Begini Gambaran Kehidupan di Zaman Rasulullah yang Jarang Diketahui
loading...
A
A
A
7. Pasar
Madinah bukan kota perdagangan tapi daerah perkebunan. Tidak seperti Mekkah yang merupakan pusat perdagangan. Pasar memang ada di Madinah, tapi terbatas. Belum tentu buka tiap hari, itu pun belum tentu sehari penuh.
Bayangkan saja hari pasaran di Jawa. Pasar Pahing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi itu hanya ramai kalau pas hari pasarannya saja. Biasanya pagi hari. Agak siangan dikit pasar pun bubar.
Jual-beli di pasar kadang tidak pakai uang, tapi pakai barang alias barter. Beli beras pakai beras, beli emas pakai emas. Pusing lah kita. Mana gak bisa bayar pakai gesek kartu. Jadi jangan membayangkan kayak pasar di masa kita, jauh berbeda dan tidak sama.Jangan bandingkan dengan mal atau marketplace online. Gak ada kayak gitu.
8. Uang
Tidak semua transaksi pakai barter. Ada juga sih yang pakai uang. Tapi asal tahu saja bahwa di masa itu alat tukar yang digunakan masih berupa koin logam. Uang kertas jelas tidak ada. Nulis ayat Qur'an saja pun bukan di atas kertas.
Ada yang terbuat dari emas dinamakan Dinar. Ada yang terbuat dari perak dinamakan dirham. Ada juga yang terbuat dari tembaga atau besi, disebut fulus.Nilainya amat bergantung pada bendanya. Dinar itu paling tinggi karena fisiknya emas. Di bawahnya ada dirham. Paling rendah adalah fulus.
Yang banyak orang tidak sadar ternyata Dinar dan dirham itu bukan produk Makkah atau Madinah, tapi produk negara lain. Dinar itu biasa digunakan orang Romawi yang Nasrani, sedangkan Dirham itu biasa digunakan orang Persia yang majusi alias menyembah api. Dan Nabi serta para shahabat tidak pernah menciptakan 'mata uang Islam'.
9. Kendaraan
Sepeda, motor, mobil, kereta, pesawat di masa itu belum ada. Kendaraan itu identik dengan unta, kuda atau keledai. Hewan-hewan itulah yang hilir mudik di kota Madinah kala itu.
Namanya juga hewan, kalau buang kotoran pasti sembarangan. Maka jalanan Madinah memang banyak kotoran hewannya. Dan kotoran hewan itu najis.
Jalan di kota Madinah beresiko nginjek najis pastinya. Tapi uniknya, ketika shalat di masjid, sendalnya tidak dilepas. Disitulah pada ulama diskusi cukup hangat dan panjang.
10. Mushaf
Sepanjang 23 tahun turun ayat Qur'an, semuanya dipastikan ditulis oleh para shabaat yang diangkat secara khusus sebagai penulis wahyu. Pokoknya dipastikan tak ada satu pun ayat yang lolos tanpa teks tulisan. Nabi sampai punya 48 orang juru tulis Wahyu. Yang paling topnya ada nama seperti Zaid bin Tsabit dan Ubah bin Ka'ab.
Namun, zaman segitu penggunaan kertas belum ada. Mungkin Tsailun di China sudah menemukan kertas sejak abad kedua masehi. Tapi belum diproduksi massal, sehingga harga kertas masih belum ergonomis. Lagian di pasar Madinah nggak ada orang jual kertas.
Maka teks ayat Qur'an itu dituliskan di kulit hewan, pelepah kurma, batu yang pipih dan kadang tulang unta yang lebar dan gepeng juga digunakan.Padahal Qur'an itu kan enam ribuan ayat. Terbayang begitu banyaknya benda yang bertuliskan ayat Qur'an dan berserakan tidak berurutan.
Sampai Nabi wafat, di zaman Abu Bakar barulah benda-benda berserakan itu disusun ulang sesuai dengan urutan ayat dan surat. Tentu semua sesuai dengan petunjuk dan praktek bacaan Nabi.
11. Iklim
Mekkah dan Madinah itu iklimnya beda jauh dengan kita. Posisinya di tengah gurun. Panasnya minta ampun, gak kuat kita hidup disana. Kalaupun hari ini banyak juga orang tinggal disana, dipastikan hidup bergantung total sama AC. Bisa lumer badan kita tanpa AC.
Saya tidak bisa membayangkan orang hidup di Madinah di masa kenabian. Kalau pas musim panas, apa yang mereka lakukan untuk menghadapi suhu udara sepanas itu. Entah lah.
Meski pun kita cinta Nabi, namun banyak sisi kehidupan beliau yang belum tentu cocok dengan kebiasaan kita. Dan untungnya kita tidak diperintah oleh Nabi untuk hidup dengan gaya dan tradisi teknis macam itu.
Jadi, kalau pun kita tidak buang hajat di gurun pasir, insyaallah kita tidak dianggap sebagai orang yang anti Sunnah. Kalau pun masjid kita gelari karpet plus garis shaf, bangun menara dan kubah, insyaallah kita tidak dianggap sesat dan hobi bid'ah. Urusan sendal hilang, anggap saja itu collateral damage. Beli lagi aja.
