Orang Mati Disiksa karena Tangisan Orang yang Hidup
loading...
A
A
A
Ketika Umar bin Khattab r.a. ditikam, Shuhaib masuk ke rumah Umar sambil menangis dan berseru, “Duh malangnya saudaraku, duh malangnya sahabatku!”
Umar berkata, “Hai Shuhaib, apa kau menangis karena aku, padahal Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh orang mati diazab karena tangisan keluarganya.”
Aisyah r.a. mengingkari bahwa Rasulullah SAW mengatakan hal itu. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Ibn Abbas menuturkan kepada Aisyah apa yang dikatakan Umar, setelah Umar wafat. Aisyah menyahut, “Semoga Allah memberi rahmat kepada Umar! Demi Allah, Rasulullah SAW tidak memberitakan bahwa Allah akan menyiksa seorang mukmin hanya karena keluarganya menangisinya, tetapi Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh Allah akan menambah azab kepada orang kafir karena keluarganya menangisinya.' Cukuplah bagi kalian Al-Quran, Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (QS Fathir: 18).”
Hadis diriwayatkan oleh Bukhari, bab "Jenazah", subbab “Sabda Nabi saw.: Mayat Diazab Karena Keluarganya Menangisinya”. Lihat Fath al-Bari, II, h. 151. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim. Lihat Jami" alUshud, XL, h. 92
Aisyah memberikan lebih dari satu penakwilan terhadap hadis Umar tersebut. Hal ini terdapat dalam kitab-kitab Shahih dan Sunan?
Buku Ensiklopedia Kiamat karya Dr. Umar Sulaiman al Asygar menjelaskan di sini ada dua permasalahan. Pertama, apakah Nabi SAW benar mengucapkan hadis tersebut Al-Qurthubi mengatakan, “Pengingkaran Aisyah dan anggapan bahwa perawi itu salah, lupa atau mendengar dari sebagian saja dan tidak mendengar sebagian lainnya, sungguh jauh. Sebab, para sahabat yang meriwayatkan makna hadis ini banyak. Karena itu, tak ada alasan untuk menolaknya bila ada kemungkinan menafsirkannya dengan benar.” (Fah al-Bari, III, h. 154)
Kedua, bagaimana ia diazab karena keluarga menangisinya padahal itu bukan perbuatannya. Allah berfirman, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”!
Para ulama memberikan beberapa jawaban mengenai hal ini. Yang terbaik di antaranya adalah jawaban Bukhari. Beliau berkata, “Maksud ucapan Nabi SAW bahwa orang mati diazab karena ia ditangisi ialah jika tangisan itu termasuk kebiasaannya, sehingga keluarganya mengikuti. Allah Swt. berfirman, Peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka” (QS at-Tahrim: 6)
Baca juga: Kuburan Busuk Abu Lahab: Begini Bengisnya Keluarga Si Gendut Ini kepada Nabi SAW
Nabi bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.' Jika bukan kebiasaannya, maka seperti kata Aisyah, "Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain " (QS Fathir: 18)
Di antara ulama yang berpendapat seperti Bukhari adalah Imam Tirmidzi. Beliau meriwayatkan hadis dari Umar dengan redaksi: “Orang mati diazab karena keluarganya menangisinya.”
Beliau mengatakan, “Hadis Umar berderajat hasan sahih. Segolongan ulama menilai makruh menangisi orang mati. Mereka berkata, “Orang mati diazab karena keluarganya menangisinya. Mereka berpendapat sesuai dengan hadis di atas. Ibn alMubarak berkata, “Kuharap, jika memang beliau (Umar) melarang semasa hidupnya, hal itu tidak menjadi beban atasnya.”
Interpretasi ini juga menjadi pendapat Imam Qurthubi. Beliau berkata:
Sebagian atau mayoritas ulama berpendapat bahwa orang mati diazab karena tangisan keluarganya jika tangisan itu berasal dari kebiasaan dan pilihannya. Seorang penyair berkata:
Jika aku mati, tangisilah aku bersama keluagaku dan pukullah dadamu karena aku, wahai putri kuil.
Begitu juga bila ia mewasiatkan hal itu.
Ratapan, menampar pipi, dan memukul dada adalah kebiasaan jahiliah. “Mereka biasanya mewasiatkan keluarganya untuk menangisi dan meratapi mereka, serta mengumumkan kematian. Hal itu merupakan kebiasaan mereka yang terkenal dan terdapat dalam bait-bait puisi mereka. Karenanya, si orang mati itu pantas mendapat siksa, disebabkan permintaannya kepada keluarganya semasa hidupnya,” demikian kata Ibn al-Atsir.
Kata-kata Bukhari sebaiknya diperhatikan, “Orang mati diazab karena sebagian tangisan keluarganya.” Jadi, ia tidak diazab oleh setiap tangisan. Tangisan yang air matanya mengalir, tanpa merobek baju dan menampar pipi, tidak mengakibatkan si mati disiksa. Ada banyak nas yang mendukung pernyataan ini.
Ibn Taimiyah disodorkan masalah ini. Beliau menganggap lemah pendapat Bukhari, Qurthubi, Ibn Abdul Barr, dan lain-lain dalam menginterpretasikan hadis-hadis yang menyatakkan bahwa orang mati diazab karena tangisan keluarganya yang masih hidup. Beliau mengatakan setelah menuturkan nas-nas mengenai hal itu:
Beberapa golongan dari ulama salaf dan khalaf mengingkari hal itu dan meyakini bahwa itu termasuk mengazab manusia karena dosa orang lain. Itu bertentangan dengan ayat, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain “ Pendapat mereka tentang hadis-hadis sahih itu bermacam-macam.
