Mengikhlaskan Hati dalam Beramal
loading...
A
A
A
Mengikhlaskan hati ketika hendak beramal , sedang beramal, maupun ketika sudah beramal harus mendapat perhatian khusus dan mendalam. Hal ini penting dilakukan agar amalan yang dilakukan bernilai di hadapan Allah.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus ….” (QS Al Bayyinah :5)
Maksud dari agama yang lurus dari ayat tersebut adalah kita terjauhkan dari hal-hal syirik dan menuju kepada tauhid. Di sinilah kedudukan ikhlas yang begitu penting dalam amal ibadah, agar amalan-amalan tidak sia-sia dan tidak mendapatkan azab di dunia maupun akhirat kelak.
Dinukil dari buku 'Khutuwaat ilas Sa’adah' karya Dr. Abdul Muhsin Al Qasim (Imam dan Khatib Masjid Nabawi) yang telah diterjemahkan, dijelaskan tentang beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang bisa berlaku ikhlas dalam beramal, berikut di antaranya:
1. Selalu berdoa
Selalu memohon perlindungan kepada Allah Ta'ala, Dialah yang membolak-balikkan hati manusia. Zat yang ditangan-Nya-lah hidayah berada, tampakkanlah hajat dan kefakiran kepada-Nya. Mintalah selalu kepada-Nya agar Dia memberikan keikhlasan kepadamu. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu selalu memanjatkan doa ini;
اللهم اجعل عملي كلها صالحا, واجعله لوجهك خالصا, و لا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun.”
2. Sembunyikan amal
Bisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah engkau beramal untuk diingat. Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan."
Jadi, amal yang tersembunyi -dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi kuat bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas.
3. Selalu melihat amal orang-orang shaleh panutan
Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan orang shaleh terdahulu sebagai panutan kita. Allah ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ (٩٠)
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS Al An’am: 90)
Bila perlu, baca buku-buku biografi para ulama, ahli ibadah, dan zuhhad (orang yang zuhud), karena hal itu lebih mampu untuk menambah keimanan di dalam hati.
4. Menganggap remeh amal
Penyakit yang sering melanda hamba adalah ridha (puas) dengan dirinya. Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal itu akan membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang telah dikerjakan tidak bernilai.
Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang bisa masuk surga berkat dosanya dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya. Maka ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sa’id menjawab, “Pria tadi mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah. Pria yang lain mengerjakan suatu kebaikan, namun dia senantiasa ujub (bangga) dengan amalnya tersebut, sehingga taktala bertemu Allah, dia pun dimasukkan ke dalam neraka Allah.”
Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus ….” (QS Al Bayyinah :5)
Maksud dari agama yang lurus dari ayat tersebut adalah kita terjauhkan dari hal-hal syirik dan menuju kepada tauhid. Di sinilah kedudukan ikhlas yang begitu penting dalam amal ibadah, agar amalan-amalan tidak sia-sia dan tidak mendapatkan azab di dunia maupun akhirat kelak.
Dinukil dari buku 'Khutuwaat ilas Sa’adah' karya Dr. Abdul Muhsin Al Qasim (Imam dan Khatib Masjid Nabawi) yang telah diterjemahkan, dijelaskan tentang beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang bisa berlaku ikhlas dalam beramal, berikut di antaranya:
1. Selalu berdoa
Selalu memohon perlindungan kepada Allah Ta'ala, Dialah yang membolak-balikkan hati manusia. Zat yang ditangan-Nya-lah hidayah berada, tampakkanlah hajat dan kefakiran kepada-Nya. Mintalah selalu kepada-Nya agar Dia memberikan keikhlasan kepadamu. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu selalu memanjatkan doa ini;
اللهم اجعل عملي كلها صالحا, واجعله لوجهك خالصا, و لا تجعل لأحد فيه شيئا
“Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena mengharap Wajah-Mu, dan janganlah jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun.”
2. Sembunyikan amal
Bisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah engkau beramal untuk diingat. Sembunyikanlah kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan."
Jadi, amal yang tersembunyi -dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih layak diterima di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi kuat bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas.
3. Selalu melihat amal orang-orang shaleh panutan
Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan orang shaleh terdahulu sebagai panutan kita. Allah ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ (٩٠)
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS Al An’am: 90)
Bila perlu, baca buku-buku biografi para ulama, ahli ibadah, dan zuhhad (orang yang zuhud), karena hal itu lebih mampu untuk menambah keimanan di dalam hati.
4. Menganggap remeh amal
Penyakit yang sering melanda hamba adalah ridha (puas) dengan dirinya. Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan ridha, maka hal itu akan membinasakannya. Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal shalih yang telah dikerjakan tidak bernilai.
Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang bisa masuk surga berkat dosanya dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya. Maka ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Sa’id menjawab, “Pria tadi mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah. Pria yang lain mengerjakan suatu kebaikan, namun dia senantiasa ujub (bangga) dengan amalnya tersebut, sehingga taktala bertemu Allah, dia pun dimasukkan ke dalam neraka Allah.”