Tempat Imam Lebih Tinggi dari Makmum, Bolehkah?

Senin, 01 Maret 2021 - 18:18 WIB
loading...
Tempat Imam Lebih Tinggi dari Makmum, Bolehkah?
Terkadang di beberapa masjid maupun musholla kita menemukan posisi imam lebih tinggi dari posisi makmum. Foto/dok Arizah Channel
A A A
Tempat imam (mihrab) lebih tinggi dari makmum sering dipertanyakan apakah hukumnya boleh atau tidak. Terkadang di beberapa masjid maupun musholla kita menemukan posisi imam lebih tinggi dari posisi makmum.

Pengurus masjid ada yang menumpuk sajadah sehingga lebih tinggi, ada pula yang sengaja meninggikan lantainya. Bagaimana pandangan syariat terhadap hal ini? Menurut Ustaz Farid Nu'man Hasan, jika posisi imam lebih tinggi di atas posisi makmum, maka hukumnya makruh. Lebih tinggi dalam arti benar-benar tinggi.


Apbila sekadar dilapisi tiga sajadah tidak terlalu berpengaruh, apalagi jika postur imamnya pendek, sementara makmumnya bertubuh tinggi. Yang seperti ini tidak mengapa.

Kemakruhan ini berdasarkan hadits berikut:

(نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يقوم الامام فوق شئ والناس خلفه) يعني أسفل منه، رواه الدارقطني وسكت عنه الحافظ في التلخيص

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang imam berdiri di atas sesuatu sedangkan makmum ada di belakangnya, yakni di bawahnya. (HR Ad Daruquthni, Al Hafizh mendiamkannya dalam At Talkhish)

Kata "fauqa" (di atas) menunjukkan ketinggian yang begitu tinggi.

Riwayat lain:

وعن همام ابن الحارث أن حذيفة أم الناس بالمدائن على دكان فأخذ أبو مسعود بقميصه فجبذه فلما فرغ من صلاته قال: ألم تعلم أنهم كانوا ينهون عن ذلك؟ قال: بلى، فذكرت حين جذبتني

Dari Hamam bin Al Harits, bahwa Hudzaifah mengimami manusia di daerah Madaain di atas ketinggian, maka Abu Mas'ud menarik gamisnya, dan setelah sholat usai dia berkata: "Apakah kamu tidak tahu bahwa mereka dilarang seperti ini?" Hudzaifah menjawab: "Ya, aku baru ingat saat setelah kamu menarik gamisku." (HR. Abu Daud, Asy-Syafi'iy, Al Baihaqiy. Dishahihkan oleh Al Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah)

Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan: "Dimakruhkan bagi imam berdiri lebih tinggi dari makmum."

Tapi jika lebih tinggi untuk keperluan mengajarkan makmum maka hal itu tidak apa-apa. Syekh Sayyid Sabiq melanjutkan:

فإن كان للامام غرض من ارتفاعه على المأموم فإنه لا كراهة حينئذ، فعن سهل بن سعد الساعدي قال: (رأيت النبي صلى الله عليه وسلم جلس على المنبر أول يوم وضع فكبر وهو عليه ثم ركع ثم نزل القهقهري وسجد في أصل المنبر ثم عاد فلما فرغ أقبل عن الناس فقال: (أيها الناس إنما صنعت هذا لتأتموا بي ولتتعلموا صلاتي) رواه أحمد والبخاري ومسلم

Jika ketinggian imam itu ada maksud tertentu kepada makmum maka saat itu tidak makruhkan.

Dari Sahl bin Sa'ad As Sa'idiy dia berkata: "Aku melihat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam duduk di atas mimbar di hari pertama mimbar itu diletakkan. Di atasnya Dia bertakbir lalu ruku', lalu beliau turun dan mundur, kemudian sujud di terasnya mimbar lalu beliau kembali (ke mimbar), lalu menghadap ke manusia dan bersabda:

"Wahai manusia, aku lakukan seperti tadi tidak lain hanyalah agar kalian ikuti dan untuk mengajarkan sholatku" . (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)



Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2508 seconds (0.1#10.140)