Kisah Selimut Kumal dan Kesederhaaan Ali Bin Abu Thalib

Sabtu, 06 Maret 2021 - 19:32 WIB
loading...
Kisah Selimut Kumal dan Kesederhaaan Ali Bin Abu Thalib
Ilustrasi Ali Bin Abi Thalib/Ist/mhy
A A A
Ali bin Abu Thalib r.a . adalah khalifah yang hidup serba kekurangan secara ekonomi. Harun bin Antarah menceritakan penyaksian ayahnya dengan mengatakan: "Pada suatu hari aku datang ke rumah Ali bin Abu Thalib. Ia sedang duduk di balai-balai berselimut kain kumal. Waktu itu musim dingin. Kukatakan kepadanya: "Ya Amiral Mukminin, Allah telah memberi hak kepada anda dan kepada keluarga anda untuk menerima sebagian dari harta Baitul Mal. Mengapa anda berbuat seperti itu terhadap diri anda sendiri?"

"Demi Allah," sahut Ali bin Abu Thalib r.a., "Aku tidak mau mengurangi hak kalian walau sedikit. Ini adalah selimut yang kubawa sewaktu keluar meninggalkan Madinah."



Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menyebut 'Ashim bin Ziyad pernah bertanya kepada Ali bin Abu Thalib r.a.: "Ya Amiral Mukminin, pakaian anda itu terlalu kasar dan makanan anda pun terlampau buruk! Mengapa anda berbuat seperti itu?"

"Celaka benar engkau itu," jawab Ali bin Abu Thalib r.a. "Allah SWT mewajibkan para pemimpin supaya menempatkan dirinya masing-masing di bawah ukuran orang lain, agar tidak sampai memperkosa penderitaan si miskin."

Suwaid bin Ghaflah juga menyaksikan cara hidup Ali bin Abu Thalib r.a. Ia menceritakan penyaksiannya sendiri: "Pada suatu hari aku datang ke rumah Ali bin Abu Thalib. Di dalamnya tidak terdapat perkakas apapun selain selembar tikar yang sudah koyak. Ia sedang duduk di tempat itu. Aku segera bertanya setengah mengingatkan: 'Ya Amiral Mukminin, mengapa rumah anda seperti ini? Anda adalah seorang penguasa kaum muslimin, yang memerintah mereka dan yang menguasai Baitul Mal. Banyak utusan datang menghadap anda, sedang di rumah anda ini tidak ada perkakas selain tikar'…"

"Ya Suwaid," jawab Ali bin Abu Thalib r.a., "dalam rumah yang bersifat sementara ini tidak perlu ada perkakas, sebab di depan kita ada rumah yang kekal. Semua perkakas sudah kami pindahkan ke sana, dan tak lama lagi kami akan kembali ke sana."

Harun bin Sa'id juga menceritakan penyaksiannya, bahwa pada suatu hari Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib datang kepada Ali bin Abu Thalib untuk meminta pertolongan. Abdullah berkata: "Ya Amiral Mukminin, suruhlah orang mengambilkan uang dari Baitul Mal bekal belanja untukku. Demi Allah, aku tidak mempunyai uang sama sekali selain harus menjual ternakku."

"Tidak," jawab Ali bin Abu Thalib r.a., "demi Allah, aku tidak dapat memberi apa-apa kepadamu, kecuali jika engkau menyuruh pamanmu mencuri agar bisa memberi apa yang kau minta."

Ali bin Abu Thalib r.a. memperlakukan semua sanak keluarganya dengan perlakuan sama seperti terhadap orang lain. Ia tidak mengistimewakan mereka dengan pemberian apa pun juga, dan tidak pula memberikan fasilitas khusus betapa pun kecilnya. Olehnya, semua sanak keluarga dilatih dan dipersiapkan mentalnya supaya membiasakan diri berakhlak seperti dirinya. Bahkan kadang-kadang ia mengambil sikap keras dalam membiasakan mereka hidup menurut cara-cara yang diajarkan.

