka perbuat untuk Allah?'
"Tentang pengobralan harta milik ummat untuk mendapatkan pengikut seperti yang dilakukan Muawiyah di Syam, Ali bin Abu Thalib r.a. berkata: "Kami tidak dapat memberikan pembagian harta ghanimah kepada seseorang melampaui ketentuan yang sudah menjadi haknya…"
Tentang banyak atau sedikitnya pengikut, Ali bin Abu Thalib ra mengemukakan contoh kehidupan Rasulullah SAW: "Allah mengutus Muhammad SAW seorang diri. Kemudian Allah membuat pengikut beliau menjadi banyak, padahal mulanya sangat sedikit. Ummatnya yang pada mulanya hina kemudian diangkat menjadi ummat yang mulia. Jadi jika Allah hendak melimpahkan hal seperti itu kepadaku, semua kesulitan pasti akan dipermudah oleh-Nya, sedang segala yang berat akan diringankannya." (Bersambung)
(mhy)