Keluhan Khalifah Utsman bin Affan dan Kritik Pedas Ali bin Abu Thalib
loading...
A
A
A
Di samping itu, Ali juga berpendapat bahwa ketakwaan seorang gubernur lebih penting daripada kemampuannya, dan kejujuran lebih berharga daripada kepandaiannya. Lebih jauh, Ali memandang jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan membuat umat Islam terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam.
Dalam kitabnya Ibnu Katsir menceritakan dialog yang terjadi di antara Ustman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Dialog ini berlangsung atas permintaan orang-orang yang memilih Ali sebagai wakil mereka untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka terhadap Ustman.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah menceritakan Ali datang menemui Utsman, dan mereka berbicara hanya empat mata saja. Maka disampaikannyalah segala pandangan Ali berikut pengaduan dari khalayak yang meminta Ali menjadi wakil.
Setelah disampaikan, Utsman menanggapinya dengan kata-kata berikut ini:
“Demi Allah, seandainya engkau berada pada tempatku, tiadalah aku akan mencela dan menyalahkan engkau, serta tidak pula akan menjelek-jelekkan engkau. Menurut pendapatmu, apakah dinamakan munkar apabila aku menghubungkan silaturahmi, menutupi celah dan mengisi kekosongan, melindungi orang yang sesat jalan dan mengangkat orang seperti yang diangkat oleh Umar ( Umar bin Khattab , khalifah sebelumnya—pen)? Atas nama Allah, saya mohon jawaban engkau wahai Ali, tahukah engkau bahwa Mughirah bin Syu’bah menjadi gubernur di masa Umar?”
“Ya,” jawab Ali Singkat.
“Kemudian mengapa disalahkan jika aku mengangkat Ibnu Amir yang menjadi kerabat dan mempunyai hubungan silaturahmi denganku, padahal tidak banyak kelebihan Mughirah daripadanya?”
“Baiklah aku terangkan,” ucap Ali. “Jika Umar mengangkat seorang pejabat, maka dipegangnya cocok hidungnya. Dan jika terdengar olehnya dia berbuat kesalahan, maka segera ditariknya hidungnya itu dan dibentaknya sejadi-jadinya. Tetapi engkau tidak melakukan itu. Engkau bersikap lemah dan terlalu berbaik hati kepada kaum kerabatmu."
“Bukankah mereka juga kaum kerabat engkau, wahai Ali?” jawab Utsman.
“Memang, hubungan kekeluargaan mereka denganku sungguh dekat, tetapi tentang kebaikan dan keutamaan mereka sama sekali jauh dan tidak ada pada mereka.”
Utsman melanjutkan, “tidakkah engkau ketahui bahwa Umar mengangkat Muawiyah menjadi gubernur selama masa pemerintahannya, maka patutkah aku disalahkan jika aku mengangkatnya juga?”
Ali menjawab, “Tetapi tahukah engkau? Bahwa takutnya Muawiyah kepada Umar lebih besar daripada takutnya budak Umar.”
“Memang benarlah demikian!” ujar Utsman.
“Nah, orang ini (Muawiyah) telah memutuskan sendiri urusan-urusan tanpa merundingkannya dahulu dengan engkau, sedangkan engkau tidak mencegahnya.”
Sampai pada wafatnya, Utsman pada akhirnya tidak pernah memberhentikan Muawiyah.
Dikisahkan dalam banyak riwayat, Utsman adalah jenis orang yang sangat sensitif dan perasa. Di tengah kemelut politik yang datang bertubi-tubi terhadapnya, kritik dan pertentangan datang silih berganti, baik itu dari orang yang benar-benar membencinya atau pun dari orang yang benar-benar datang dengan niat baik membantunya. Tidaklah benar-benar terluka dan tertekan hatinya, jika seseorang yang dikenal tenang dan lemah lembut tiba-tiba meledak kemurkaannya:
“Demi Allah! Kalian menyalahkanku dalam hal yang kalian setujui bagi Umar bin Khattab, padahal aku bersikap lemah lembut kepada kalian, aku rendahkan bahuku dan aku tahan tangan dan lidahku dari menyakiti kalian, tapi kalian jadi berani dan bersikap lancang kepadaku!”
