Abu Dzar al-Ghifari (1): Sosok yang Membuat Rasulullah SAW Takjub
loading...
A
A
A
Urutan Kelima
Di kemudian hari Jundub bin Janadah dikenal dengan nama Abu Dzar al-Ghifari. Dzar sebenarnya adalah nama dari putra Jundub yang tertua, sementara al-Ghifari merujuk pada suku Ghifar.
Abu Dzar masuk Islam tanpa ditunda-tunda. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi dia telah memeluk Agama Islam pada hari-hari pertama, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.
Ketika itu Rasulullah menyampaikan dakwah secara berbisik-bisik. Dibisikkannya ajaran Islam ke enam orang tersebut termasuk Abu Dzar salah satunya. Dengan kondisi tersebut, tak ada yang dapat dilakukan oleh Abu Dzar selain memendam keimanannya di dalam dada.
Namun sebenarnya, Abu Dzar adalah seseorang yang berwatak radikal dan revolusioner, sehingga sudah menjadi tabiatnya menentang kebatilan di mana pun dia berada.
Saat itu kebathilan ada di depan matanya, dia menyaksikan orang-orang membentuk batu menjadi figur tertentu yang kemudian disembah oleh penciptanya sendiri, seraya berkata, “Inilah kami, kami datang mengikuti titahmu!” Bagi Abu Dzar ini sama saja dengan merendahkan akal mereka sendiri.
Teriakan Pertama Tentang Islam
Suatu saat Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa yang harus saya kerjakan menurut Engkau?” “Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!” jawab Rasul. “Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, aku tak akan kembali sebelum meneriakkan Islam dalam masjid!” sambut Abu Dzar.
Abu Dzar pergi menuju Masjidil Haram dan menyerukan dengan sekeras-kerasnya suaranya, “asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah.” Dalam riwayat, diketahui teriakan ini merupakan teriakan pertama tentang agama Islam yang menentang kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakkan telinga mereka.
Sebagai akibatnya, dia mendapat perlakuan yang sudah dapat diduga sebelumya. Orang-orang musyrik mengepung dan memukulinya hingga rubuh.
Seorang perantau asing, yang di Makkah dia tidak memiliki kawan, jauh dari kaumnya, juga tidak memiliki sanak keluarga maupun pembela, namun dia berani dengan lantang meneriakkan tentang agama Islam tanpa keraguan.
Berita mengenai peristiwa pemukulan terhadap Abu Dzar oleh kaum Quraisy segera sampai kepada paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib. Ia segera mendatangi tempat terjadinya peristiwa tersebut. Dia sadar, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Abu Dzar hanya dapat dengan cara diplomasi halus.
Maka Abbas berkata, “Wahai kaum Quraisy! Kalian semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan lewat di kampung Bani Ghifar. Dan orang ini adalah salah seorang warganya, bila dia bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!” Mereka sadar akan hal itu, maka ditinggalkannya lah Abu Dzar.
Namun watak keras Abu Dzar tidak dapat ditundukkan, terlebih dia adalah salah seorang suku Ghifar yang memang terkenal tangguh, peristiwa pemukulan tersebut bukan apa-apa baginya.
Menghina Berhala
Pada hari berikutnya dia melihat dua orang wanita sedang tawaf mengelilingi berhala-berhala Usaf dan Na-ilah sambil bermohon kepada berhala-berhala tersebut. Abu Dzar segera berdiri dan menghalangi mereka, lalu di hadapan mereka berhala-berhala itu dihina oleh Abu Dzar sejadi-jadinya.
Melihat peristiwa itu, kedua wanita tersebut menjadi histeris dan berteriak-teriak, sehingga orang-orang di sekitar gempar. Khalayak paham dengan apa yang sedang tengah berlangsung, dan segera mereka memukuli Abu Dzar hingga tak sadarkan diri. Begitu siuman, kalimat pertama yang diucapkan Abu Dzar adalah, “bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.”
Rasulullah dapat memaklumi akan watak dari murid barunya yang “bengal” ini, Rasulullah takjub terhadap keberaniannya dalam melawan kebathilan. Hanya, bagi Rasulullah cara berdakwah secara terang-terangan untuk saat ini belum waktunya. Maka diulanginyalah perintah agar Abu Dzar kembali ke kaumnya. Abu Dzar diperkenankan untuk kembali apabila dia sudah mendengar kabar bahwa Islam sudah dalam tahap bisa diperjuangkan secara terang-terangan. (Bersambung)
Di kemudian hari Jundub bin Janadah dikenal dengan nama Abu Dzar al-Ghifari. Dzar sebenarnya adalah nama dari putra Jundub yang tertua, sementara al-Ghifari merujuk pada suku Ghifar.
