Dakwah sebagai Media Pemersatu Ummat

Selasa, 13 April 2021 - 17:50 WIB
loading...
Dakwah sebagai Media Pemersatu Ummat
Dakwah sebagai Media Pemersatu Ummat/Dompet Dhuafa
A A A
Ustaz Awang Ridwan Suhaedi menjelaskan bahwa Dakwah yang berarti panggilan, seruan dan ajakan untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, yang pastinya harus sesuai dengan garis akidah, syariat dan akhlak.

Kata dakwah yang sering dirangkaikan dengan kata ilmu dan kata islam sehingga menjadi “Ilmu Dakwah” dan Ilmu Islam” atau ad-Dakwah al-Islamiyah, Rasulullah SAW memulai dakwahnya dari istri, keluarga, dan teman teman terdekatnya hingga raja -raja yang berkuasa saat itu. Dan diantara raja – raja tersebut adalah Raja Najasyi (Ethiopia) yang berasal dari Syam, Kaisar Heraklius yang berasal dari Byzantium, Kisra yang berasal dari Persia (Iran). Dan Rasulullah pun mengajarkan kepada kita semua orang – orang muslim agar selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara yang baik dan benar, seperti apa yang dikatakan Allah dalam Al Quran.

وَلْتكُنِ مِنْكُمْ اُمَّةُ يَدْعُوْنَ اِلَى الخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِهُوْنَ.

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itu lah orang-orang yang beruntung (QS.Ali Imran :104).

Ustadz Awang juga menjalaskan metode dakwah yang harus dimiliki seorang dai terbagi darisegi kuantitas target dakwahnya. Pertama adalah Dakwah Fardiah yaitu Metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalma jumlah yang kecil dan terbatas.



Kedua adalah Dakwah Ammah yakni jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khutbah (pidato).

Dan di antara metode berdakwah adalah Metode dakwah Bit thoriqil Hikmah ( Dengan Kebijaksanaan )

Dijelaskan dalam tafsir Al-Muyassar dan tafsir Qur’nul Adzim bahwa bit thoriqil hikmah adalah jalan lurus yang telah di berikan Allah kepada semua manusia yaitu Al-Qur’an

dan As-Sunnah. Kemudian dijelaskan juga al-hikmah adalah hendalah bercakap-cakap dan berbicara dengan bahasa yang dimengerti oleh orang diajak bicara.

Oleh karena itu bagi para penyeru atau dai, setiap ucapan dan perkataan yang dilontarkan haruslah berlandaskan Al-qur’an dan Sunnah, terlebih pada sikap dan tingkah lakunnya haruslah sesuai dan cocok dengan ajaran-ajaran Al-qur’an dan

Sunnah. Karena setiap ucapan, perkataan, sikap, dan tingkah laku seorang dai itu akan selalu di lihat dan di pantau oleh orang lain untuk kemudian di jadikan teladan bagi mereka.

Begitu pula bagi seorang dai hendaklah memahami keadaan yang diajak bicara termasuk menggunakan bahasa yang dipahami oleh yang di ajak bicara, agar apa yang disampaikan dapat dimengerti dan dipahami. Dengan pemahaman yang demikian, maka dakwah yang di sampaikan akan lebih berkesan dan berhasil dengan baik.

Metode dakwah Mauidhotil Hasanah ( Dengan nasehat yang baik )

Dijelaskan dalam tafsir al-muyassar bahwa “al-mauidah khasanah” adalah memberi nasihat yang baik sehingga orang akan suka kepada kebaikan dan menjahui kejelekan. Sedangkan tafsir qur’anul adhim menjelaskan bahwa “al-mauidah khasanah adalah memberi nasehat menggunakan perasaan hati dan memahami konteks keadaan, agar mereka menjadi takut dengan siksaan Allah SWT.

Keterangan ini memberikan pelajaran bagi setiap penyeru (dai) bahwa dalam menyampaikan dan memberi nasehat hendaklah dengan cara yang baik dan yang sesuai dengan keadaan mereka, tidak semata-mata hanya keinginan sendiri dan disukai, tapi hendaklah melihat siapa yang di ajak berbincang, termasuk menggunakan perasaan bila perlu.

Artinya seorang dai hendaknya juga memahami psikologi yang di ajak bicara atau mad’u. Sehingga dengan memahami keadaan dan psikologi mereka seorang dai akan mempertimbangkan terlebih dahulu perkataan yang akan di sampaikan, mana yang harus disampaikan dan mana yang tidak hearus disampaikan. Karena keadaan orang maupun masyarakat itu berbeda-beda maka berbeda pula pola berpikir dan pemahamannya, dan ini tidak bisa di samakan.

Metode dakwah Wajadilhum Bil Lati Hiya Ahsan ( Berdebat dengan cara yang baik )

Dijelaskan dalam tafsir al-muyassar “wajadilhum bil lati hiya ahsan” adalah berdebat dengan cara lemah lembut dan rasa kasih sayang. Sedangkan makna “ wajadilhum bil lati hiya ahsan” dalam tafsir qur’anul adhim adalah jika ada orang yang berhujjah atau mengajak berdebat hendaklah melawan dengan raut muka yang manis, sikap yang lembut, dan ucapan yang baik.

Jama’ah pendengar setia Majelis Ta’lim Online yang dirahmati Allah SWT , perlu diingat bagi kita semua bahwasanya Rasulullah pun tidak pernah diutus untuk mengajarkan kepada kita semua untuk mudah berprilaku keras kepada para murid kita tanpa adanya sebab yang jelas , di hadist nabi yang berbunyi :
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3301 seconds (0.1#10.140)