Dalam kitabnya Ibnu Katsir menceritakan dialog yang terjadi di antara Ustman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Dialog ini berlangsung atas permintaan orang-orang yang memilih Ali sebagai wakil mereka untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka terhadap Ustman.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah menceritakan Ali datang menemui Utsman, dan mereka berbicara hanya empat mata saja. Maka disampaikannyalah segala pandangan Ali berikut pengaduan dari khalayak yang meminta Ali menjadi wakil.
Setelah disampaikan, Utsman menanggapinya dengan kata-kata berikut ini:
“Demi Allah, seandainya engkau berada pada tempatku, tiadalah aku akan mencela dan menyalahkan engkau, serta tidak pula akan menjelek-jelekkan engkau. Menurut pendapatmu, apakah dinamakan munkar apabila aku menghubungkan silaturahmi, menutupi celah dan mengisi kekosongan, melindungi orang yang sesat jalan dan mengangkat orang seperti yang diangkat oleh Umar ( Umar bin Khattab , khalifah sebelumnya—pen)? Atas nama Allah, saya mohon jawaban engkau wahai Ali, tahukah engkau bahwa Mughirah bin Syu’bah menjadi gubernur di masa Umar?”
“Ya,” jawab Ali Singkat.
“Kemudian mengapa disalahkan jika aku mengangkat Ibnu Amir yang menjadi kerabat dan mempunyai hubungan silaturahmi denganku, padahal tidak banyak kelebihan Mughirah daripadanya?”
“Baiklah aku terangkan,” ucap Ali. “Jika Umar mengangkat seorang pejabat, maka dipegangnya cocok hidungnya. Dan jika terdengar olehnya dia berbuat kesalahan, maka segera ditariknya hidungnya itu dan dibentaknya sejadi-jadinya. Tetapi engkau tidak melakukan itu. Engkau bersikap lemah dan terlalu berbaik hati kepada kaum kerabatmu."
“Bukankah mereka juga kaum kerabat engkau, wahai Ali?” jawab Utsman.
“Memang, hubungan kekeluargaan mereka denganku sungguh dekat, tetapi tentang kebaikan dan keutamaan mereka sama sekali jauh dan tidak ada pada mereka.”
Utsman melanjutkan, “tidakkah engkau ketahui bahwa Umar mengangkat Muawiyah menjadi gubernur selama masa pemerintahannya, maka patutkah aku disalahkan jika aku mengangkatnya juga?”
Ali menjawab, “Tetapi tahukah engkau? Bahwa takutnya Muawiyah kepada Umar lebih besar daripada takutnya budak Umar.”
“Memang benarlah demikian!” ujar Utsman.
“Nah, orang ini (Muawiyah) telah memutuskan sendiri urusan-urusan tanpa merundingkannya dahulu dengan engkau, sedangkan engkau tidak mencegahnya.”
Sampai pada wafatnya, Utsman pada akhirnya tidak pernah memberhentikan Muawiyah.
Dikisahkan dalam banyak riwayat, Utsman adalah jenis orang yang sangat sensitif dan perasa. Di tengah kemelut politik yang datang bertubi-tubi terhadapnya, kritik dan pertentangan datang silih berganti, baik itu dari orang yang benar-benar membencinya atau pun dari orang yang benar-benar datang dengan niat baik membantunya. Tidaklah benar-benar terluka dan tertekan hatinya, jika seseorang yang dikenal tenang dan lemah lembut tiba-tiba meledak kemurkaannya:
“Demi Allah! Kalian menyalahkanku dalam hal yang kalian setujui bagi Umar bin Khattab, padahal aku bersikap lemah lembut kepada kalian, aku rendahkan bahuku dan aku tahan tangan dan lidahku dari menyakiti kalian, tapi kalian jadi berani dan bersikap lancang kepadaku!”
(mhy)