Hukum Berkumpul di Rumah Mayit, Menjamu Tamu dan Mendoakannya

Senin, 22 November 2021 - 17:50 WIB
loading...
Hukum Berkumpul di Rumah Mayit, Menjamu Tamu dan Mendoakannya
Berkumpul di rumah mayit, menjamu tamu dan mendoakan mayit sudah ada di zaman Rasulullah. Foto/dok wajibbaca
A A A
Banyak yang bertanya tentang hukum berkumpul di rumah mayit, menjamu tamu dan mendoakannya. Ada yang menyebutnya sebagai Niyahah, benarkah demikian?

Untuk diketahui, Niyahah adalah meratapi atau menangisi mayit serta menyesali wafatnya si mayit. Menurut Dai ahli fiqih Ustaz Farid Nu'man Hasan, berkumpul untuk mendoakan mayit, menghibur keluarganya, bersedekah, menjamu tamu bukanlah Niyahah.

Bahkan itu dilalukan sejak masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dalil-dalilnya, dari 'Aisyah radhiallahu 'anha:

أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ المَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا، فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ، ثُمَّ تَفَرَّقْنَ إِلَّا أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا، أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِينَةٍ فَطُبِخَتْ، ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيدٌ فَصُبَّتِ التَّلْبِينَةُ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَتْ: كُلْنَ مِنْهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «التَّلْبِينَةُ مُجِمَّةٌ لِفُؤَادِ المَرِيضِ، تَذْهَبُ بِبَعْضِ الحُزْنِ»

"Bahwasanya jika ada salah seorang anggota keluarganya ('Aisyah) wafat, maka berkumpullah kaum wanita. Lalu mereka berpisah kecuali keluarga dan orang-orang tertentu, lalu Aisyah pun memerintahkan untuk memasak talbinah (bubur tepung), lalu dibuatkan tsarid, lalu dia menuangkan talbinah itu di atasnya, lalu berkata: 'Makanlah bubur ini! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Talbinah bisa menyegarkan hati orang yang sakit, dan menghilangkan sebagian kesedihan." (Muttafaqun 'Alaih)

Jadi, Sayyaidah 'Aisyah sebagai salah satu keluarga si mayit, Beliau membuatkan makanan untuk keluarga dan sebagian tamu khususnya. Dalil lainnya, seorang laki-laki Anshar berkata:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَنَازَةٍ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْقَبْرِ يُوصِي الْحَافِرَ: «أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ، أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ»، فَلَمَّا رَجَعَ اسْتَقْبَلَهُ دَاعِي امْرَأَةٍ فَجَاءَ وَجِيءَ بِالطَّعَامِ فَوَضَعَ يَدَهُ، ثُمَّ وَضَعَ الْقَوْمُ، فَأَكَلُوا ...

Kami keluar bersama Nabi ﷺ mengantarkan jenazah, kemudian aku melihat Rasulullah di atas kubur berwasiat kepada penggalinya: "Perluaslah di sisi kedua kakinya, perluaslah sisi kepalanya." Kemudian tatkala kembali, Beliau disambut utusan seorang wanita yang mengundang Rasulullah untuk makan, kemudian Beliau datang dan makanan pun dihidangkan. Lalu Beliau metelakkan tangannya pada makanan kemudian orang-orang meletakkan tangannya pada makanan, lalu mereka makan."(HR Abu Daud No 3332)

Semua ini menunjukkan gambaran bahwa berkumpul-kumpul di rumah keluarga si mayit, lalu ada jamuan makan yang disediakan oleh keluarga mayit itu benarkan dan dibolehkan bahkan dilakukan para salaf sejak masa Rasulullah.

Maka, berkumpul di rumah ke rumah, membaca Al-Qur'an, berdoa, bahkan menjadikan pahalanya buat mayit adalah boleh, dan ini dianut oleh mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Ada pun bagi yang tidak menyetujuinya, mari kita dengar nasihat para ulama berikut ini. Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata:

إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه

"Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya." (Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilaytul Auliya, 3/133)

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2042 seconds (0.1#10.140)