10 Kebiasaan Rasulullah Dalam Merayakan Idul Fitri

Jum'at, 22 Mei 2020 - 02:52 WIB
loading...
10 Kebiasaan Rasulullah...
Sebagai orang yang beriman, kita dianjurkan meniru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun kita tidak mengetahui maksud dan hikmah dari perbuatan beliau. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Lebaran sebentar lagi. Hiruk pikuk kesibukan menjelang hari nan fitri ini sudah mulai terasa di tengah masyarakat. Mall-mall dan pasar tradisional ramai pengunjung. Bagi kaum muslimin, lebaran atau Idul Fitri merupakan hari kemenangan, setelah 30 hari menjalankan puasa . Kue, pakaian baru, minyak wangi, adalah sebagian dari simbul hari raya itu.

Merayakan Idul Fitri sudah dicontohkan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (saw). Merujuk buku How Did the Prophet & His Companions Celebrate Eid?, Rasulullah saw dan umat Islam pertama kali menggelar perayaan hari raya Idul Fitri pada tahun kedua Hijriyah (624 M) atau usai Perang Badar .



Dari beberapa riwayat disebutkan bahwa ada beberapa hal yang dilakukan Rasulullah saw untuk menyambut dan merayakan hari Idul Fitri.

1. Takbir.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengumandangkan takbir pada malam terakhir Ramadhan hingga pagi hari satu Syawal.

Allah SWT berfirman:

وَلِتُكْمِلُواالْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوااللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangan puasa serta bertakbir (membesarkan) nama Allah atas petunjuk yang telah diberikan-Nya kepadamu, semoga dengan demikian kamu menjadi umat yang bersyukur.” (QS. Al Baqarah : 185)

2. Segera Membayarkan Zakat.
Zakat dalam Islam merupakan salah satu rukun islam yang hukumnya wajib untuk dilaksanakan. Banyak sekali kegunaan zakat bagi orang-orang yang membutuhkan. Kewajiban membayar zakat adalah sebagai berikut,

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمَرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى

Artinya: “Rasulullah SWT memerintahkan zakat fitrah pada orang-orang di bulan Ramadhan kepada manusia satu sha’ dari tamar (dua setengah kilo beras) atas orang-orang yang merdeka atau hamba laki-laki atau perempuan” (Al Hadis)

3. Memakai pakaian terbaik.
Pada hari raya Idul Fitri, Rasulullah mandi, memakai wangi-wangian, dan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya.

Sebuah hadis telah menyebutkan:

اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْعِيْدَيْنِ اَنْ نَلْبَسَ اَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَاَنْ نَتَطَيَّبَ بِاَجْوَدِ مَانَجِدُ وَاَنْ نُضَحِّيَ بِاَثْمَنِ مَا نَجِدُ (رواه الحاكم

Artinya: “Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengenakan yang terbaik dari apa yang kita temukan dan memakai wewangian dan mengurbankan hal yang paling berharga yang kita temukan.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim)

4. Makan terlebih dahulu
Salah satu hari yang diharamkan berpuasa adalah hari raya Idul Fitri. Bahkan, dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa berniat tidak puasa pada saat hari Idul Fitri itu pahalanya seperti orang yang sedang puasa di hari-hari yang tidak dilarang.

Sebelum salat Idul Fitri, Rasulullah saw. biasa memakan kurma dengan jumlah yang ganjil; tiga, lima, atau tujuh.

Jadi, makan dulu sebelum salat merupakan sunnah pada saat hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits menjelaskan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَايَغْدُوْ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْ كُلُ ثَمَرَاتٍ وَيَأُكلُهُنَّ وِتْرًا

Artinya, "Pada waktu Idul Fitri Rasulullah saw tidak berangkat ke tempat salat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

5. Mengambil jalan yang berbeda
Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang salat Ied memiliki makna yang dalam di mana Rasulullah SAW ingin bertemu dengan orang-orang di sekitar perjalanan guna menyebarkan syiar Islam.

Kebiasaan Rasulullah ini terekam dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melaksanakan salat id, beliau memilih jalan yang berbeda (ketika berankat dan pulang).” (HR. Bukhari no. 986).



6. Salat Id
Rasulullah menunaikan salat Idul Fitri bersama dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya –baik laki-laki, perempuan, atau pun anak-anak.

