Kisah Halimatus Sa'diyah Ketika Mengasuh Nabi Muhammad

Senin, 22 Februari 2021 - 18:14 WIB
loading...
Kisah Halimatus Sadiyah Ketika Mengasuh Nabi Muhammad
Halimatus Sadiyah merasakan banyak keberkahan dan kisah-kisah aneh sejak kehadiran Rasulullah di tengah keluarganya. Foto/ilustrasi
A A A
Jika ada yang bertanya siapa sosok perempuan pertama yang menyusui Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم setelah ibundanya, maka jawabannya adalah Tsuwaibah. Beliau adalah budak wanita Abu Lahab (paman Nabi). Selain Tsuwaibah, wanita yang paling beruntung dapat mengasuh Rasulullah adalah Halimah binti Abu Dzuaib (Halimatus Sa'diyah).

Dari literatur sejarah dan keterangan Sirah Nabawiyah, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dilahirkan saat peristiwa "Tahun Gajah" tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awal, ada yang menyebut 9 Rabiul Awal. Alam semesta ikut bergembira menyambut kelahiran manusia suci pemimpin umat manusia itu.

Baca Juga: Kisah Masa Kecil Rasulullah SAW Bersama Ibunya

Dalam Sirah Nabawiyah yang ditulis Syekh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ibnu Sa'ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: "Ketika aku melahirkannya, dari farajku keluar cahaya yang menerangi istana-istana negeri Syam". (Imam Ahmad, ad-Darimi dan selain keduanya juga meriwayatkan versi yang hampir mirip dengan riwayat tersebut).

Ada riwayat yang menyebutkan telah terjadi irhashaat (tanda-tanda awal yang menunjukkan kenabian) ketika milad Nabi صلى الله عليه وسلم. Di antaranya: runtuhnya empat belas balkon istana kekaisaran, padamnya api yang sekian lama disembah oleh kaum Majusi, hancurnya gereja-gereja disekitar danau Saawah setelah airnya menyusut. Riwayat ini dilansir oleh ath-Thabari, al-Baihaqi dan selainkeduanya namun tidak memiliki sanad yang valid.

Adapun wanita pertama yang menyusui Rasulullah صلى الله عليه وسلم setelah ibundanya adalah Tsuwaibah. Wanita ini merupakan budak wanita Abu Lahab yang saat itu juga tengah menyusui bayinya yang bernama Masruh. Sebelumnya, Tsuwaibah juga telah menyusui Hamzah bin 'Abdulul Muththalib. Kemudian menyusui Abu Salamah bin 'Abdul Asad al-Makhzumi setelah Nabi صلى الله عليه وسلم.

Tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab kala itu setiap bayi lahir, keluarganya mencaripara wanita yang dapat menyusui bayi-bayi mereka sebagai tindakan prefentif terhadap serangan penyakit-penyakit dan keburukan lainnya. Hal itu mereka lakukan agar bayi-bayi mereka tersebut kuat, otot-otot mereka kekar serta menjaga agar lisan Arab mereka tetap orisinil sebagaimana lisan ibu mereka dan tidak terkontaminasi.

Oleh karena itu, 'Abdul Muththalib mencari wanita-wanita yang dapat menyusui Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau memilih seorang wanita dari kabilah Bani Sa'ad bin Bakr, yaitu Halimah binti Abu Dzuaib ( Halimatus Sa'diyah ) sebagai wanita penyusu beliau. Suami Halimah bernama al-Harits bin 'Abdul 'Uzza yang berjuluk Abu Kabsyah, dari kabilah yang sama.

Di sana, Rasulullah memiliki banyak saudara sesusuan, yaitu; 'Abdullah bin al-Harits, Anisah binti al-Harits, Hudzafah atau Judzamah binti al-Harits (dialah yang berjuluk asy-Syaima' yang kemudian lebih populer menjadi namanya dan yang juga merawat Rasulullah serta Abu Sufyan bin al-Harits bin 'Abdul Muththalib, saudara sepupu Rasulullah.

Paman beliau Hamzah bin 'Abdul Muththalib juga disusui di tengah kabilah Bani Sa'ad bin Bakr. Ibunya juga menyusui beliau selama sehari, yaitu ketika beliau berada di sisi ibu susuannya, Halimah.

