Jejak Sayyidah Ruqayyah dan Nasib Ummu Kultsum Putri Rasulullah

Jum'at, 29 Mei 2020 - 17:30 WIB
loading...
A A A
Sang suami tercinta, Rasulullah Muhammad turut berada di sisinya untuk meringankan beban sakarulmaut yang sedang ia alami dan menberikan kabar gembira atas nikmat yang telah menanti.

Ummu Kultsum menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Ia tidak sanggup memandang sang ibu yang sedang mengalami sakaratulmaut itu.

Beberapa mata yang berlinang berpaling kepada Khadijah seakan hendak menghentikan rintihan yang menyakitkan. Ummu Kultsum meninggalkan ruangan dengan air mata yang terus mengalir.

Namun, ia bertemu dengan sang ayah, Rasulullah di ambang pintu, berdiri dengan air mata berlinang.

Setelah kepergian mendiang sang wanita suci, Ummul Mukminin Khadijah r.a., rumah itu pun menjadi sunyi seolah tiada berpenghuni meskipun tiga putrinya, Ummu Kultsum, Fathimah, dan Zainab masih mengisi rumah itu.

Rumah itu seakan telah berubah menjadi rumah tanpa nyawa, pelita tanpa minyak, dan hati tanpa cinta. Himpitan duka semakin terasa saat Rasulullah memasuki rumah dengan lunglai, memeriksa ke seluruh sudut seakan sedang mencari pengurus rumah yang telah pergi.

Beberapa waktu setelah kepergian mendiang Ummu Mukminin nan suci itu, Rasulullah kembali tertimpa oleh musibah serupa, yaitu meninggalnya sang paman, Abu Thalib, yang selama ini menjadi pendukung dalam dakwahnya, pelindung bagi dirinya, serta tameng dan penolong untuk menghadapi kaumnya.

Ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum Quraisy menimpakan kejahatan terhadap Rasulullah. Kejahatan yang tak terbayangkan pada masa hidup Abu Thalib.

Bahkan, seorang yang paling bodoh di antara kaum Quraisy pun sampai berani menghadang Rasulullah dan menyiramkan debu di kepala beliau. Rasulullah memasuki rumah dengan debu yang masih memenuhi kepala. Sambil menangis, Ummu Kultsum segera mendekati dan membasuh debu di kepala Rasulullah.

Selanjutnya, beliau bersabda, “Jangan menangis wahai putriku, sesungguhnya Allah pasti melindungimu dan ayahmu.”

Ibnu Ishaq mengatakan, “Khadijah binti Khuwailid dan Abu Thalib wafat pada tahun yang sama. Dengan kepergian Khadijah, Rasulullah mengalami musibah yang bertubi-tubi. Bagi Rasulullah, Khadijah adalah pendamping setia untuk mendakwahkan Islam dan tempat beliau mengadu.

Begitu juga dengan Abu Thalib yang merupakan pembela dan pelindung bagi beliau. Ia merupakan penjaga dan penolong beliau dalam menghadapi kaumnya. Semua ini terjadi tiga tahun sebelum peristiwa hijrah ke Madinah.

Sabar telah menjadi sahabat Rasulullah yang paling setia ditemani oleh para putrinya dan orang-orang beriman kepada Allah saat beliau menghadapi berbagai kesulitan besar itu. Akhirnya, Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk hijrah ke Yastrib terlebih dahulu. Setelah itu, disusul oleh beliau yang turut hijrah menuju Yastrib.

Rasulullah meninggalkan kediamannya di Mekah al-Mukarramah untuk hijrah. Beliau titipkan Ummu Kultsum dan Fathimah kepada istri kedua beliau, Saudah binti Zam`ah , yang beliau nikahi setelah kepergian mendiang Khadijah. ( )

Setelah tiba di Madinah dan menetap di sana, Rasulullah mengutus beberapa sahabat agar pergi ke Makkah untuk membawa keluarga beliau beserta keluarga Abu Bakar yang beliau tinggalkan di Makkah.

Ketika para putri Rasulullah telah tiba di Yastrib (Madinah) bersama istri beliau, Saudah binti Zam`ah, serta putri-putri Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Asma` dan Aisyah , para wanita Anshar menyambut mereka dengan hangat dan gembira.

Rasulullah sendiri menyambut para putri dan istri beliau dengan penuh kerinduan dan kehangatan. Beliau segera membawa mereka ke rumah yang telah dipersiapkan untuk keluarga seusai mendirikan Masjid Nabawi.

Setelah dua tahun berlalu dengan banyak peristiwa besar pascahijrah dan kemenangan kaum muslim dalam Perang Badar, terjadilah musibah besar dengan wafatnya saudari Ummu Kultsum, Ruqayyah, yang sedikit terlupakan oleh kebahagiaan atas kemenangan kaum Muslimin dalam memerangi kebatilan pada hari al-Furqan.

Dr. Bassam Muhammad Hamami dalam buku “Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam” menganggambarkan berbagai kenangan mengerikan silih berganti dalam benak Ummu Kultsum sehingga kedua bibirnya melepaskan keluhan lemah seakan meluluhkan jiwanya. Ummu Kultsum memejamkan kedua mata dengan lemah lalu ia melihat bayangan sang ibu sedang menyerahkan nyawa kepada Allah di tengah peristiwa pemboikotan yang dialami.

Demikian pula bayangan saudarinya, Ruqayyah, saat jiwanya bergetar mendengar pekik kemenangan dalam Perang Badar yang menggema di luar sana.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1365 seconds (0.1#10.140)