Umar berkata, “Hai Shuhaib, apa kau menangis karena aku, padahal Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh orang mati diazab karena tangisan keluarganya.”
Aisyah r.a. mengingkari bahwa Rasulullah SAW mengatakan hal itu. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Ibn Abbas menuturkan kepada Aisyah apa yang dikatakan Umar, setelah Umar wafat. Aisyah menyahut, “Semoga Allah memberi rahmat kepada Umar! Demi Allah, Rasulullah SAW tidak memberitakan bahwa Allah akan menyiksa seorang mukmin hanya karena keluarganya menangisinya, tetapi Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh Allah akan menambah azab kepada orang kafir karena keluarganya menangisinya.' Cukuplah bagi kalian Al-Quran, Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (QS Fathir: 18).”
Hadis diriwayatkan oleh Bukhari, bab "Jenazah", subbab “Sabda Nabi saw.: Mayat Diazab Karena Keluarganya Menangisinya”. Lihat Fath al-Bari, II, h. 151. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim. Lihat Jami" alUshud, XL, h. 92
Aisyah memberikan lebih dari satu penakwilan terhadap hadis Umar tersebut. Hal ini terdapat dalam kitab-kitab Shahih dan Sunan?
Buku Ensiklopedia Kiamat karya Dr. Umar Sulaiman al Asygar menjelaskan di sini ada dua permasalahan. Pertama, apakah Nabi SAW benar mengucapkan hadis tersebut Al-Qurthubi mengatakan, “Pengingkaran Aisyah dan anggapan bahwa perawi itu salah, lupa atau mendengar dari sebagian saja dan tidak mendengar sebagian lainnya, sungguh jauh. Sebab, para sahabat yang meriwayatkan makna hadis ini banyak. Karena itu, tak ada alasan untuk menolaknya bila ada kemungkinan menafsirkannya dengan benar.” (Fah al-Bari, III, h. 154)
Kedua, bagaimana ia diazab karena keluarga menangisinya padahal itu bukan perbuatannya. Allah berfirman, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”!
Para ulama memberikan beberapa jawaban mengenai hal ini. Yang terbaik di antaranya adalah jawaban Bukhari. Beliau berkata, “Maksud ucapan Nabi SAW bahwa orang mati diazab karena ia ditangisi ialah jika tangisan itu termasuk kebiasaannya, sehingga keluarganya mengikuti. Allah Swt. berfirman, Peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka” (QS at-Tahrim: 6)
Baca juga: Kuburan Busuk Abu Lahab: Begini Bengisnya Keluarga Si Gendut Ini kepada Nabi SAW
Nabi bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.' Jika bukan kebiasaannya, maka seperti kata Aisyah, "Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain " (QS Fathir: 18)
Di antara ulama yang berpendapat seperti Bukhari adalah Imam Tirmidzi. Beliau meriwayatkan hadis dari Umar dengan redaksi: “Orang mati diazab karena keluarganya menangisinya.”
Beliau mengatakan, “Hadis Umar berderajat hasan sahih. Segolongan ulama menilai makruh menangisi orang mati. Mereka berkata, “Orang mati diazab karena keluarganya menangisinya. Mereka berpendapat sesuai dengan hadis di atas. Ibn alMubarak berkata, “Kuharap, jika memang beliau (Umar) melarang semasa hidupnya, hal itu tidak menjadi beban atasnya.”
Interpretasi ini juga menjadi pendapat Imam Qurthubi. Beliau berkata:
Sebagian atau mayoritas ulama berpendapat bahwa orang mati diazab karena tangisan keluarganya jika tangisan itu berasal dari kebiasaan dan pilihannya. Seorang penyair berkata:
Jika aku mati, tangisilah aku bersama keluagaku dan pukullah dadamu karena aku, wahai putri kuil.
Begitu juga bila ia mewasiatkan hal itu.
Ratapan, menampar pipi, dan memukul dada adalah kebiasaan jahiliah. “Mereka biasanya mewasiatkan keluarganya untuk menangisi dan meratapi mereka, serta mengumumkan kematian. Hal itu merupakan kebiasaan mereka yang terkenal dan terdapat dalam bait-bait puisi mereka. Karenanya, si orang mati itu pantas mendapat siksa, disebabkan permintaannya kepada keluarganya semasa hidupnya,” demikian kata Ibn al-Atsir.
Kata-kata Bukhari sebaiknya diperhatikan, “Orang mati diazab karena sebagian tangisan keluarganya.” Jadi, ia tidak diazab oleh setiap tangisan. Tangisan yang air matanya mengalir, tanpa merobek baju dan menampar pipi, tidak mengakibatkan si mati disiksa. Ada banyak nas yang mendukung pernyataan ini.
Ibn Taimiyah disodorkan masalah ini. Beliau menganggap lemah pendapat Bukhari, Qurthubi, Ibn Abdul Barr, dan lain-lain dalam menginterpretasikan hadis-hadis yang menyatakkan bahwa orang mati diazab karena tangisan keluarganya yang masih hidup. Beliau mengatakan setelah menuturkan nas-nas mengenai hal itu:
Beberapa golongan dari ulama salaf dan khalaf mengingkari hal itu dan meyakini bahwa itu termasuk mengazab manusia karena dosa orang lain. Itu bertentangan dengan ayat, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain “ Pendapat mereka tentang hadis-hadis sahih itu bermacam-macam.