Kisah Halimah Mengasuh Rasulullah
Halimatus Sa'diyah merasakan adanya keberkahan dan kisah-kisah yang aneh lainnya sejakkehadiran Rasulullah صلى الله عليه وسلم di tengah keluarganya. Ibnu Ishaq berkata: 'Halimah pernah berkisah, bahwasanya suatu ketika dia pergi keluar bersama suami dan bayinya yang masih kecil dan menyusui. Dia juga membawa serta beberapa wanita yang sama-sama tengah mencari bayi-bayi susuan.

Ketika itu sedang dilanda musim paceklik sedangkan kami sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Lalu aku pergi dengan mengendarai seekor keledai betina berwarna putih kehijauan milikku beserta seekor onta yang sudah tua. Demi Allah! Tidak pernah hujan turun meski setetespun, kami juga tidak bisa melewati malam dengan tidur pulas lantaran tangis bayi kami yang mengerang kelaparan sedangkan ASI di payudaraku tidak mencukupi.

Begitu juga dengan air susu onta tua yang bersama kami tersebut sudah tidak berisi. Akan tetapi kami selalu berharap pertolongan dan jalan keluar. Aku kembali pergi keluar dengan mengendarai onta betina milikku yang sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan perjalanan sehingga hal ini membuat rombongan kami gelisah akibat letih dan kondisi kekeringan yang melilit.

Akhirnya kami sampai juga ke Makkah untuk mencari bayi-bayi susuan akan tetapi tidak seorang wanita pun di antara kami ketika disodorkan untuk menyusui Rasulullah melainkan menolaknya setelah mengetahui kondisi beliau yang yatim. Sebab, tujuan kami (rombongan wanita penyusu bayi), hanya mengharapkan imbalan materi dari orang tua si bayi sedangkan beliau bayi yang yatim, lantas apa gerangan yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami?

Kami semua tidak menyukainya karena hal itu. Akhirnya, semua wanita penyusu yang bersamaku mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Tatkala kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku berkata kepada suamiku: 'Demi Allah! Aku tidak sudi pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan akan mengambilnya menjadi bayi susuanku. Lalu suamiku berkata: 'Tidak ada salahnya bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kehadirannya di tengah kita suatu keberkahan'.

Akhirnya aku pergi ke rumah beliau dan membawanya serta. Sebenarnya, motivasiku membawanya serta hanyalah karena belum mendapatkan bayi susuan yang lain selain beliau. Setelah itu, aku pulang dengan membawanya serta dan mengendarai tungganganku. Ketika beliau kubaringkan di pangkuanku dan menyodorkan puting susuku ke mulutnya supaya meminum ASI yang ada seberapa beliau suka. Beliaupun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula.

Kemudian keduanya tertidur dengan pulas padahal sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis bayi kami tersebut. Suamiku mengontrol onta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerasnya untuk diminum. Aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu bagi kami adalah malam tidur yang paling indah yang pernah kami rasakan.

Pada pagi harinya, suamiku berkata kepadaku:' demi Allah! Tahukah kamu wahai Halimah?; kamu telah mengambil manusia yang diberkahi'. Aku berkata: 'demi Allah! Aku berharap demikian'. Kemudian kami pergi keluar lagi dan aku menunggangi onta betinaku dan membawa serta beliau صلى الله عليه وسلم di atasnya. Demi Allah!

Onta betinaku sanggup menempuh perjalanan yang tidak sanggup dilakukan oleh onta-onta mereka, sehingga teman-teman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku: 'Wahai putri Abu Zuaib! Celaka! Kasihanilah kami bukankah onta ini yang dulu pernah bersamamu?, aku menjawab: 'Demi Allah! Inilah onta yang dulu itu!'. Mereka berkata: 'Demi Allah! Sesungguhnya onta ini memiliki keistimewaan'. Kemudian kami mendatangi tempat tinggal kami di perkampungan kabilah Bani Sa'ad.

Sepanjang pengetahuanku tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya; ketika kami datang, kambingku tampak dalam keadaan kenyang dan banyak air susunya sehingga kami dapat memerasnya dan meminumnya padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susupun walaupun dari kambing yang gemuk. Kejadian ini membuat orang-orang yang hadir dari kaumku berkata kepada para pengembala mereka: celakalah kalian! Pergilah membuntuti kemana saja pengembala kambing putri Abu Zuaib mengembalakannya. Meskipun demikian,
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2585 seconds (0.1#10.140)