Inilah Syarat-syarat Terbaik Bertaubat Menurut Syaikh Al Utsaimin
loading...
A
A
A
Hakikat taubat adalah kembali kepada Allah dengan mengerjakan apa-apa yang dicintai-Nya dan meninggalkan apa-apa yang dibenci-Nya, atau kembali dari sesuatu yang dibenci kepada sesuatu yang dicintai .
Dan setiap orang yang bertaubat adalah orang yang beruntung. Seseorang tak akan beruntung kecuali dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Allah Ta'ala berfirman : “......Dan, barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim,” (QS Al-Hujurat: 11).
Nah Muslimah, agar bertaubat dapat sungguh-sungguh dan diterima Allah maka dibutuhkan syarat. Tentu saja, syarat-syarat terbaik yang dibutuhkan untuk diterimanya taubat ini. Dalam kitab Majâlis Syahri Ramadhân, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengatakan, “Taubat yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat". Yaitu :
1. Dilakukan dengan ikhlas
Tidak sah taubat seseorang kecuali dengan ikhlas dengan cara menujukan taubatnya tersebut semata mengharap wajah Allah, ampunan dan penghapusan dosanya. Artinya, yang mendorong untuk bertaubat adalah kecintaannya kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungannya terhadap Allâh, harapannya untuk pahala disertai rasa takut akan tertimpa adzab-Nya.
Ia tidak menghendaki dunia sedikitpun dan juga bukan karena ingin dekat dengan orang-orang tertentu. Jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan diterima. Karena ia belum bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla namun ia bertaubat demi mencapai tujuan-tujuan dunia yang dia inginkan.
2. Menyesali atas dosa yang pernah dilakukan
Hal ini sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh dihadapan-Nya serta murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan. Taubat seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu.
3. Segera berhenti dari perbuatan maksiat
Jika maksiat atau dosa itu disebabkan karena ia melakukan sesuatu yang diharamkan, maka harus langsung meninggalkan perbuatan haram tersebut seketika itu juga. Jika dosa atau maksiat akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia bergegas untuk melakukan yang diwajibkan itu seketika itu juga.
Dan banyak contoh lainnya. Misalnya bila dosa maksiat itu kepada manusia harus diselesaikan dengan manusia itu juga. Contohnya apabila berupa harta, harus menunaikannya kepada pemiliknya dan tidak diterima taubatnya kecuali dengan menunaikannya. Contohnya jika mencuri harta dari seseorang lalu bertaubat dari hal itu, maka kamu harus menyerahkan hasil curian tersebut kepada pemiliknya.
Apabila kemaksiatan yang dilakukan terhadap orang lain berupa pemukulan atau sejenisnya, maka datangilah ia dan mudahkanlah ia untuk membalas memukul kamu seperti kamu memukulnya. Apabila yang dipukul punggung maka punggung yang dipukul dan bila kepala atau bagian tubuh lainnya maka hendaklah ia membalasnya.
Sesungguhnya perbuatan baik akan menghilangkan keburukan. Dan taubah seseorang dari dosa tertentu tetap sah, sekalipun ia masih terus-menerus melakukan dosa yang lain. Karena perbuatan manusia itu banyak macamnya, dan imannya pun bertingkat-tingkat. Namun orang yang bertaubat dari dosa tertentu itu tidak bisa dikatakan dia telah bertaubat secara mutlak. Dan semua sifat-sifat terpuji dan kedudukan yang tinggi bagi orang yang bertaubat, hanya bisa diraih dengan bertaubat dari seluruh dosa-dosa.
4. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa yang akan datang.
Karena ini merupakan buah dari taubatnya dan sebagai bukti kejujuran pelakunya. Jika ia mengatakan telah bertaubat, namun ia masih bertekad untuk melakukan maksiat itu lagi di suatu hari nanti, maka taubatnya saat itu belum benar.
