Pengganti Mandi Junub Boleh Tayamum, Begini Tata Caranya
loading...
A
A
A
Pengganti mandi junub adalah tayamum . Kebolehan tayamum sebagai ganti mandi ini didasarkan pada firman Allah:
“Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);” ( QS. Al-Maidah: 6 )
Mandi junub adalah salah satu kewajiban bagi mereka yang memiliki hadas besar karena berhubungan badan, mimpi basah, atau setelah haid bagi perempuan. Kalau belum mandi, ibadah yang dikerjakannya tidak sah.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
“Dan jika kamu junub Maka mandilah.”
Mandi junub seharusnya menggunakan air. Namun bila tidak ada air boleh menggantinya dengan tayamum. Tayamum juga boleh dilakukan bagi orang junub tetapi dia khawatir sakit bila menggunakan air tersebut, karena cuaca dingin dan airnya juga dingin.
Dikisahkan bahwa Amr bin al-Ash pernah junub pada suatu malam dan merasa kedinginan. Dia khawatir sakit kalau mandi junub karena cuacanya sangat dingin. Akhirnya dia tayamum dan menjadi imam subuh.
Sahabat yang mengetahui peristiwa itu akhirnya melapor kepada Rasulullah dan Rasul bertanya kepada Amr, “Wahai Amr, engkau mengimami shalat para sahabatmu dalam keadaan junub?”
Amr menjelaskan alasan tayamum kepada Rasulullah sembari mengutip firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” ( QS An-Nisa: 29 )
Mendengar jawaban itu, Rasulullah tertawa dan tidak mengatakan sesuatupun (HR Abu Daud).
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan, hadis ini menunjukan kebolehan bagi orang yang memperkirakan penggunaan air dapat menyebabkan bahaya baginya, baik karena dingin atau alasan lain. Kemudian dibolehkan juga bagi orang tayamum tersebut menjadi imam sholat bagi orang yang berwudhu.
Tidak Mengangkat Hadats
Menurut Ahmad Sarwat dalam Tayammum: Tidak Mengangkat Hadats, Hanya Membolehkan Shalat (2018: 25-34), sejumlah keadaan yang membolehkan untuk bertayamum adalah sebagai berikut.
Pertama, tayamum boleh dilakukan ketika tidak ada air. Namun, ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Hal tersebut dilakukan dengan cara mencari atau membelinya.
Kedua, jika seseorang sakit, dan menurut dokter, menyentuh air bisa membuat penyakitnya makin parah. Dalam keadaan seperti ini, seorang muslim atau muslimah diperbolehkan bertayamum.
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);” ( QS. Al-Maidah: 6 )
Mandi junub adalah salah satu kewajiban bagi mereka yang memiliki hadas besar karena berhubungan badan, mimpi basah, atau setelah haid bagi perempuan. Kalau belum mandi, ibadah yang dikerjakannya tidak sah.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub Maka mandilah.”
Mandi junub seharusnya menggunakan air. Namun bila tidak ada air boleh menggantinya dengan tayamum. Tayamum juga boleh dilakukan bagi orang junub tetapi dia khawatir sakit bila menggunakan air tersebut, karena cuaca dingin dan airnya juga dingin.
Dikisahkan bahwa Amr bin al-Ash pernah junub pada suatu malam dan merasa kedinginan. Dia khawatir sakit kalau mandi junub karena cuacanya sangat dingin. Akhirnya dia tayamum dan menjadi imam subuh.
Sahabat yang mengetahui peristiwa itu akhirnya melapor kepada Rasulullah dan Rasul bertanya kepada Amr, “Wahai Amr, engkau mengimami shalat para sahabatmu dalam keadaan junub?”
Amr menjelaskan alasan tayamum kepada Rasulullah sembari mengutip firman Allah SWT:
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” ( QS An-Nisa: 29 )
Mendengar jawaban itu, Rasulullah tertawa dan tidak mengatakan sesuatupun (HR Abu Daud).
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan, hadis ini menunjukan kebolehan bagi orang yang memperkirakan penggunaan air dapat menyebabkan bahaya baginya, baik karena dingin atau alasan lain. Kemudian dibolehkan juga bagi orang tayamum tersebut menjadi imam sholat bagi orang yang berwudhu.
Tidak Mengangkat Hadats
Menurut Ahmad Sarwat dalam Tayammum: Tidak Mengangkat Hadats, Hanya Membolehkan Shalat (2018: 25-34), sejumlah keadaan yang membolehkan untuk bertayamum adalah sebagai berikut.
Pertama, tayamum boleh dilakukan ketika tidak ada air. Namun, ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara mengusahakannya. Hal tersebut dilakukan dengan cara mencari atau membelinya.
Kedua, jika seseorang sakit, dan menurut dokter, menyentuh air bisa membuat penyakitnya makin parah. Dalam keadaan seperti ini, seorang muslim atau muslimah diperbolehkan bertayamum.