Muslim bin Shahib Al Hanna meriwayatkan, bahwa seusai perang "Jamal" Ali bin Abu Thalib r.a. pergi ke Kufah. Di sana ia masuk ke dalam Baitul Mal sambil berkata: "Hai dunia, rayulah orang selain aku!"

Ia lalu membagi-bagikan semua yang ada di dalamnya kepada orang banyak. Waktu itu datang anak perempuan Al Hasan atau Al Husein r.a. lalu turut mengambil sesuatu dari Baitul Mal. Melihat itu Ali bin Abu Thalib mengikuti cucunya dari belakang, kemudian genggaman anak perempuan itu dibuka dan diambillah barang yang sedang dipegang.

Kami katakan kepadanya: "Ya Amiral Mukminin, biarlah! Dia mempunyai hak atas barang itu!"

Ternyata Ali bin Abu Thalib menjawab: "Jika ayahnya sendiri yang mengambil hak itu, barulah ia boleh memberikan kepada anak ini sesuka hatinya!"

Sejak sebelum memangku jabatan Khalifah, Ali bin Abu Thalib pada prinsipnya memang tidak suka melihat banyak kekayaan kaum muslimin tertimbun dalam Baitul Mal. Sebuah catatan sejarah yang ditulis oleh Abu Ja'far At Thabariy mengatakan, bahwa dalam suatu musyawarah Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. meminta pertimbangan tentang bagaimana sebaiknya yang perlu dilakukan terhadap harta benda yang ada di dalam Baitul Mal.

Dalam musyawarah itu Ali bin Abu Thalib r.a. mengemukakan pendapatnya: "Sebaiknya harta yang sudah terkumpul itu dibagikan saja tiap tahun dan tidak usah disisakan sedikitpun."

Kejujuran dan keadilan seorang yang hidup zuhud, takwa dan tekun beribadah seperti Ali bin Abu Thalib r.a. itu memang sukar sekali dijajagi. Keistimewaan hukum yang berlaku pada masa pemerintahannya ialah persamaan hak dan kewajiban bagi semua orang.

Kebijaksanaannya tidak berat sebelah kepada pihak yang kuat dan tidak merugikan pihak yang lemah. Tanah-tanah garapan yang pada masa pemerintahan sebelumnya dibagi-bagikan kepada sanak famili dan orang-orang terkemuka yang dekat dengan para penguasa Bani Umayyah, dicabut dan dikembalikan kepada status semula sebagai milik umum kaum muslimin.

Setelah itu barulah dibagi-bagikan lagi kepada orang-orang yang berhak berdasarkan prinsip persamaan. Mengenai kekayaan milik umum kaum muslimin, Ali bin Abu Thalib r.a. sendiri dengan tegas menyatakan kebijaksanaannya: "Demi Allah, seandainya ada sebagian dari kekayaan itu yang sudah dipergunakan orang untuk biaya pernikahan atau untuk membeli hamba sahaya perempuan, pasti aku tuntut pengembaliannya!"

Dijelaskan pula olehnya: "Sesungguhnya keadilan itu sudah merupakan kesejahteraan. Maka barang siapa masih merasakan kesempitan di dalam suasana adil, ia pasti akan merasa lebih sempit lagi dalam suasana zalim."

Di antara beberapa pesan yang diamanatkannya kepada para penguasa daerah ialah: "Berlakulah adil terhadap semua orang. Sabarlah dalam menghadapi orang-orang yang hidup kekurangan, sebab mereka itu sesungguhnya adalah juru bicara rakyat. Janganlah kalian menahan-nahan kebutuhan seseorang dan jangan pula sampai menunda-nunda permintaannya. Untuk keperluan melunasi pajak janganlah sampai ada orang yang terpaksa menjual ternak atau hamba sahaya yang diperlukan sebagai pembantu dalam pekerjaan. Janganlah sekali-kali kalian mencambuk seseorang hanya karena dirham!"
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3853 seconds (0.1#10.140)