Amalan Sholat Sunnah Mutlak Tolak Balak Rebo Wekasan
loading...
A
A
A
Sejumlah ulama menyarankan umat Islam melakukan sholat sunnah untuk menolak balak di hari Rebo Wekasan . Namun saran ini menjadi polemik karena tidak ada dasarnya.
Hari Rabu terakhir di bulan Safar (hari ini, 6 Okober 2021) diyakini menjadi hari turunnya bala bencana di bumi. Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur menyebut para wali mengatakan Allah SWT menurunkan 320 ribu bala bencana di bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hari itu dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan.
Untuk menjaga diri agar terhindar dari bahaya tersebut, ulama menganjurkan agar melaksanakan shalat sunnah. Shalat ini bukanlah shalat khusus untuk hari Rebo Wekasan. Sebab, tidak ada anjuran demikian dalam hadis. Namun, shalat sunnah yang dilaksanakan adalah shalat sunnah mutlak.
Mengutip KH Muhammad Djamaluddin Ahmad, laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), menganjurkan agar setiap rakaat setelah al-Fatihah, dibaca surat al-Kautsar 17 kali. Lalu, diikuti surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali. Baca juga: Inilah Amaliah Shalat di Hari Rebo Wekasan.
Hal senada juga diajurkan oleh Syekh Abdul Hamid. Umat Islam hendaknya melaksanakan shalat sunnah mutlak tanpa bilangan tertentu di waktu-waktu seperti Rebo Wekasan.
"Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo wekasan), maka barangsiapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya." (Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, hal. 22).
Sementara itu, KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang menyampaikan ada tiga pandangan terhadap Rebo Wekasan.
Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Safar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus. Sementara sebagaimana maklum, hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.
Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.
Ketiga, tidak boleh melaksanakan amalan khusus atau shalat Rebo Wekasan, kecuali hanya sebatas shalat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (shalat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Bala atau bencana bisa datang kapan saja. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: ''Tidak menghalangi suatu kaum dari mengeluarkan harta mereka melainkan mereka (sebenarnya) menghalangi langit dari menurunkan hujan. Kalaulah tidak karena binatang yang ada di muka bumi ini, niscaya langit pasti tidak akan menurunkan hujan untuk selama-lamanya.'' (HR Muslim)
Di sisi lain, Muktamar Ketiga NU menetapkan tidak mempercayai adanya hari naas seperti itu. Keputusan ini didasarkan pada pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut.
"Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu," (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).
Penyebab Allah Menurunkan Bencana
Setidaknya ada 15 penyebab yang membuat Allah Ta'ala menurunkan bencana.
1. Apabila harta rampasan perang hanya dibagikan kepada orang tertentu
2. Apabila zakat dikeluarkan hanya untuk menebus kesalahan (dianggap sebagai denda)
3. Apabila sesuatu yang diamanatkan menjadi milik sendiri (amanat tidak dijalankan)
4. Apabila suami terlalu mentaati istri (hingga ibunya ditinggalkan atau lebih taat kepada istri dari pada ibunya)
5. Lalu, apabila anak mendurhakai kedua orang tuanya
6. Apabila seorang lebih memuliakan teman dari pada orang tuanya sendiri
7. Apabila yang lebih banyak terdengar adalah suara bising (yang sangat mengganggu pendengaran)
8. Apabila keduniaan lebih banyak dibicarakan di dalam masjid
9. Apabila pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina dari mereka
10. Apabila seseorang dimuliakan kerana takut akan kejahatannya
11. Apabila minuman yang memabukkan (termasuk narkoba dan sejenisnya) menjadi minuman biasa dalam acara-acara
12. Apabila banyak lelaki memakai sutra
13. Apabila wanita diundang dalam suatu acara untuk menghibur lelaki
14. Apabila wanita mulai bermain alat music
15. Apabila orang yang hidup kemudian menghina orang yang terdahulu (khususnya para alim ulama)
Maka, sabda Rasullah: ''Pada saat itu, tunggulah bala yang akan menimpa dalam bentuk angin (puting beliung) dan gempa yang maha dahsyat atau tanaman yang tidak memberi hasil.'' Wallahu'alam.