Abu Dzar masuk Islam tanpa ditunda-tunda. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi dia telah memeluk Agama Islam pada hari-hari pertama, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan.
Ketika itu Rasulullah menyampaikan dakwah secara berbisik-bisik. Dibisikkannya ajaran Islam ke enam orang tersebut termasuk Abu Dzar salah satunya. Dengan kondisi tersebut, tak ada yang dapat dilakukan oleh Abu Dzar selain memendam keimanannya di dalam dada.
Namun sebenarnya, Abu Dzar adalah seseorang yang berwatak radikal dan revolusioner, sehingga sudah menjadi tabiatnya menentang kebatilan di mana pun dia berada.
Baca Juga
Saat itu kebathilan ada di depan matanya, dia menyaksikan orang-orang membentuk batu menjadi figur tertentu yang kemudian disembah oleh penciptanya sendiri, seraya berkata, “Inilah kami, kami datang mengikuti titahmu!” Bagi Abu Dzar ini sama saja dengan merendahkan akal mereka sendiri.
Teriakan Pertama Tentang Islam
Suatu saat Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa yang harus saya kerjakan menurut Engkau?” “Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!” jawab Rasul. “Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, aku tak akan kembali sebelum meneriakkan Islam dalam masjid!” sambut Abu Dzar.
Abu Dzar pergi menuju Masjidil Haram dan menyerukan dengan sekeras-kerasnya suaranya, “asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah.” Dalam riwayat, diketahui teriakan ini merupakan teriakan pertama tentang agama Islam yang menentang kesombongan orang-orang Quraisy dan memekakkan telinga mereka.
Sebagai akibatnya, dia mendapat perlakuan yang sudah dapat diduga sebelumya. Orang-orang musyrik mengepung dan memukulinya hingga rubuh.
Seorang perantau asing, yang di Makkah dia tidak memiliki kawan, jauh dari kaumnya, juga tidak memiliki sanak keluarga maupun pembela, namun dia berani dengan lantang meneriakkan tentang agama Islam tanpa keraguan.
Berita mengenai peristiwa pemukulan terhadap Abu Dzar oleh kaum Quraisy segera sampai kepada paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib. Ia segera mendatangi tempat terjadinya peristiwa tersebut. Dia sadar, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Abu Dzar hanya dapat dengan cara diplomasi halus.
Maka Abbas berkata, “Wahai kaum Quraisy! Kalian semua adalah bangsa pedagang yang mau tak mau akan lewat di kampung Bani Ghifar. Dan orang ini adalah salah seorang warganya, bila dia bertindak akan dapat menghasut kaumnya untuk merampok kafilah-kafilahmu nanti!” Mereka sadar akan hal itu, maka ditinggalkannya lah Abu Dzar.
Namun watak keras Abu Dzar tidak dapat ditundukkan, terlebih dia adalah salah seorang suku Ghifar yang memang terkenal tangguh, peristiwa pemukulan tersebut bukan apa-apa baginya.
Menghina Berhala
Pada hari berikutnya dia melihat dua orang wanita sedang tawaf mengelilingi berhala-berhala Usaf dan Na-ilah sambil bermohon kepada berhala-berhala tersebut. Abu Dzar segera berdiri dan menghalangi mereka, lalu di hadapan mereka berhala-berhala itu dihina oleh Abu Dzar sejadi-jadinya.
Melihat peristiwa itu, kedua wanita tersebut menjadi histeris dan berteriak-teriak, sehingga orang-orang di sekitar gempar. Khalayak paham dengan apa yang sedang tengah berlangsung, dan segera mereka memukuli Abu Dzar hingga tak sadarkan diri. Begitu siuman, kalimat pertama yang diucapkan Abu Dzar adalah, “bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.”
Rasulullah dapat memaklumi akan watak dari murid barunya yang “bengal” ini, Rasulullah takjub terhadap keberaniannya dalam melawan kebathilan. Hanya, bagi Rasulullah cara berdakwah secara terang-terangan untuk saat ini belum waktunya. Maka diulanginyalah perintah agar Abu Dzar kembali ke kaumnya. Abu Dzar diperkenankan untuk kembali apabila dia sudah mendengar kabar bahwa Islam sudah dalam tahap bisa diperjuangkan secara terang-terangan. (Bersambung)
(mhy)