Ibnu Amr: Meraih Separuh Ilmu dengan Belajar 'Bicara Saya Tidak Tahu'

Jum'at, 20 Agustus 2021 - 18:41 WIB
loading...
Ibnu Amr: Meraih Separuh Ilmu dengan Belajar Bicara Saya Tidak Tahu
Ilustrasi/Ist
A A A
INI adalah perkataan Ibnu Amr atau Abdullah bin Amr . Beliau berkata: Siapa yang ditanya perkara yang tidak dia ketahui lalu menjawab saya tidak tahu berarti dia telah meraih separuh ilmu. (Al-‘Iqdul Farid 2/85).



Apa yang dikatakan Ibnu Amr ini selalu relevan. Pada zaman sekarang, banyak orang yang berani memikul beban berat di luar kapasitasnya. Banyak orang yang “setengah matang” berani mengeluarkan fatwa dalam masalah-masalah besar, yang seandainya diberikan kepada para ulama, mereka tidak langsung menjawabnya dengan serta merta.

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi dalam bukunya berjudul Cambuk Hati Sahabat Nabi mengatakan urusan fatwa masalah agama, terutama masalah-masalah besar yang menyangkut nyawa, negara dan sebagainya, bukanlah masalah yang enteng, tetapi masalah yang maha berat, karena dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. "Lebih-lebih di zaman sekarang yang serba media, pasti langsung heboh dan viral," tuturnya..

Imam Malik berkata, "Ada seorang bercerita padaku bahwa dia pernah masuk kepada Rabi’ah yang sedang menangis. Dia bertanya: Apa yang membuat anda menangis? Apakah ada musibah menimpa dirimu?

Robi’ah menjawab: Tidak, namun karena seorang yang tidak berilmu dimintai fatwa!! Beliau juga berkata: “Sebagian orang yang berfatwa di sini lebih berhak untuk dipenjara daripada pencuri”. (Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr, no. 2140)



Sedangkan Ibnu Sholah berkomentar, "Semoga Allah merahmati Rabi’ah, bagaimana seandainya beliau mendapati zaman kita?! Laa Haula Walaa Quwwa ta Illa Billahi. Hanya kepada Allah kita mengadu dan Dia adalah sebaik-baik penolong. (Adabul Mufti wal Mustafti hlm. 85)

Sementara itu Ibnu Hamdan berkomentar: ”Maka bagaimana seandainya beliau melihat zaman kita, dan beraninya orang-orang yang tidak berilmu untuk berfatwa, padahal sedikit pengalamannya dan buruk sirahnya dan rusak niatnya”. (Shifatil Mufti wal Mustafti, hlm. 142).

Selanjutnya Ibnul Jauzi berkata: ”Ini adalah ucapan Rabi’ah padahal waktu itu para tabiin masih banyak jumlahnya, lantas bagaimana kiranya kalau dia melihat zaman kita?Sesungguhnya yang berani berfatwa adalah orang yang tidak berilmu karena kurangnya agama”. (Ta’zhimul Fatwa, hlm. 113).

Subhanallah, kalau itu komentar mereka pada zaman mereka, lantas bagaimana kiranya mereka mendapati pada zaman sekarang. "Anak-anak manusia yang ugal-ugalan berfatwa tanpa ilmu dan menulis tanpa ilmu di medsos, bermegah megahan di hadapan ulama, seakan mereka tidak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak," ujar Abu Ubaidah Yusuf.

Di sinilah kita perlu belajar untuk mengatakan Saya Tidak Tahu dan tidak perlu malu atau gengsi mengatakan hal itu.



Abu Dzayyal berkata: "Belajarlah mengatakan 'saya tidak tahu', karena jika kamu mengatakan 'saya tidak tahu' niscaya mereka akan mengajarimu hingga dirimu jadi tahu. Namun jika kamu mengatakan saya tahu niscaya mereka akan bertanya kepadamu hingga engkau tidak tahu. (Jami’ Bayanil Ilmi 1589, Shifatul Mufti wal Mustafti hlm. 138 dan Ta’zhimul Futya no. 32).

Sesungguhnya ucapan “saya tidak tahu” tidaklah merendahkan kedudukan seorang, bahkan itu meninggikan derajatnya karena rasa takutnya ke pada Allah, kejernihan hatinya, dan kehati-hatiannya.

Syeikh As Sa’di dalam Tadzkirah Sami’ wal Mutakallim menyebutkan beberapa faedah seorang mengatakan saya tidak tahu, diantaranya:

1. Melaksanakan kewajiban.
2. Akan dapat ilmu dari sahabat atau muridnya.
3. Menunjukkan amanah dan kehati-hatiannya.
4. Pengajaran bagi murid-muridnya agar menirunya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2207 seconds (0.1#10.140)