Siapa yang Lebih Berhak Menjadi Imam Sholat?
loading...
A
A
A
Dalam bahasa Arab, kata imam bisa mengacu kepada dua pengertian. Pertama adalah imam sughra dan kedua adalah imam kubra. Yang dimaksud dengan imam sughra adalah imam dalam shalat berjamaah. Sedangkan imam kubra artinya pemimpin atau kepala negara.
Yang dimaksud dengan imam dalam shalat adalah orang yang shalatnya diikuti orang lain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam syariah. (Ibnu Abdin dalam Kitab Hasyiyah)
Pertanyaannya, siapakah yang lebih berhak menjadi imam shalat ? Siapa yang harus didahulukan? Berikut penjelasan Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Isnan Ansory MA .
1. Lebih Paham Fiqih
Jumhur ulama yaitu Mazhab Hanafi, Maliki danSyafi'i lebih mendahulukan orang yang afqah, yaitu lebih mengerti ilmu fiqih, khususnya fiqih shalat untuk menjadi imam shalat berjamaah daripada orang lebih yang fasih dalam bacaan ayat Al-Qur'an.
Dasarnya adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika berhalangan shalat berjamaah pada detik-detik menjelang wafatnya, beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu yang kapasitasnya lebih faqih dalam urusan agama, dibanding sahabat lain untuk menggantikannya menjadi imam shalat berjamaah.
Padahal saat itu ada banyak sahabat beliau yang bacaannya jauh lebih fasih, seperti Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu. Bahkan Rasulullah mengakui bahwa Ubay bin Kaab adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qur'an-nya.
أَقْرَؤُكُمْ أُبَيٌّ
"Orang yang paling fasih bacaannya di antara kalian adalah Ubay." (HR Tirmizy)
Dan hal yang sama juga diakui oleh banyak sahabat Nabi, di antaranya pengakuan Abu Said Al-Khudhri. Beliau menyatakan: "Abu Bakar adalah orang yang paling tinggi ilmunya di antara kita semua".
Namun beliau tidak meminta Ubay bin Kaab yang menggantikan posisi dirinya sebagai imam shalat berjamaah di Masjid Nabawi saat itu. Justru beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq yang notabene adalah orang yang paling paham ilmu agama dan syariah Islam.
2. Lebih Fasih
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa orang yang lebih berhak menjadi imam salat berjamaah adalah orang bacaannya lebih fasih. Mazhab ini menomorsatukan kefasihan bacaan Al-Qur'an ketimbang keluasan dan kedalaman ilmu fiqih.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah berikut:
إِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإْمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ
"Bila ada tiga orang, maka salah satu dari mereka menjadi imam. Dan orang yang lebih berhak menjadi imam adalah yang lebih aqra' di antara mereka." (HR Muslim dan Ahmad)
Jika para jamaah punya kemampuan yang setaraf, lalu pertimbangan apalagi yang harus dijadikan dasar? Berikut sabda Rasulullah :
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنًّا وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُل الرَّجُل فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
"Yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah orang yang lebih aqra' pada kitabullah. Bila peringkat mereka sama dalam masalah qiraat, maka yang lebih paham dengan sunnah. Bila peringkat mereka sama, maka yang lebih dahulu berangkat hijrah. Bila peringkat mereka sama, maka yang lebih banyak usianya. Namun janganlah seorang menjadi imam buat orang lain di wilayah kekuasaan orang lain itu, jangan duduk di rumahnya kecuali dengan izinnya. (HR Muslim)
3. Yang Punya Wilayah
Hadis di atas juga mengisyaratkan bahwa orang yang menjadi penguasa suatu wilayah, baik negara, provinsi, daerah, kampung dan bahkan rumah tangga, bila berhak menjadi imam. Tentu bila dalam hal kefaqihan dan kefasihan punya derajat yang sama.
Wallahu A'lam
Yang dimaksud dengan imam dalam shalat adalah orang yang shalatnya diikuti orang lain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam syariah. (Ibnu Abdin dalam Kitab Hasyiyah)
Pertanyaannya, siapakah yang lebih berhak menjadi imam shalat ? Siapa yang harus didahulukan? Berikut penjelasan Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Isnan Ansory MA .
1. Lebih Paham Fiqih
Jumhur ulama yaitu Mazhab Hanafi, Maliki danSyafi'i lebih mendahulukan orang yang afqah, yaitu lebih mengerti ilmu fiqih, khususnya fiqih shalat untuk menjadi imam shalat berjamaah daripada orang lebih yang fasih dalam bacaan ayat Al-Qur'an.
Dasarnya adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika berhalangan shalat berjamaah pada detik-detik menjelang wafatnya, beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu yang kapasitasnya lebih faqih dalam urusan agama, dibanding sahabat lain untuk menggantikannya menjadi imam shalat berjamaah.
Padahal saat itu ada banyak sahabat beliau yang bacaannya jauh lebih fasih, seperti Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu. Bahkan Rasulullah mengakui bahwa Ubay bin Kaab adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qur'an-nya.
أَقْرَؤُكُمْ أُبَيٌّ
"Orang yang paling fasih bacaannya di antara kalian adalah Ubay." (HR Tirmizy)
Dan hal yang sama juga diakui oleh banyak sahabat Nabi, di antaranya pengakuan Abu Said Al-Khudhri. Beliau menyatakan: "Abu Bakar adalah orang yang paling tinggi ilmunya di antara kita semua".
Namun beliau tidak meminta Ubay bin Kaab yang menggantikan posisi dirinya sebagai imam shalat berjamaah di Masjid Nabawi saat itu. Justru beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq yang notabene adalah orang yang paling paham ilmu agama dan syariah Islam.
2. Lebih Fasih
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa orang yang lebih berhak menjadi imam salat berjamaah adalah orang bacaannya lebih fasih. Mazhab ini menomorsatukan kefasihan bacaan Al-Qur'an ketimbang keluasan dan kedalaman ilmu fiqih.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah berikut:
إِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإْمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ
"Bila ada tiga orang, maka salah satu dari mereka menjadi imam. Dan orang yang lebih berhak menjadi imam adalah yang lebih aqra' di antara mereka." (HR Muslim dan Ahmad)
Jika para jamaah punya kemampuan yang setaraf, lalu pertimbangan apalagi yang harus dijadikan dasar? Berikut sabda Rasulullah :
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنًّا وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُل الرَّجُل فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
"Yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah orang yang lebih aqra' pada kitabullah. Bila peringkat mereka sama dalam masalah qiraat, maka yang lebih paham dengan sunnah. Bila peringkat mereka sama, maka yang lebih dahulu berangkat hijrah. Bila peringkat mereka sama, maka yang lebih banyak usianya. Namun janganlah seorang menjadi imam buat orang lain di wilayah kekuasaan orang lain itu, jangan duduk di rumahnya kecuali dengan izinnya. (HR Muslim)
3. Yang Punya Wilayah
Hadis di atas juga mengisyaratkan bahwa orang yang menjadi penguasa suatu wilayah, baik negara, provinsi, daerah, kampung dan bahkan rumah tangga, bila berhak menjadi imam. Tentu bila dalam hal kefaqihan dan kefasihan punya derajat yang sama.
Wallahu A'lam
(rhs)