Surat Al-Fatihah, Spiritualitas RA Kartini, dan Kyai Sholeh Darat
loading...
A
A
A
Kitab tafsir dan terjemahan al-Qur’an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. “Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami.”
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu: Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (QS. al-Baqarah: 257).
Siapa Kyai Sholeh Darat?
Kyai Sholeh Darat bernama lengkap Muhammad Salih ibn Umar Al-Samarani. Disebut Sholeh Darat karena mengelola pesantren di Darat, Semarang--sekarang masuk Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.
Banyak ulama besar pernah nyantri kepadanya, termasuk K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama).
Kyai Sholeh Darat pendakwah intelektual. Ia menulis hampir semua kitabnya dalam Arab berbahasa Jawa.
Kitab-kitabnya terdiri dari fikih, akidah, tafsir, sampai tasawuf. Ia jadi mufasir (ahli tafsir Alquran) pertama yang menulis dalam bahasa Jawa. Kitab Faidhul Rahman adalah kitab tafsir Al-Quran pertama yang ditulis dengan pegon.
Ingin menjangkau pembaca lebih luas, ia juga tak hanya menulis dalam bahasa Jawa kromo yang lazim digunakan dalam buku-buku puisi atau komunikasi antarpetinggi. Ia menulisnya dalam bahasa ngoko--bahasa Jawa untuk rakyat jelata.
Dalam salah satu pertemuan dengan Kartini, Kyai Sholeh Darat memberikan semua kitab-kitabnya yang berbahasa Jawa.
Berkat pertemuan dengan Kiai Sholeh Darat inilah Kartini semakin kukuh dengan agamanya. "Kami akan tetap memeluk agama kami yang sekarang ini. Serta dengan nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama kami patut disukai," tulis Kartini pada surat bertanggal 21 Juli 1902 kepada Nyonya Abendanon.
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu: Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (QS. al-Baqarah: 257).
Siapa Kyai Sholeh Darat?
Kyai Sholeh Darat bernama lengkap Muhammad Salih ibn Umar Al-Samarani. Disebut Sholeh Darat karena mengelola pesantren di Darat, Semarang--sekarang masuk Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.
Banyak ulama besar pernah nyantri kepadanya, termasuk K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama).
Kyai Sholeh Darat pendakwah intelektual. Ia menulis hampir semua kitabnya dalam Arab berbahasa Jawa.
Kitab-kitabnya terdiri dari fikih, akidah, tafsir, sampai tasawuf. Ia jadi mufasir (ahli tafsir Alquran) pertama yang menulis dalam bahasa Jawa. Kitab Faidhul Rahman adalah kitab tafsir Al-Quran pertama yang ditulis dengan pegon.
Ingin menjangkau pembaca lebih luas, ia juga tak hanya menulis dalam bahasa Jawa kromo yang lazim digunakan dalam buku-buku puisi atau komunikasi antarpetinggi. Ia menulisnya dalam bahasa ngoko--bahasa Jawa untuk rakyat jelata.
Dalam salah satu pertemuan dengan Kartini, Kyai Sholeh Darat memberikan semua kitab-kitabnya yang berbahasa Jawa.
Berkat pertemuan dengan Kiai Sholeh Darat inilah Kartini semakin kukuh dengan agamanya. "Kami akan tetap memeluk agama kami yang sekarang ini. Serta dengan nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama kami patut disukai," tulis Kartini pada surat bertanggal 21 Juli 1902 kepada Nyonya Abendanon.
(mhy)