Menjadi Menantu Abu Lahab, Kisah Pilu Ruqayyah Putri Rasulullah

Jum'at, 29 Mei 2020 - 16:00 WIB
loading...
A A A
Beliau memberkahi mereka dalam pernikahan yang berbahagia itu. Ada yang mengatakan bahwa tidak pernah ada pasangan suami istri yang lebih sempurna dan lebih menyenangkan dibandingkan dengan mereka. Dalam pernikahan itu pun, para wanita melantunkan bait-bait syair yang paling indah:

"Pasangan terbaik yang pernah dilihat manusia adalah Ruqayyah dan suaminya, Utsman."

Reaksi kaum musyrikin terhadap pernikahan ini adalah dengan semakin keras dalam menindas dan menyiksa setiap orang yang memeluk Islam, bahkan termasuk kepada Rasulullah.

Penderitaan kaum Muslimin pun bertambah berat, dengan tekanan dan penindasan kaum kafir Quraisy. Ketika Rasulullah melihat siksaan yang diderita oleh para sahabat semakin berat, beliau bersabda, "Jika kalian pergi ke tanah Habasyah, kalian akan bertemu dengan seorang raja yang di sisinya tidak seorang pun mendapat kezaliman. Negeri itu adalah tanah persahabatan hingga Allah memberikan jalan keluar dari apa yang kalian alami."

Utsman ibn Affan adalah orang pertama melakukan hijrah menuju Habasyah ditemani sang istri, Ruqayyah, yang baru beberapa saat ia nikahi.

Rombongan muhajirin ke Habasyah ini membawa 11 orang wanita. Mereka meninggalkan kesenangan hidup berupa harta, anak dan keluarga serta negeri demi Allah.

Anas bin Malik meriwayatkan, Utsman bin Affan keluar bersama istrinya, Ruqayyah, putri Rasulullah SAW menuju negeri Habasyah. Lama Rasulullah SAW tidak mendengar kabar kedua orang itu. Kemudian datang seorang wanita Quraisy berkata, "Wahai Muhammad, aku telah melihat menantumu bersama istrinya."

Nabi SAW bertanya, "Bagaimanakah keadaan mereka ketika kau lihat?"

Wanita itu menjawab, "Dia telah membawa istrinya ke atas seekor keledai yang berjalan perlahan, sementara ia memegang kendalinya."

Maka Rasulullah SAW bersabda, "Allah menemani keduanya. Sesungguhnya Utsman adalah laki-laki pertama yang hijrah membawa istrinya sesudah Luth AS."

Setibanya di Habasyah, mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Di Habasyah pasangan ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdullah. Sejak itu Ruqayyah berkunyah Ummu Abdullah. Mereka hidup tenang dan tenteram, hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum Muslimin di Makkah telah aman.

Mendengar berita tersebut, disertai kerinduan kepada kampung halaman, maka Utsman memutuskan bahwa kafilah Muslimin yang dipimpinnya itu akan kembali lagi ke Makkah. Mereka pun kembali. Namun apa yang dijumpai berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di Habasyah.

Pada masa itu, mereka menyaksikan keadaan kaum Muslimin yang mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan atas umat Islam semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak berani memasuki Makkah pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti kota Makkah, barulah mereka mengunjungi rumah masing-masing yang dirasa aman.

Ruqayyah pun pulang ke rumahnya, hendak melepas rindu terhadap orang tua dan saudara-saudaranya. Betapa kagetnya ia, ketika ternyata ibunya, Sayyidah Khadijah, telah wafat. Ruqayyah dilanda kesedihan yang sangat mendalam.
Menggambarkan situasi kepulangan Ruqayyah ke tempat tinggal Doktor Aisyah Abdurrahman mengatakan, "Ruqayyah telah kembali ke rumah ayahnya dengan penuh kerinduan dan susah payah. Kedua saudarinya, Ummu Kultsum dan Fathimah, sangat gembira bertemu denganya. Mereka merangkul dan mendekap Ruqayyah dengan air mata yang mengalir meski telah berusaha untuk menahan diri. Ruqayyah melepaskan diri dari rangkulan mereka dan bertanya dengan penuh rasa penasaran: "Di manakah ayahku, di manakah ibuku?"

Mereka pun menjawab: Ayahmu baik-baik saja. Beliau sedang keluar untuk menemui mereka yang baru saja pulang bersamamu dari tanah hijrah di Habasyah.' Namun, bibir mereka bergetar dan menyembunyikan ratapan.

Ruqayyah kembali bertanya dengan hati yang mulai khawatir: 'Ibuku, di manakah ibuku?'

Ummu Kultsum menunduk dan diam tanpa menjawab sepatah kata pun. Adapun Fathimah meninggalkan ruangan sambil menangis. Saat itulah, Ruqayyah berhenti bertanya. la berjalan gontai menuju kamar almarhumah ibunya. la pun terbaring di atas ranjang dengan pandangan kosong dan hampa.

Sampai akhirnya, datanglah sang ayah, Rasulullah SAW, yang segera mencairkan kebekuan jiwa Ruqayyah dengan pertemuan yang hangat. Dengan sangat simpatik, Rasulullah menyingkirkan batu-batu kepedihan yang menyesakkan dada putrinya itu.

Air mata kesedihan dan duka mengalir deras dari kedua matanya lalu ia mendekap dada yang mulia dan lapang itu. Ruqayyah kembali menjadi tenang dan sabar.

Datanglah sang suami, Utsman ibn Affan, mengusap air mata Ruqayyah saat air mata itu membasahi jiwanya yang mengalir dalam hati karena kepergian sang ibu, Khadijah junjungan seluruh wanita Quraisy.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2493 seconds (0.1#10.140)