Fatimah binti Abdul Malik: Potret Kezuhudan Ibu Negara

Senin, 08 November 2021 - 09:01 WIB
loading...
A A A
Tanda keridhaan pertama adalah berpindah dari istana ke rumah yang sempit yang dibangun dari tanah liat. Di rumahnya yang baru, Fatimah hidup dengan penuh kesederhanaan, menjahit sendiri pakaian yang dikenakan, memasak makanan yang disantap, semuanya serba sederhana tanpa ada kemewahan, semua sama dengan rakyat biasa. Bahkan, Fatimah pun membantu suaminya memperbaiki rumah jika diperlukan. Padahal status mereka adalah kepala negara dan ibu negara.

Suatu hari Umar bertanya kepada Fatimah, “Dari mana perhiasan ini sampai ke tanganmu?” “Dari ayahku,” jawab Fatimah. (Saat memberikan perhiasan tersebut, ayah Fatimah adalah khalifah). Maka Umar bin Abdul Aziz meminta Fatimah untuk menyerahkan perhiasan tersebut ke baitulmal. Fatimah pun mematuhi perintah suaminya, diserahkan semua perhiasannya ke baitulmal kaum muslimin dengan ikhlas.

Istri Istiqamah

Sayangnya, kepemimpinan khalifah yang saleh, adil dan sederhana ini tidak berlangsung lama. Kurang dari tiga tahun memimpin Bani Umayah, sang khalifah meninggal dunia dibunuh melalui racun yang diberikan pembantunya. Ketika Umar bin Abdul Azis meninggal, ia tidak meninggalkan harta apa pun untuk Fatimah dan anaknya.

Sepeninggal Umar, estafet Dinasti Ummayah dilanjutkan oleh saudara Fatimah berjulukan Yazid bin Abdul Malik. Saat itu, Yazid menemui Fatimah untuk mengembalikan harta-harta yang disimpan di Baitul Mal.

“Umar telah zalim pada hartamu, kini saya kembalikan kepadamu. Ambillah!” kata Yazid kepada adiknya.

Bendahara Baitul Mal pun pernah menemui Fatimah, menjelaskan bahwa harta milik Fatimah masih utuh tersimpan. “Kami menganggap perhiasan-perhiasan itu sebagai barang titipan yang harus dijaga, dan akan kami kembalikan bila tuan membutuhkan.”

Bendahara Baitul Mal itu akan segera membawa harta suplemen milik Fatimah, bila pemiliknya ingin mendapatkan kembali hartanya. Nilai perhiasaan milik Fatimah ketika itu mencapai jutaan dirham. Siapa yang tidak tergiur dengan tawaran-tawaran itu? Apalagi suaminya meninggal tanpa warisan yang mencukupi. Bukankah harta yang dititipkan ke Baitul Mal yaitu suplemen milik Fatimah dari ayahnya, maupun pinjaman suaminya.

Namun Fatimah menolak semua anjuran itu. “Demi Allah, saya tidak akan mengambilnya kembali. Karena saya patuh kepada suami untuk selamanya. Bukan ketika ia masih hidup saya patuh, kemudian sehabis meninggal berkhianat,” ujar Fatimah.

Yazid takjub dengan sikap saudara perempuannya itu. Lalu ia mengambil kembali harta-harta Fatimah dan membagikan kepada orang-orang yang berhak.

Sikap Fatimah yang kaya berinfak ini menempatkan namanya sebagai wanita salehah yang taat kepada suami. Dia juga dicatat sebagai istri pemimpin yang sederhana, dan selalu mendahulukan kepentingan umat. Andaikan istri para pemimpin dan pejabat mempunyai sifat sederhana menyerupai Fatimah, pasti sikap korup dan hidup bermewahan sanggup diminimalkan.



Wallahu A'lam
(wid)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1567 seconds (0.1#10.140)