Bisakah Tidak Puasa Karena Wabah Corona Diganti dengan Fidyah?

Sabtu, 18 April 2020 - 18:10 WIB
loading...
Bisakah Tidak Puasa Karena  Wabah Corona Diganti dengan Fidyah?
Bila memang dalam kondisi kerja seperti ini membahayakan jiwanya jika tidak makan, maka kepada mereka diberi keringanan. Foto/Ist
A A A
PENGASUH Pondok Pesantren Ora Aji, KH Miftah Maulana Habiburrahman atau yang populer dipanggil Gus Miftah, kembali menyorot isu terkini terkait masalah agama. Ini kali, kyai nyentrik ini menanggapi usulan seseorang yang kini sedang viral di media sosial agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa mengeluarkan fatwa, puasa diganti dengan membayar fidyah dengan dalih ada wabah virus corona baru (covid-19)

Gus Miftah mengaku tak habis pikir dengan usulan seperti itu. Si pengusul berdalih di saat wabah corona puasa bisa diganti dengan membayar fidyah. "Saya kok gagal paham ya. Justru hari ini banyak yang kesulitan ekonomi, kalau kemudian nggak usaha puasa lalu dibayar dengan fidyah. Bayar dari mana?" tanyanya dalam video yang ia posting pada akun @gusmiftah di Instagram, Sabtu (18/4/2020).

Dispensasi
Islam telah mewajibkan puasa bagi orang-orang beriman. Namun ada beberapa orang yang boleh meninggalkan puasa. Salah satunya adalah orang yang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran bahwa orang sakit mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa: "Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan maka menggantinya di hari lain" (QS Al-Baqarah: 85)

Kedua, Musafir.
Orang yang melakukan perjalanan jauh, juga mendapat dispensasi serupa sebagaimana ayat di atas.

Ketiga, Tidak mampu.
Konotasi tidak mampu dikerucutkan oleh para ulama kepada orang yang sudah tua renta dan orang yang sakit dan tidak kunjung sembuh. Maka bagi mereka cukup memberi fidyah setiap harinya kepada orang miskin.

Allah Ta'ala berfirman: “Dan bagi orang yang tidak kuat/mampu, wajib bagi mereka membayar fidyah yaitu memberi makan orang miskin.” (QS Al-Baqarah)

Keempat, hamil dan menyusui.
Ibu hamil dan menyusui termasuk mendapatkan dispensasi, tapi tetap ada aturan mainnya. Ketentuannya adalah jika bumil dan busui tidak puasa karena sebab khawatir kepada dirinya saja maka kewajibannya hanya qadha puasa saja.

Kemudian jika ibu-ibu tidak bisa puasa karena alasan khawatir kepada dirinya dan bayinya sekaligus maka kewajibannya hanya qadha puasa saja. Tapi jika mereka tidak puasanya karena alasan khawatir bayinya saja maka kewajibannya qadha puasa dan bayar fidyah.

Kelima, pekerja keras.
Firman Arifandi, dalam buku berjudul Nastar (Nanya-nanya Seputar Ramadhan), berpendapat di zaman sekarang ada kasus dimana orang-orang karena tuntutat pekerjaan harus bekerja super berat seperti kuli bangunan, kuli angkut di pelabuhan dan lain-lain yang membutuhkan tenaga super ekstra dibanding yang kerja di ruangan ber-AC.

Bila memang dalam kondisi kerja seperti ini membahayakan jiwanya jika tidak makan, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain.

"Meskipun begitu, ada yang berpendapat bahwa dia tidak lantas sudah bisa memulai pagi dengan sarapan nasi goreng plus kopi hitam. Dia tetap harus berusaha imsak hingga nanti terasa lelahnya, dia baru dipersilahkan untuk makan," ujarnya.

Virus
Kacaunya negeri ini, menurut Gus Miftah, bukan hanya karena virus corona, tapi karena ada dua virus yang mewabah di sekitar agama. Pertama, virus orang idiot tidak paham agama tapi ikut-ikutan bicara agama. Kedua, virus menjadikan agama sebagai komoditas politik.

Orang yang mengusulkan puasa ditiadakan di tengah pandemi corona juga berdalih dengan alasan kesehatan. Maka menurut Gus Miftah, Rasulullah bersabda, "Berpuasalah kamu maka kamu akan sehat".
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2025 seconds (0.1#10.140)