Ini Mengapa Ada Larangan Mencela Sahabat Nabi?

Jum'at, 28 Mei 2021 - 11:36 WIB
loading...
Ini Mengapa Ada Larangan Mencela Sahabat Nabi?
Ilustrasi/Ist
A A A
PARA sahabat Rasulullah SAW adalah sebaik-baik dan seutama-utama manusia setelah para Nabi sendiri. Mereka adalah manusia yang selalu membela nabi dengan seluruh kemampuannya baik tenaga, harta bahkan nyawa.



Rasulullah dalam menjalankan risalahnya menegakkan syariat Allah dan mendakwahkannya ke seluruh penjuru dunia sebagai misi besarnya yaitu rahmatan lil alamin, selalu didukung oleh para sahabat beliau dengan sepenuh jiwa raganya.

Para sahabat Rasulullah adalah manusia-manusia yang memiliki keimanan yang sangat hebat dan tentu telah bermakrifat kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya. Mereka memiliki kedalaman ilmu agama, kemuliaan hati, kesempurnaan akhlak sebagai telah diteladankan oleh Rasulullah. Karenanya masa Nabi dan para sahabatnya adalah sebaik-baik masa.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ، وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ. رواه البخاري، ومسلم

Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi bersabda: ‘Sebaik-baik manusia adalah masaku, lalu orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Selanjutnya datang kaum-kaum yang kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.’ (HR al-Bukhari dan Muslim)



Terutama bagi assabiqunal awwalun, mereka telah dijanjikan oleh Allah surga.

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS at-Taubah 100)

Jangan Mencela Sahabat Nabi

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ تَابَعَهُ جَرِيرٌ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَمُحَاضِرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ. متفق عليه

Dari Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu anhu yang berkata; Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebanyak Gunung Uhud, tidak akan ada yang menyamai satu timbangan (pahala) seorang pun dari mereka, juga tidak akan sampai setengahnya.” (Muttafaqun alaih)

Hadits ini menjelaskan bahwa kita sebagai umat Rasulullah sangat dilarang mencela para sahabat nabi. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa mencela sahabat beliau adalah haram hukumnya.

Dengan demikian jelaslah bahwa kualitas para sahabat nabi tidak dapat dibandingkan dengan umat setelahnya, kedudukan mereka adalah menjadi wali-wali Allah yakni kekasih Allah yang mereka ridla kepada Allah dan Allah pun ridha kepada mereka.

Baik itu dari kalangan Muhajirin yakni yang hijrah dari Makkah ke Madinah atau dari kalangan Anshar yakni kaum muslimin di Madinah yang menolong saudaranya dari kalangan Muhajirin. Termasuk pula yang mengikuti keduanya, sama saja mereka adalah manusia yang paling berkualitas keimanan dan ketaatannya kepada Allah dan RasulNya.

Rasulullah memberikan suatu permisalan bahwa seandainya di antara kita ada yang mampu berinfak dengan emas seberat Gunung Uhud atau setengahnya saja, masih belum menyamai kualitas para sahabat nabi itu.

Hal ini menunjukkan betapa para sahabat nabi adalah manusia yang benar-benar memiliki tempat dan posisi yang istimewa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.



Sahabat Utama Rasulullah
Di antara para sahabat Nabi yang sekian banyak jumlahnya itu, ada sahabat-sahabat utama beliau yaitu yang termasuk al khulafaurrasyidin, yaitu para khalifah atau pemimpin umat setelah Rasulullah wafat.

Beliau adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar Ibn al-Khaththab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib radliyallahu anhum. "Loyalitas dan dedikasi empat sahabat ini kepada Allah dan Rasul-Nya sangat luar biasa sehingga mendapat jaminan surga Allah," tulis Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais) sebagaimana dilansir pwmu.co.

Demikian pula sahabat-sahabat lainnya, lanjut Ustadz Muhammad, memiliki keutamaan yang luar biasa karena ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa pernah ada keraguan sedikitpun. Kualitas ibadah makhdlahnya sangat luara biasa, demikian pula dalam rangka akhlaknya kepada sesama baik sesama muslim ataupun nonmuslim.

Tidak kalah hebatnya adalah kedermawanannya bahkan tidak mempedulikan diri dan keluarganya jika ada yang lebih membutuhkan dari pada diri dan keluarganya. Menjunjung tinggi panji bendera islam, asal demi islam apapun akan dikorbankannya.

Ukhuwah di antara mereka kokoh seperti benteng yang tak akan roboh oleh dentuman bom sekalipun. Tidak ada yang merasa lebih menonjol antara satu dengan lainnya kecuali ketaatan kepada pemimpin yang telah ditunjuk atau disepakati bersama dalam persoalan tertentu.



Ketokohan dan senioritas tidak berlaku di kalangan mereka kecuali merasa berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Apalagi sikap jaim yang dibuat-buat tidak akan nampak kecuali hanya yang di dalam hatinya ada sikap kemunafikan.

Apalagi sikap gila hormat karena sekadar faktor usia atau merasa lebih tua, sehingga menjadi sangat tersinggung jika tidak dihormatinya. Parameter kemuliaan bagi dirinya adalah sejauh mana kualitas ketaatan dirinya kepada Allah dan tidak peduli lagi dengan kesibukan diri dari penilaian orang lain.

Selalu merasa kurang bagi dirinya dipandangan Allah sehingga tidak lagi pandai menilai orang lain, karena sibuk dengan kekurangan diri yang masih sangat banyak di sisi Allah Subhanahu wa Taala.

Itulah keteladanan para sabahat nabi yang seharusnya menginspirasi diri kita. Dan semua itu karena kualitas tauhid yang mereka jiwai dengan seyakin-yakinnya. Wallahu ‘alam.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2101 seconds (0.1#10.140)