Cemburu Berat Istri-Istri Nabi dengan Mariyah al-Qibthiyah

Senin, 25 Mei 2020 - 15:16 WIB
loading...
A A A
Mendengar kabar gembira ini para Ummahatul Mukminin bertambah dongkol. Pasalnya, setelah beberapa tahun menikah dengan Rasulullah, istri Nabi yang lain tidak kunjung diberikan anak. Pernah suatu ketika Aisyah mengungkapkan kecemburuannya langsung kepada Mariyah.

"Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu'man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami," kata Aisyah.

Dalam riwayat lainnya disebutkan tentang kecemburuan Aisyah atas dikaruniakannya Mariyah seorang anak. Aisyah berkata, "Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikarunia anak seorang pun."



Perlakuan Nabi kepada Ibrahim dari hari ke hari makin memperbesar kecemburuan mereka. Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad menulis, setiap hari Rasulullah singgah ke rumah Maria sekadar ingin melihat Ibrahim, dan ia pun tambah gembira setiap melihat senyuman bayi yang masih suci dan bersih itu. Makin senang hati beliau setiap melihat pertumbuhan bayi bertambah indah.

Dengan penuh perasaan gembira pada suatu hari Nabi datang dengan memondong Ibrahim kepada Aisyah. Dipanggilnya Aisyah supaya melihat betapa besarnya persamaan Ibrahim dengan dirinya itu. Aisyah melihat kepada bayi itu, kemudian katanya, bahwa dia tidak melihat adanya persamaan itu.

Setelah dilihatnya Nabi begitu gembira karena pertumbuhan bayi itu, ia tampak marah; semua bayi yang mendapat susu seperti Ibrahim, akan sama pertumbuhannya atau akan lebih baik.



Beda Pendapat
Tentang Mariyah, masih ada sedikit keraguan dalam hati Rasulullah hingga datanglah Jibril dan berkata, "Assalamualaika ya Aba Ibrahim". Mendengar kalimat Jibril ini, hati Rasulullah menjadi tenang dan senang atas rahmat Allah dan penyucian nama baik Mariyah.

Tujuh hari setelah kelahiran putranya, Ibrahim, Rasulullah melaksanakan akikah dengan menyembelih kambing, mencukur rambut Ibrahim, dan bersedekah perak pada kaum miskin senilai berat timbangan rambut Ibrahim. Mereka mengambil rambut Ibrahim lalu menguburnya.

Tentang status Mariyah sampai sekarang memang ada beda pendapat. Pendapat pertama, Rasulullah memerdekakan Mariyah lalu menikahinya. Namun, hal ini belum jelas apakah fakta historis atau apologis historis.

Persoalan lainnya adalah, seorang budak tidak secara otomotis merdeka karena masuk Islam sehingga tidak jelas alasan Mariyah harus dimerdekakan jika ia siap diislamkan. Ibnu Qoyyim bahkan menyatakan bahwa Mariyah hanya seorang selir.



Muhammad Husain Haekal juga berpendapat senada. Maria, begitu dia menyebut, berstatus hamba sahaya. Oleh karena itu tempatnya tidak di samping masjid seperti isteri-isteri Nabi Umm'l-Mukminin yang lain. Rasulullah menempatkannya di 'Alia, di bagian luar kota Medinah, di tempat yang sekarang diberi nama Masyraba Umm Ibrahim, dalam sebuah rumah di tengah-tengah kebun anggur.

Menurut Haekal, Rasulullah sering berkunjung ke sana seperti biasanya orang mengunjungi hak-miliknya. Setelah ternyata Maria mengandung dan kemudian lahir Ibrahim - ketika itu usianya sudah lampau enampuluh tahun - beliau sangat gembira. Rasa sukacita telah memenuhi hati manusia besar ini. Dengan kelahirannya itu kedudukan Maria dalam pandangannya tampak lebih tinggi, dari tingkat bekas-bekas budak ke derajat isteri. Ini menambah ia lebih disenangi dan lebih dekat lagi.

Ibrahim Wafat
Ketika berusia 19 bulan, Ibrahim sakit. Kondisi ini membuat Rasulullah SAW dan Mariyah sedih. Mariyah ditemani saudara perempuannya Sirin menunggui Ibrahim yang kondisinya semakin parah. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa disadari Rasulullah yang ditemani Abdurrahman bin Auf menangis bercucuran air mata. Kondisinya semakin parah dan atas kehendak-Nya Ibrahim kecil meninggal dunia. Rasulullah saw kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang hak, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim .… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”



Begitulah ungkapan kesedihan Rasulullah saw saat menghadapi kepergian putra yang dicintainya. Walaupun perasaannya sangat sedih, beliau tidak meratapi, apalagi berteriak mengucapkan kata-kata yang berlebihan. “Menangis adalah bukti kasih sayang, sedangkan teriakan itu dari setan.” Hal ini sebagai contoh bagi umatnya ketika menghadapi musibah, walaupun demikian berat tidak berlebihan.

Rasulullah mengurus sendiri jenazah Ibrahim dan mensalati dengan takbir empat kali. Ibrahim dimakamkan di Baqi bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari. Orang lalu menghubungkan kematian Ibrahim dengan gerhana. Namun Rasulullah meluruskan, “Gerhana bulan dan matahari tidak terjadi karena kematian atau hidupya seseorang.” ( )
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2736 seconds (0.1#10.140)