Inilah Cara Taubat dari Perbuatan Mencuri
loading...
A
A
A
Mencuri tergolong salah satu perbutan dosa besar yang pelakunya wajib bertaubat kepada Allah Ta'ala. Karena harta dari hasil mencuri adalah haram, karena mengambil hak orang lain.
Allah Ta’ala Ta'ala berfirman :
[وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ]
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).
Sebuah riwayat dari Abu Humaid As-Sa’idi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, semua orang yang mengambil sesuatu tanpa menggunakan cara yang benar itu pada hari kiamat nanti akan menghadap Allah sambil memikul sesuatu yang dia ambil tersebut. Sungguh, aku akan mengenal salah seorang kalian yang menghadap Allah sambil memikul unta yang bersuara, sapi yang bersuara, atau kambing yang sedang mengembik.”
Nabi kemudian mengangkat tangannya sehingga putihnya ketiak beliau pun tampak, lalu beliau berkata, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?” (HR. Bukhari, no. 6578. dan Muslim, no. 1832).
Lantas, bagaimana caranya bertaubat dari perbuatan mencuri ini? Tidak ada kata terlambat selama kita hidup. Termasuk soal taubat. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Mengapa Allah masih hidupkan kita sampai hari ini? Karena dosa kita banyak dan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat.”
Menurut Ustadz Adi Hidayat, tidak ada dosa yang tidak diampuni, kalau orang tersebut mau bertaubat kepada Allah sebelum dia wafat, bahkan dosa yang termasuk dosa besarpun, tingkat paling tinggi. "Allah lebih menyukai pelaku maksiat yang ingin bertaubat daripada orang sholeh yang tak pernah merasa salah. Allah itu sangat senang apabila ada pelaku maksiat bertaubat, Allah lebih mencintai pelaku maksiat yang bertaubat daripada orang sholeh yang tidak pernah merasa salah," ungkap ustadz yang sering disapa UAH dalam salah satu ceramahnya yang ditayangkan YouTube, baru-baru ini.
Cara bertaubat dari perbuatan mencuri tersebut, UAH menjelaskannya sebagai berikut:
Pertama, seseorang yang mencuri harus terlebih dahulu mengakui kesalahan dan menyesalinya, berjanji untuk tidak mengulangi, dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Kedua, apabila pelaku pencurian ingin mengembalikan harta curiannya dapat diupayakan dengan menelusuri atau mengingat harta siapa saja yang dicuri dan berapa banyak.
Ketiga, apabila kesulitan untuk mengingat maka harta curian tersebut dapat diganti dengan niat bersedekah atas nama korban yang dicuri hartanya.
"Kalau memang pahit-pahitnya sudah sama sekali tak bisa ditemukan, maka diantara jalan menggantinya kata para ulama bisa dengan bersodaqoh diniatkan sodaqoh itu, mengganti harta orang-orang yang pernah diambil itu, dan pahalanya diniatkan dialirkan kepada orang yang dimaksudkan," ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Selain itu, menurut UAH, apabila berhasil mengingat siapa saja korban yang telah dicuri hartanya, maka sebaiknya pelaku mengakui kesalahan dan mengembalikan harta yang telah dicuri. Namun, ketika menyampaikan pengakuan atas perbuatan mencuri tersebut kepada korban, maka dapat dilakukan dengan cara yang baik.
Selanjutnya, mengembalikan harta curian kepada pemiliknya juga dapat dilakukan tanpa memberikan pengakuan. Hal ini dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk mengungkap pengakuan tersebut kepada korban. "Ditimbang, kira-kira kalau kita sampaikan terbuka resikonya tinggi tidak, ada bahaya terhadap nyawa atau tidak, ada mengancam kepada yang lagi atau tidak," paparnnya.
Wallahu A'lam
Allah Ta’ala Ta'ala berfirman :
[وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ]
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).
Sebuah riwayat dari Abu Humaid As-Sa’idi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, semua orang yang mengambil sesuatu tanpa menggunakan cara yang benar itu pada hari kiamat nanti akan menghadap Allah sambil memikul sesuatu yang dia ambil tersebut. Sungguh, aku akan mengenal salah seorang kalian yang menghadap Allah sambil memikul unta yang bersuara, sapi yang bersuara, atau kambing yang sedang mengembik.”
Nabi kemudian mengangkat tangannya sehingga putihnya ketiak beliau pun tampak, lalu beliau berkata, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?” (HR. Bukhari, no. 6578. dan Muslim, no. 1832).
Lantas, bagaimana caranya bertaubat dari perbuatan mencuri ini? Tidak ada kata terlambat selama kita hidup. Termasuk soal taubat. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Mengapa Allah masih hidupkan kita sampai hari ini? Karena dosa kita banyak dan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat.”
Menurut Ustadz Adi Hidayat, tidak ada dosa yang tidak diampuni, kalau orang tersebut mau bertaubat kepada Allah sebelum dia wafat, bahkan dosa yang termasuk dosa besarpun, tingkat paling tinggi. "Allah lebih menyukai pelaku maksiat yang ingin bertaubat daripada orang sholeh yang tak pernah merasa salah. Allah itu sangat senang apabila ada pelaku maksiat bertaubat, Allah lebih mencintai pelaku maksiat yang bertaubat daripada orang sholeh yang tidak pernah merasa salah," ungkap ustadz yang sering disapa UAH dalam salah satu ceramahnya yang ditayangkan YouTube, baru-baru ini.
Baca Juga
Cara bertaubat dari perbuatan mencuri tersebut, UAH menjelaskannya sebagai berikut:
Pertama, seseorang yang mencuri harus terlebih dahulu mengakui kesalahan dan menyesalinya, berjanji untuk tidak mengulangi, dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Kedua, apabila pelaku pencurian ingin mengembalikan harta curiannya dapat diupayakan dengan menelusuri atau mengingat harta siapa saja yang dicuri dan berapa banyak.
Ketiga, apabila kesulitan untuk mengingat maka harta curian tersebut dapat diganti dengan niat bersedekah atas nama korban yang dicuri hartanya.
"Kalau memang pahit-pahitnya sudah sama sekali tak bisa ditemukan, maka diantara jalan menggantinya kata para ulama bisa dengan bersodaqoh diniatkan sodaqoh itu, mengganti harta orang-orang yang pernah diambil itu, dan pahalanya diniatkan dialirkan kepada orang yang dimaksudkan," ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Selain itu, menurut UAH, apabila berhasil mengingat siapa saja korban yang telah dicuri hartanya, maka sebaiknya pelaku mengakui kesalahan dan mengembalikan harta yang telah dicuri. Namun, ketika menyampaikan pengakuan atas perbuatan mencuri tersebut kepada korban, maka dapat dilakukan dengan cara yang baik.
Selanjutnya, mengembalikan harta curian kepada pemiliknya juga dapat dilakukan tanpa memberikan pengakuan. Hal ini dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk mengungkap pengakuan tersebut kepada korban. "Ditimbang, kira-kira kalau kita sampaikan terbuka resikonya tinggi tidak, ada bahaya terhadap nyawa atau tidak, ada mengancam kepada yang lagi atau tidak," paparnnya.
Wallahu A'lam
(wid)