Kinilah Saatnya Menyambut Turunnya Malam Seribu Bulan
loading...
A
A
A
Terdapat keutamaan yang agung beribadah pada malam Lailatul Qadar . Allah SWT telah menyebutkan bahwa ia lebih baik dari seribu bulan. Dan Nabi SAW memberitahukan bahwa barangsiapa yang berdiri (menunaikan salat) dalam kondisi beriman dan penuh pengharapan, maka akan diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.
Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadar/97: 1-5]
Dari Abu Hurairah Radhiallahu‘ahu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم 760 )
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan salat) pada malam Lailatul Qadar dalam keadaan beriman dan berharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760].
Beriman, maksudnya mengimani keutamaan dan disyariatkannya beramal di dalamnya. Berharap (pahala), maksudnya adalah ikhlas dan berniat hanya untuk Allah Ta’ala
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan malam Lailatul Qadar menjadi berbagai pendapt. Pendapat-pendapat dalam masalah ini sampai lebih dari empat puluh pendapat, sebagaimana dilansir dalam kitab Fathul Bari. Dan pendapat terdekat dari kebenaran adalah bahwa malam tersebut terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.
Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ (رواه البخاري، رقم 2017 – واللفظ له – ومسلم، رقم 1169)
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.” [HR. Bukhari, no. 2017, redaksi berasal dari riwayat beliau, dan Muslim, no. 1169]
Hadis tersebut dikelompokkan oleh Bukhari dalam bab ‘Mencari Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.’ Hikmah disembunyikannya adalah untuk memberikan semangat kepada kaum muslimin untuk mengerahkan semangat dalam beribadah, berdoa dan zikir pada sepuluh malam terakhir seluruhnya.
Hikmah ini sama seperti tidak ada penentuan waktu ijabah (dikabulkan doa) pada hari Jum’at, dan tidak ditentukannya nama-nama (Allah) sembilan puluh sembilan yang Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallalm sabdakan:
( مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ )
“Barangsiapa yang menghitungnya maka dia akan masuk surga.” [HR. Bukhari, no. 2736 dan Muslim, no. 2677]
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ungkapan Imam Bukhari- ‘Bab mencari Lailatul Qadar di malam ganjil pada sepuluh malam terakhir.’ Keterangan ini memberikan isyarat kuatnya (pendapat) bahwa Lailaul Qadar hanya terdapat di bulan Ramadan, kemudian pada sepuluh malam terakhir, kemudian di malam-malam yang ganjil. Tidak disebutkan malam tertentu. Pendapat ini yang ditunjukkan berbagai dalil yang ada.” [Fathul Bari, 4/260]
Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadar/97: 1-5]
Dari Abu Hurairah Radhiallahu‘ahu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم 760 )
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan salat) pada malam Lailatul Qadar dalam keadaan beriman dan berharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” [HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760].
Beriman, maksudnya mengimani keutamaan dan disyariatkannya beramal di dalamnya. Berharap (pahala), maksudnya adalah ikhlas dan berniat hanya untuk Allah Ta’ala
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan malam Lailatul Qadar menjadi berbagai pendapt. Pendapat-pendapat dalam masalah ini sampai lebih dari empat puluh pendapat, sebagaimana dilansir dalam kitab Fathul Bari. Dan pendapat terdekat dari kebenaran adalah bahwa malam tersebut terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.
Dari Aisyah Radhiallahu ‘anha sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ (رواه البخاري، رقم 2017 – واللفظ له – ومسلم، رقم 1169)
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.” [HR. Bukhari, no. 2017, redaksi berasal dari riwayat beliau, dan Muslim, no. 1169]
Hadis tersebut dikelompokkan oleh Bukhari dalam bab ‘Mencari Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.’ Hikmah disembunyikannya adalah untuk memberikan semangat kepada kaum muslimin untuk mengerahkan semangat dalam beribadah, berdoa dan zikir pada sepuluh malam terakhir seluruhnya.
Hikmah ini sama seperti tidak ada penentuan waktu ijabah (dikabulkan doa) pada hari Jum’at, dan tidak ditentukannya nama-nama (Allah) sembilan puluh sembilan yang Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallalm sabdakan:
( مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ )
“Barangsiapa yang menghitungnya maka dia akan masuk surga.” [HR. Bukhari, no. 2736 dan Muslim, no. 2677]
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ungkapan Imam Bukhari- ‘Bab mencari Lailatul Qadar di malam ganjil pada sepuluh malam terakhir.’ Keterangan ini memberikan isyarat kuatnya (pendapat) bahwa Lailaul Qadar hanya terdapat di bulan Ramadan, kemudian pada sepuluh malam terakhir, kemudian di malam-malam yang ganjil. Tidak disebutkan malam tertentu. Pendapat ini yang ditunjukkan berbagai dalil yang ada.” [Fathul Bari, 4/260]