Madinah bukan kota perdagangan tapi daerah perkebunan. Tidak seperti Mekkah yang merupakan pusat perdagangan. Pasar memang ada di Madinah, tapi terbatas. Belum tentu buka tiap hari, itu pun belum tentu sehari penuh.
Bayangkan saja hari pasaran di Jawa. Pasar Pahing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi itu hanya ramai kalau pas hari pasarannya saja. Biasanya pagi hari. Agak siangan dikit pasar pun bubar.
Jual-beli di pasar kadang tidak pakai uang, tapi pakai barang alias barter. Beli beras pakai beras, beli emas pakai emas. Pusing lah kita. Mana gak bisa bayar pakai gesek kartu. Jadi jangan membayangkan kayak pasar di masa kita, jauh berbeda dan tidak sama.Jangan bandingkan dengan mal atau marketplace online. Gak ada kayak gitu.
8. Uang
Tidak semua transaksi pakai barter. Ada juga sih yang pakai uang. Tapi asal tahu saja bahwa di masa itu alat tukar yang digunakan masih berupa koin logam. Uang kertas jelas tidak ada. Nulis ayat Qur'an saja pun bukan di atas kertas.
Ada yang terbuat dari emas dinamakan Dinar. Ada yang terbuat dari perak dinamakan dirham. Ada juga yang terbuat dari tembaga atau besi, disebut fulus.Nilainya amat bergantung pada bendanya. Dinar itu paling tinggi karena fisiknya emas. Di bawahnya ada dirham. Paling rendah adalah fulus.
Yang banyak orang tidak sadar ternyata Dinar dan dirham itu bukan produk Makkah atau Madinah, tapi produk negara lain. Dinar itu biasa digunakan orang Romawi yang Nasrani, sedangkan Dirham itu biasa digunakan orang Persia yang majusi alias menyembah api. Dan Nabi serta para shahabat tidak pernah menciptakan 'mata uang Islam'.
9. Kendaraan
Sepeda, motor, mobil, kereta, pesawat di masa itu belum ada. Kendaraan itu identik dengan unta, kuda atau keledai. Hewan-hewan itulah yang hilir mudik di kota Madinah kala itu.
Namanya juga hewan, kalau buang kotoran pasti sembarangan. Maka jalanan Madinah memang banyak kotoran hewannya. Dan kotoran hewan itu najis.
Jalan di kota Madinah beresiko nginjek najis pastinya. Tapi uniknya, ketika shalat di masjid, sendalnya tidak dilepas. Disitulah pada ulama diskusi cukup hangat dan panjang.
10. Mushaf
Sepanjang 23 tahun turun ayat Qur'an, semuanya dipastikan ditulis oleh para shabaat yang diangkat secara khusus sebagai penulis wahyu. Pokoknya dipastikan tak ada satu pun ayat yang lolos tanpa teks tulisan. Nabi sampai punya 48 orang juru tulis Wahyu. Yang paling topnya ada nama seperti Zaid bin Tsabit dan Ubah bin Ka'ab.
Namun, zaman segitu penggunaan kertas belum ada. Mungkin Tsailun di China sudah menemukan kertas sejak abad kedua masehi. Tapi belum diproduksi massal, sehingga harga kertas masih belum ergonomis. Lagian di pasar Madinah nggak ada orang jual kertas.
Maka teks ayat Qur'an itu dituliskan di kulit hewan, pelepah kurma, batu yang pipih dan kadang tulang unta yang lebar dan gepeng juga digunakan.Padahal Qur'an itu kan enam ribuan ayat. Terbayang begitu banyaknya benda yang bertuliskan ayat Qur'an dan berserakan tidak berurutan.
Sampai Nabi wafat, di zaman Abu Bakar barulah benda-benda berserakan itu disusun ulang sesuai dengan urutan ayat dan surat. Tentu semua sesuai dengan petunjuk dan praktek bacaan Nabi.
11. Iklim
Mekkah dan Madinah itu iklimnya beda jauh dengan kita. Posisinya di tengah gurun. Panasnya minta ampun, gak kuat kita hidup disana. Kalaupun hari ini banyak juga orang tinggal disana, dipastikan hidup bergantung total sama AC. Bisa lumer badan kita tanpa AC.
Saya tidak bisa membayangkan orang hidup di Madinah di masa kenabian. Kalau pas musim panas, apa yang mereka lakukan untuk menghadapi suhu udara sepanas itu. Entah lah.
Meski pun kita cinta Nabi, namun banyak sisi kehidupan beliau yang belum tentu cocok dengan kebiasaan kita. Dan untungnya kita tidak diperintah oleh Nabi untuk hidup dengan gaya dan tradisi teknis macam itu.
Jadi, kalau pun kita tidak buang hajat di gurun pasir, insyaallah kita tidak dianggap sebagai orang yang anti Sunnah. Kalau pun masjid kita gelari karpet plus garis shaf, bangun menara dan kubah, insyaallah kita tidak dianggap sesat dan hobi bid'ah. Urusan sendal hilang, anggap saja itu collateral damage. Beli lagi aja.
(rhs)