Karena taubatnya hanya sementara, si pelaku maksiat ini hanya sedang mencari momen yang tepat saja. Taubatnya ini tidak menunjukkan bahwa dia membenci perbuatan maksiat itu lalu menjauh darinya dan selanjutnya melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
Dan setiap orang yang bertaubat adalah orang yang beruntung. Seseorang tak akan beruntung kecuali dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Allah Ta'ala berfirman : “......Dan, barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim,” (QS Al-Hujurat: 11).
Nah Muslimah, agar bertaubat dapat sungguh-sungguh dan diterima Allah maka dibutuhkan syarat. Tentu saja, syarat-syarat terbaik yang dibutuhkan untuk diterimanya taubat ini. Dalam kitab Majâlis Syahri Ramadhân, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengatakan, “Taubat yang diperintahkan Allâh Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang mencakup lima syarat". Yaitu :
1. Dilakukan dengan ikhlas
Tidak sah taubat seseorang kecuali dengan ikhlas dengan cara menujukan taubatnya tersebut semata mengharap wajah Allah, ampunan dan penghapusan dosanya. Artinya, yang mendorong untuk bertaubat adalah kecintaannya kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungannya terhadap Allâh, harapannya untuk pahala disertai rasa takut akan tertimpa adzab-Nya.
Ia tidak menghendaki dunia sedikitpun dan juga bukan karena ingin dekat dengan orang-orang tertentu. Jika ini yang dia inginkan maka taubatnya tidak akan diterima. Karena ia belum bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla namun ia bertaubat demi mencapai tujuan-tujuan dunia yang dia inginkan.
2. Menyesali atas dosa yang pernah dilakukan
Hal ini sebagai bukti penyesalan yang sesungguhnya kepada Allâh dan luluh dihadapan-Nya serta murka pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan. Taubat seperti ini adalah taubat yang benar-benar dilandasi akidah, keyakinan dan ilmu.
3. Segera berhenti dari perbuatan maksiat
Jika maksiat atau dosa itu disebabkan karena ia melakukan sesuatu yang diharamkan, maka harus langsung meninggalkan perbuatan haram tersebut seketika itu juga. Jika dosa atau maksiat akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia bergegas untuk melakukan yang diwajibkan itu seketika itu juga.
Dan banyak contoh lainnya. Misalnya bila dosa maksiat itu kepada manusia harus diselesaikan dengan manusia itu juga. Contohnya apabila berupa harta, harus menunaikannya kepada pemiliknya dan tidak diterima taubatnya kecuali dengan menunaikannya. Contohnya jika mencuri harta dari seseorang lalu bertaubat dari hal itu, maka kamu harus menyerahkan hasil curian tersebut kepada pemiliknya.
Apabila kemaksiatan yang dilakukan terhadap orang lain berupa pemukulan atau sejenisnya, maka datangilah ia dan mudahkanlah ia untuk membalas memukul kamu seperti kamu memukulnya. Apabila yang dipukul punggung maka punggung yang dipukul dan bila kepala atau bagian tubuh lainnya maka hendaklah ia membalasnya.
Sesungguhnya perbuatan baik akan menghilangkan keburukan. Dan taubah seseorang dari dosa tertentu tetap sah, sekalipun ia masih terus-menerus melakukan dosa yang lain. Karena perbuatan manusia itu banyak macamnya, dan imannya pun bertingkat-tingkat. Namun orang yang bertaubat dari dosa tertentu itu tidak bisa dikatakan dia telah bertaubat secara mutlak. Dan semua sifat-sifat terpuji dan kedudukan yang tinggi bagi orang yang bertaubat, hanya bisa diraih dengan bertaubat dari seluruh dosa-dosa.
4. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa yang akan datang.
Karena ini merupakan buah dari taubatnya dan sebagai bukti kejujuran pelakunya. Jika ia mengatakan telah bertaubat, namun ia masih bertekad untuk melakukan maksiat itu lagi di suatu hari nanti, maka taubatnya saat itu belum benar.
Karena taubatnya hanya sementara, si pelaku maksiat ini hanya sedang mencari momen yang tepat saja. Taubatnya ini tidak menunjukkan bahwa dia membenci perbuatan maksiat itu lalu menjauh darinya dan selanjutnya melaksanakan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .