Langgar Gipo, Tempat Diskusi Ulama NU hingga Soekarno

Selasa, 20 April 2021 - 19:28 WIB
loading...
Langgar Gipo, Tempat Diskusi Ulama NU hingga Soekarno
Langgar Gipo di Kota Surabaya dulu sering dijadikan sebagai tempat pertemuan para tokoh nasional seperti HOS Tjokroaminoto dan Ir Soekarno bersama tokoh NU. Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Siang itu, cuaca Surabaya cukup panas. Suhunya mencapai 37 derajat celcius. Sejumlah remaja tampak sedang tiduran di sebuah musala. Sekilas, musala yang berada di Kalimas Udik tampak bersih, meski usianya sudah mencapai ratusan tahun. Ya, itu adalah musala atau Langgar Gipo .

Baca juga: Masjid Besar Ujungberung, Pusat Syiar Islam Kota Bandung Tempo Dulu

Tak lama kemudian, memasuki waktu salat dzuhur. Mereka kemudian bangun dan mengambil air wudhu. Salah seorang lainnya mengumandangkan adzan. Tak lama kemudian, seorang pemuda datang dan akan bertugas menjadi imam. Selanjutnya, mereka menunaikan salat dhuhur berjamaah.

Baca juga: Masjid Cheng Ho, Seperti Pagoda dan Filosofi Kakbah serta Perjalanan Wali Songo

Tidak ada angka pasti kapan Langgar Gipo dibangun oleh keluarga Sagipoddin. Ada yang menyebut tahun 1700-an. Ada yang menyebut tahun 1834. Sejauh ini belum ditemukan prasasti yang angka tahun berdirinya langgar tersebut. “Musala ini dulu menjadi tempat pergerakan para ulama,” kata Muhammad Choiri, keturunan keenam dari keluarga pendiri Langgar Gipo, Hasan Gipo, saat ditemui di Langgar Gipo.

Langgar Gipo menyimpan arsitektur cukup tinggi. Itu bisa dilihat dari bentuk jendela dan pintu. Di beberapa kayu ada tulisannya. Dari informasi tersebut, Langgar Gipo tercatat dibangun pada 1830. Ada pula catatan di kayu lainnya yang memuat angka 1629. Jika merujuk angka terakhir, berarti usianya lebih dari 300 tahun.

Dibagian belakang langgar, terdapat bunker sebagai tempat persembunyian bagi para pejuang. Diameternya berkisar sekitar 1,5 meter x 1 meter. Bangunan berlantai dua ini, dibagian atas biasa digunakan sebagai tempat pertemuan dan diskusi. Di sudut langgar juga terdapat gentong air yang sudah berusia ratusan tahun. “Langgar Gipo menjadi tempat berdiskusi para ulama saat pendirian Nahdlatul Ulama (NU), Nahdlatul Wathon dan Nahdlatut Tujjar,” kata Choiri.

Sejarah NU di langgar itu berkaitan dengan jejak KH Hasan Gipo. Ulama tersebut merupakan ketua Tanfidziyah NU. Dari tempat itu pula muncul nama besar lainnya seperti KH Mas Mansyur. Konon Langgar Gipo sering dijadikan sebagai tempat pertemuan para tokoh nasional seperti HOS Tjokroaminoto dan Ir Soekarno bersama tokoh NU.

Tidak hanya itu keberadaan anggar ini juga sebagai asrama haji pertama di Surabaya pada tahun 1834 M. Jamaah haji pertama dari Surabaya diberangkatkan dan singgah (tempat transit) dari Langgar Gipo lewat jalur sungai Kalimas.“

Melihat jejak sejarah yang cukup tinggi nilainya, kami merasa prihatin jika keberadaan Langgar Gipo dilupakan dan terabaikan oleh sejarah bangsa ini,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, dari Fraksi PKB, Laila Mufidah.

Saat ini, Langgar Gipo sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Perbaikan bagian yang rusak dilakukan bertahap. Perbaikan juga akan menyentuh bagian lainnya. Misalnya, kayu-kayu penopang atap yang sebagian sudah keropos. Pemkot Surabaya juga mempertimbangkan keamanan bangunan.

“Perbaikan tahap pertama sudah dilakukan. Yakni pemasangan tiang besi untuk memperkuat struktur bangunan. Nanti akan dilanjutkan pada tahap kedua,” tandas Choiri.

Sementara itu, Kabid Bangunan dan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP-CKTR) Surabaya Iman Krestian mengatakan, perbaikan juga akan menyentuh bagian lainnya.

Misalnya, kayu-kayu penopang atap yang sebagian sudah keropos. Pemkot mempertimbangkan keamanan bangunan. Renovasi sudah dilakukan sejak pertengahan tahun lalu. “Revitalisasi langgar akan dilakukan secara maksimal. Pemerintah sudah mendata pernak-pernik yang akan dipasang. Selain lampu, ada papan informasi,” katanya.

Langgar Gipo memiliki banyak keunikan. Selain bentuk bangunannya yang klasik, ada bunker di dekat tempat wudhu. Sejumlah sejarawan telah menelitinya. Konon, ada terowongan besar di dalam bunker yang terhubung sampai Kalimas. Keunikan lain, langgar ini juga memiliki tangga-tangga bangunan. Kondisi tangga kayu masih utuh. Bahkan, tak ada sedikitpun yang keropos. Tangga-tangga itu dirancang rapi dan artistik.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3129 seconds (0.1#10.140)