KIsah Al-Masih Gadungan yang Membagi Dunia Menjadi 38 Bagian

Jum'at, 21 Mei 2021 - 19:29 WIB
loading...
A A A
Makna Dunamah memiliki makna khusus hanya bagi Yahudi yang hidup di negeri-negeri Islam, khususnya di kawasan Salanika sejak abad ketujuh belas. Pemerintahan Utsmani memberikan nama Dunamah pada orang-orang Yahudi, dengan tujuan untuk menjelaskan kembalinya seseorang dari agama Yahudi ke Islam.

Setelah itu menjadi istilah yang dinisbatkan pada kelompok Yahudi Andalusia yang meminta perlindungan pada pemerintahan Utsmani, dimana mereka secara pura-pura memeluk akidah Islam.



Al-Masih Al-Muntazhar
Pendiri kelompok Dunamah adalah Syabtay Zivi yang mengaku bahwa dia adalah Al-Masih Al-Muntazhar. Gerakan ini muncul pada abad ke tujuh belas Masehi. Pada saat itu menyebar isu, bahwa Al-Masih Al-Muntazhar akan muncul pada tahun 1648 M untuk memimpin orang-orang Yahudi. Dia akan muncul untuk memimpin dunia yang berpusat di Palestina, dan Al-Quds akan dijadikan sebagai ibu kota pemerintah Yahudi yang mereka khayalkan.

Pemikiran tentang kemunculan Al-Masih Al-Muntazhar itu demikian merebak di tengah-tengah orang-orang Yahudi. Masyarakat Yahudi sejak lama demikian yakin dengan semakin dekatnya kemunculan Al-Masih ini. Maka apa yang dilakukan oleh Syabtay Zivi ini mendapatkan momentumnya dan mendapatkan dukungan yang demikian kuat di kalangan Yahudi Palestina, Mesir dan kawasan Eropa Timur. Bahkan gerakan ini mendapatkan dukungan yang demikian kuat dari kalangan Yahudi di mana pun, yang terdiri dari para pemilik modal dengan tujuan politik dan ekonomi.



Raja Diraja
Gerakan ini merebak ke hampir seluruh benua Eropa seperti Polandia, Jerman, Belanda, Inggris, Italia, Afrika Utara dan kawasan-kawasan lainnya.

Di Izmir, dia berusaha bertemu dengan delegasi Yahudi yang datang dari Adrianapel, Shopia, Yunani dan Jerman. Utusan-utusan ini memberinya gelar sebagai "Malik Al-Muluk" (Raja Diraja).

Setelah itu Syabtay membagi dunia menjadi 38 bagian. Kemudian dia menentukan seorang raja pada setiap bagian itu. Sebab dia berkeyakinan, bahwa dirinya akan memimpin dunia secara keseluruhan dengan Palestina sebagai pusat. Hal ini bisa terbaca saat dla mengatakan, “Saya adalah keturunan Sulaiman bin Daud penguasa manusia, dan saya akan jadikan Al-Quds sebagai istana saya.”

Syabtay juga menghapuskan nama Sultan Muhammad IV dari khutbah-khutbah yang berada di tempat ibadah Yahudi dan menggantinya dengan nama dirinya. Dia menyebut dirinya dengan “Sultan Salathin" juga dengan sebutan “Sulaiman bin Daud" yang kemudian membuat pemerintahan Utsmani menaruh perhatian atas gerakan ini.

Karena semakin meningkatnya gejolak yang ditimbulkan oleh Syabtay ini, maka Ahmad Koburolo, seorang menteri Utsmani, mengeluarkan perintah untuk menangkap Syabtay dan memasukkannya ke dalam penjara.

Syabtay diadili di Adrianopel, dimana Sultan membentuk dewan ilmiah administratif yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dibantu oleh beberapa anggotanya seperti Syaikhul Islam Yahya Afandi Manqari Zadah, ditambah seorang ulama besar dan Imam istana yang bernama Muhammmad Afandi Wanali.



Hakim dalam pengadilan menanyakan pada Syabtay yang dihadiri oleh Sultan di ruang yang bersebelahan dengan ruang pengadilan. Melalui penerjemahnya dikatakan pada Syabtay, “Kau menyatakan bahwa dirimu adalah Al-Masih. Maka perlihatkan pada kami mukjizatmu. Kami akan melepas pakaianmu dan kami arahkan anak panah yang dilakukan oleh para pemanah yang hebat ke tubuhmu. Jika anak-anak panah itu tidak menyentuh tubuhmu, Sultan akan menerima pengakuanmu."

Syabtay menolak apa yang dikatakan padanya dan mengatakan bahwa itu adalah fitnah orang yang dinisbatkan kepada dirinya. Maka ditawarkanlah agama Islam padanya dan dia masuk ke dalamnya dengan mengganti nama dengan Muhammad Aziz Afandi.

Dia meminta pada Sultan untuk mengajak orang-orang Yahudi ke dalam Islam dan Sultan pun mengizinkannya. lzin itu dia pergunakan sebaik-baiknya dengan terus menerus mengajak orang-orang Yahudi mengimani, bahwa dirinya adalah Al-Masih serta menyerukan kepada mereka akan pentingnya kesatuan di kalangan mereka. Mereka menampakkan dalam aksi di luar bahwa mereka itu beragama Islam, namun pada hakekatnya tetap memendam keimanan terhadap agama Yahudi yang telah menyimpang tersebut.

Syabtay dan para pengikutnya terus mengikuti agama Musa dengan cara sembunyi-sembunyi dan dengan gigih bekerja untuk kepentingan Zionisme juga secara sembunyi-sembunyi. Mereka menampakkan keikhlasannya terhadap agama Islam, kesalehan dan takwa di luarnya di depan orang-orang Turki. Dia selalu mengatakan pada pengikutnya, bahwa dia laksana Nabi Musa yang terpaksa diam untuk beberapa lama di dalam istana-istana Fir'aun.

Dalam kondisi yang demikian ini, penangkapan dilakukan kepada Syabtay bersama dengan sekelompok pengikutnya di Quri Jasymah yang berada di dalam tempat peribadatan. Penangkapan ini disebabkan karena dia memakai pakaian Yahudi dan dikelilingi oleh perempuan sedang menenggak minuman keras dan menyanyikan lagu-lagu ruhani Yahudi serta dibacakan Mazmur.

Ini dilakukan bersama-sama dengan Yahudi yang lain. Selain itu, dia dituduh telah mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan agama mereka. Andaikan tidak ada campur tangan Syaikhul Islam pasti kepalanya telah dipenggal. Syaikhul Islam beralasan, “Andaikata yang jahat ini dipancung, maka akan menyebabkan munculnya khurafat di Spanyol, sebab para pengikutnya akan manganggap bahwa dia telah diangkat ke langit, sebagaimana yang terjadi pada Isa bin Maryam".

Maka hukuman yang diberikan padanya adalah dengan membuangnya ke kota Dulasajanu di Albania pada musim panas tahun 1673 M. Dia meninggal setelah lima tahun berada di pengasingan. Akidah Syabtayyah (Syabtayisme) ini masih terus hidup di dalam kelompok Salonika. Para pengikutnya sangat lihai dalam melakukan makar, fanatisme dan tindakan keluar dari prinsip-prinsip moral dan akhlak.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2467 seconds (0.1#10.140)