Seluruh kalangan baik laki-laki maupun perempuan yang suci maupun sedang haid untuk keluar dan merayakan idul fitri. Hal ini dijelaskan dalam hadits berikut,

أُمِرْنَا أَنْ نَخْرُجَ فَنُخْرِجَ الحُيَّضَ، وَالعَوَاتِقَ، وَذَوَاتِ الخُدُورِ فَأَمَّا الحُيَّضُ؛ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ المُسْلِمِينَ، وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلْنَ مُصَلَّاهُم

Artinya: “Kami memerintahkan untuk keluar (ketika hari raya), dan mengajak keluar wanita haid, para gadis, dan wanita pingitan. Adapun para wanita haid, mereka menyaksikan kegiatan kaum muslimin dan khutbah mereka, dan menjauhi tempat shalat.” (HR. Bukhari 981, Muslim 890).

7. Mengakhirkan Salat Id
Rasulullah juga mengakhirkan pelaksanaan salat Idul Fitri, biasanya pada saat matahari sudah setinggi tombak atau sekitar dua meter. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam memiliki waktu yang cukup untuk menunaikan zakat fitrah.

Abdullah bin Busr sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama manusia pada hari Idul Fithri atau Idul Adha, maka ia mengingkari lambatnya imam dan ia berkata : “Sesungguhnya kita telah kehilangan waktu kita ini, dan yang demikian itu tatkala tasbih”

Berkata Ibnul Qayyim : “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fithri dan menyegerakan shalat Idul Adha. Dan adalah Ibnu Umar -dengan kuatnya upaya dia untuk mengikuti sunnah Nabi- tidak keluar hingga matahari terbit” [Zadul Ma’ad 1/442]

Shiddiq Hasan Khan menyatakan : “Waktu salat Idul Fithri dan Idul Adha adalah setelah tingginya matahari seukuran satu tombak sampai tergelincir. Dan terjadi ijma (kesepatakan) atas apa yang diambil faedah dari hadits-hadits, sekalipun tidak tegak hujjah dengan semisalnya. Adapun akhir waktunya adalah saat tergelincir matahari” [Al-Mau’idhah Al-Hasanah 43,44]

Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi : Waktu salat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir. Yang paling utama, salat Idul Adha dilakukan di awal waktu agar manusia dapat menyembelih hewan-hewan kurban mereka, sedangkan shalat Idul Fithri diakhirkan agar manusia dapat mengeluarkan zakat Fitri mereka” [Minhajul Muslim 278]

8. Ucapan Hari Raya
Ucapan hari raya tentu salah satu momen yang tidak mungkin dilupakan oleh seluruh umat muslim. Ada baiknya mengucapkan

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Artinya: “Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian).”

9. Bersilaturahim
Mengunjungi rumah sahabat. Tradisi silaturahim saling mengunjungi saat hari raya Idul Fitri sudah ada sejak zaman Rasulullah. Ketika Idul Fitri tiba, Rasulullah mengunjungi rumah para sahabatnya. Begitu pun para sahabatnya.

Pada kesempatan ini, Rasulullah dan sahabatnya saling mendoakan kebaikan satu sama lain. Sama seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Datang ke tempat sanak famili dengan saling mendoakan.

Menjaga silaturahim merupakan keharusan bagi umat Islam. Seorang muslim tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membantu. Berkumpul dengan sanak saudara dan tetangga akan menjalin hubungan yang semakin baik.

10. Mendatangi tempat keramaian.
Suatu ketika saat hari raya Idul Fitri, Rasulullah menemani Sayiddah Aisyah mendatangi sebuah pertunjukan atraksi tombak dan tameng. Bahkan saking asyiknya, sebagaimana hadis riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Aisyah sampai menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu Rasulullah sehingga dia bisa menyaksikan permainan itu dari atas bahu Rasulullah dengan puas.

Sebagai orang yang beriman, kita dianjurkan meniru Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun kita tidak mengetahui maksud dan hikmah dari perbuatan beliau.

Allah berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

Sungguh telah ada teladan yang baik dalam diri Rasulullah, bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir, dan banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan:

“Ayat ini merupakan dasar pokok terkait sikap meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan, perbuatan, dan semua keadaan beliau. (Tafsir Ibn Katsir, 6:391).



Sayangnya, di antara sunnah Nabi SAW ini sebagian tidak bisa dijalankan ummat Islam saat ini di tengah wabah corona. Hanya saja, silaturahim bisa dilakukan melalui media sosial, dengan mengucapkan “Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian).” Bisa juga melalui video call dsb. Semoga makna lebaran tahun ini tak berkurang walaupun dilakukan dengan cara terbatas. Amin
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3093 seconds (0.1#10.140)