Hari Rabu terakhir di bulan Safar (hari ini, 6 Okober 2021) diyakini menjadi hari turunnya bala bencana di bumi. Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur menyebut para wali mengatakan Allah SWT menurunkan 320 ribu bala bencana di bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hari itu dikenal dengan sebutan Rebo Wekasan.
Untuk menjaga diri agar terhindar dari bahaya tersebut, ulama menganjurkan agar melaksanakan shalat sunnah. Shalat ini bukanlah shalat khusus untuk hari Rebo Wekasan. Sebab, tidak ada anjuran demikian dalam hadis. Namun, shalat sunnah yang dilaksanakan adalah shalat sunnah mutlak.
Mengutip KH Muhammad Djamaluddin Ahmad, laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), menganjurkan agar setiap rakaat setelah al-Fatihah, dibaca surat al-Kautsar 17 kali. Lalu, diikuti surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali. Baca juga: Inilah Amaliah Shalat di Hari Rebo Wekasan.
Hal senada juga diajurkan oleh Syekh Abdul Hamid. Umat Islam hendaknya melaksanakan shalat sunnah mutlak tanpa bilangan tertentu di waktu-waktu seperti Rebo Wekasan.
"Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo wekasan), maka barangsiapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya." (Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, hal. 22).
Sementara itu, KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang menyampaikan ada tiga pandangan terhadap Rebo Wekasan.
Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Safar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus. Sementara sebagaimana maklum, hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.
Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.
Ketiga, tidak boleh melaksanakan amalan khusus atau shalat Rebo Wekasan, kecuali hanya sebatas shalat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (shalat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Bala atau bencana bisa datang kapan saja. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: ''Tidak menghalangi suatu kaum dari mengeluarkan harta mereka melainkan mereka (sebenarnya) menghalangi langit dari menurunkan hujan. Kalaulah tidak karena binatang yang ada di muka bumi ini, niscaya langit pasti tidak akan menurunkan hujan untuk selama-lamanya.'' (HR Muslim)
Di sisi lain, Muktamar Ketiga NU menetapkan tidak mempercayai adanya hari naas seperti itu. Keputusan ini didasarkan pada pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut.
"Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu," (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).
Penyebab Allah Menurunkan Bencana
Setidaknya ada 15 penyebab yang membuat Allah Ta'ala menurunkan bencana.
1. Apabila harta rampasan perang hanya dibagikan kepada orang tertentu
2. Apabila zakat dikeluarkan hanya untuk menebus kesalahan (dianggap sebagai denda)
3. Apabila sesuatu yang diamanatkan menjadi milik sendiri (amanat tidak dijalankan)
4. Apabila suami terlalu mentaati istri (hingga ibunya ditinggalkan atau lebih taat kepada istri dari pada ibunya)
5. Lalu, apabila anak mendurhakai kedua orang tuanya
6. Apabila seorang lebih memuliakan teman dari pada orang tuanya sendiri
7. Apabila yang lebih banyak terdengar adalah suara bising (yang sangat mengganggu pendengaran)
8. Apabila keduniaan lebih banyak dibicarakan di dalam masjid
9. Apabila pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina dari mereka
10. Apabila seseorang dimuliakan kerana takut akan kejahatannya
11. Apabila minuman yang memabukkan (termasuk narkoba dan sejenisnya) menjadi minuman biasa dalam acara-acara
12. Apabila banyak lelaki memakai sutra
13. Apabila wanita diundang dalam suatu acara untuk menghibur lelaki
14. Apabila wanita mulai bermain alat music
15. Apabila orang yang hidup kemudian menghina orang yang terdahulu (khususnya para alim ulama)
Maka, sabda Rasullah: ''Pada saat itu, tunggulah bala yang akan menimpa dalam bentuk angin (puting beliung) dan gempa yang maha dahsyat atau tanaman yang tidak memberi hasil.'' Wallahu'alam.
(mhy)