Murtad Dihukum Mati? Buya Yahya: Rendah Dunia, Rendah Akhirat

Minggu, 24 Oktober 2021 - 17:28 WIB
loading...
A A A
Duo Saeed menganalogikan hirabah ini dengan perbuatan kriminal yang dalam istilah modern disebut sebagai pengkhianatan terhadap negara (high treason) dan perbuatan membelot-membantu musuh negara (desertion).

Gambaran di Era Rasulullah
Pada tahun 2018, Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, mengingatkan tentang undang-undang negara yang menjamin kebebasan menjalankan keyakinan sebagai implementasi dari surah al-Baqarah ayat ke-256 .

Dalam pandangan Dar al-Ifta, selama masa Rasulullah SAW , beliau tidak pernah membunuh satu murtad pun atau mereka yang terindikasi munafik.

Ini antara lain, Abdullah bin Ubai dan Dzu al-Khuwaishirah at-Tamimi. Aksi yang mereka lakukan terhadap Rasulullah, tentu sudah bisa dikategorikan murtad karena mereka merendahkan Rasul dengan menuduh beliau pembohong, tidak amanah, dan zalim.

Kebijaksanaan Rasul untuk tidak menghukum mereka dengan hukuman mati, tentu berefek pada maslahat yang besar, bahkan meski Rasul sudah meninggal, yaitu, masyarakat tidak ketakutan dengan dakwah Islam.

Bagaimana reaksi mereka jika mendengar Rasul membunuh sahabatnya. Penegasan inilah yang juga disampaikan Rasulullah kepada Umar. “Apa kata orang jika Muhammad membunuh sahabatnya,” titah Rasul.

Bahkan, meski Rasul telah mendapatkan izin memberlakukan sanksi terhadap munafik pun, tidak ada satu pun langkah yang beliau tempuh.

Bagaimana dengan praktik yang dijalankan pada masa khalifah? Menurut lembaga ini, pada masa Umar bin Khattab terutama, ada penegasan yang cukup gamblang. Ketika itu, Anas bin Malik, kembali dari perang Tustar lalu menghadap Umar. Sang Khalifah itu pun menanyakan kabar enam pemuka Arab antara lain Bakar bin Wail yang menyatakan murtad dan bergabung dengan barisan orang musyrik.

Tak ingin menjawab pertanyaan ini, Anas pun mengalihkan pembicaraan, sampai Umar harus menanyakannya tiga kali. Anas pun tak kuasa menolah dan akhirnya berkata, ”Wahai pemimpin umat Mukmin, mereka terbunuh dalam perang.”

Bagaimana respons Umar? Sungguh mengagetkan. Justru Umar bersedih dan mengatakan,”Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.”

Anas menyanggah, ”Bukankan itu adalah hukuman setimpal bagi mereka yaitu dibunuh?”

Lalu Umar menjawab, ”Jika aku di posisi kalian, aku akan ajak mereka kembali ke Islam dan bila menolak, aku cukup memenjarakan mereka.”

Lihatlah, bagaimana Umar tidak langsung membunuh para murtad, sekali pun mereka memerangi umat Islam.

Mengutip pendapat grand Syekh al-Azhar, Mahmud Syaltut, bahwa pembunuhan murtad bukan termasuk had, apalagi jika merujuk pendapat ulama bahwa penentuan had itu tak bisa dilakukan dengan hadits yang berstatus ahad.

Kekufuran sendiri bukan alasan untuk menghalalkan darah, yang jadi alasan adalah memerangi dan memusuhi umat Islam, dan banyak teks Al-Qur'an yang menentang pemaksaan dalam agama.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2202 seconds (0.1#10.140)