Sekte Hashashin, Pembunuh yang Ditakuti Dunia Islam dan Eropa
loading...
A
A
A
Pada tahun 1091 menjadi masa berkabung bagi Dinasti Seljuk. Perdana Menteri Nizam al-Mulk , terbunuh pada tahun itu. Pembunuhnya diduga adalah sebuah sekte rahasia yang bernama Hashashin.
Hampir semua imperium besar masa itu pernah menjadi korban dari sekte Hashashin, di antaranya dinasti Abbasiyah , Fatimiyah, Mongolia, Inggris, hingga Yerusalem.
Lalu siapa sejatinya Hashashin itu? Tidak banyak informasi detail soal sekte yang didirikannya sekitar tahun 1090 M ini. Bagi tentara salib Eropa mereka dikenal sebagai Assassin. Sekte ini merupakan sekte kecil, namun mereka memiliki kemampuan membunuh dengan trik dan akurasi yang sangat tinggi.
Keberadaan para anggotanya pun misterius, dalam setiap operasi pembunuhan yang mereka lakukan, biasanya mereka menyamar terlebih dahulu. Perdana Menteri Nizam al-Mulk dibunuh oleh seorang anggota Hashashin yang menyamar sebagai sufi.
Hashashin, walaupun mereka bermadzhab sama dengan Dinasti Syiah Fatimiyah di Kairo, yaitu Syiah Ismailiyah, namun pada kenyataannya di kemudian hari beberapa tokoh Dinasti Fatimiyah juga turut menjadi korban pembunuhan dari sekte Hashashin.
Beberapa tokoh Dinasti Fatimiyah yang dibunuh oleh Hashashin adalah Al-Afdal Shahanshah, seorang Perdana Menteri, dibunuh tahun 1122 M; dan Al Amir, seorang khalifah, dibunuh tahun 1130 M.
Hampir semua imperium besar masa itu pernah menjadi korban dari sekte Hashashin, di antaranya dinasti Abbasiyah, Fatimiyah, Mongolia, Inggris, hingga Yerusalem.
Penghisap Candu
Nama Hashashin bukanlah sekte ini sendiri yang menyebutkan. Melainkan nama yang diberi dan dikenal orang-orang pada masa itu, sebagaimana Hasan Sabbah, sang pendiri, yang hanya dikenal dengan nama “orang tua dari gunung”.
Sylverstre de Sacy berpendapat bahwa nama Hashashin diambil dari nama hashish (dalam Bahasa India disebut bhang), yang menunjukkan kebiasaan mereka menghisap candu.
Informasi yang mirip dengan laporan Sacy adalah laporan Marco Polo, seorang penjelajah asal Venesia, yang mengaku pernah tinggal sebagai tamu di istana Sabbah.
Menurutnya, tradisi menghisap candu ini digunakan dalam upacara perekrutan calon anggota baru. Mereka akan dibuai oleh kenikmatan semu, dan dijanjikan akan kenikmatan yang lebih besar di akhirat, bila bersedia mengabdikan hidupnya pada misi sekte ini.
Setelah menyatakan baiat atau janji setia pada pemimpin, para calon pembunuh ini dididik dengan metode khusus. Mereka diajarkan banyak bahasa, serta adat kebiasaan yang dianut berbagai kebudayaan.
Soal metode pembunuhan, mereka dididik untuk mengenal racun, teknik menggunakan banyak senjata, serta nilai kesetiaan pada misi dan pimpinan.
Namun menurut penulis Lebanon Amin Maalouf, berdasarkan teks dari Alamut, asal kata Assassin sebenarnya merujuk pada ungkapan Hassan Sabbah yang cenderung memanggil murid-muridnya Asāsīyūn, yang berarti “orang-orang yang setia kepada fundamental keimananan”.
Munculnya istilah hashish adalah kesalahpahaman wisatawan asing (Marcopolo) dalam memahami maksud aslinya.
Secara politik, kata hashish (penghisap candu) memang dipilih oleh masyarakat yang membenci sekte ini. Dan benar saja, konotasi buruk ini sangat efektif dalam mereduksi tujuan aksi dan propaganda mereka.
Pendiri Hashashin
Pemimpin dan sekaligus pendiri sekte ini adalah Hasan Ibn Muhammad Sabbah Himyari, atau lebih dikenal dengan nama Hasan Sabbah.
Namanya begitu ditakuti dan dibenci pada abad pertengahan masehi oleh masyarakat Barat maupun Islam. Namun bagi pengikutnya, ia dipanggil dengan sebutan “Sayyidina” (Tuan Kami).
Hampir semua imperium besar masa itu pernah menjadi korban dari sekte Hashashin, di antaranya dinasti Abbasiyah , Fatimiyah, Mongolia, Inggris, hingga Yerusalem.
Lalu siapa sejatinya Hashashin itu? Tidak banyak informasi detail soal sekte yang didirikannya sekitar tahun 1090 M ini. Bagi tentara salib Eropa mereka dikenal sebagai Assassin. Sekte ini merupakan sekte kecil, namun mereka memiliki kemampuan membunuh dengan trik dan akurasi yang sangat tinggi.
Keberadaan para anggotanya pun misterius, dalam setiap operasi pembunuhan yang mereka lakukan, biasanya mereka menyamar terlebih dahulu. Perdana Menteri Nizam al-Mulk dibunuh oleh seorang anggota Hashashin yang menyamar sebagai sufi.
Hashashin, walaupun mereka bermadzhab sama dengan Dinasti Syiah Fatimiyah di Kairo, yaitu Syiah Ismailiyah, namun pada kenyataannya di kemudian hari beberapa tokoh Dinasti Fatimiyah juga turut menjadi korban pembunuhan dari sekte Hashashin.
Beberapa tokoh Dinasti Fatimiyah yang dibunuh oleh Hashashin adalah Al-Afdal Shahanshah, seorang Perdana Menteri, dibunuh tahun 1122 M; dan Al Amir, seorang khalifah, dibunuh tahun 1130 M.
Hampir semua imperium besar masa itu pernah menjadi korban dari sekte Hashashin, di antaranya dinasti Abbasiyah, Fatimiyah, Mongolia, Inggris, hingga Yerusalem.
Penghisap Candu
Nama Hashashin bukanlah sekte ini sendiri yang menyebutkan. Melainkan nama yang diberi dan dikenal orang-orang pada masa itu, sebagaimana Hasan Sabbah, sang pendiri, yang hanya dikenal dengan nama “orang tua dari gunung”.
Sylverstre de Sacy berpendapat bahwa nama Hashashin diambil dari nama hashish (dalam Bahasa India disebut bhang), yang menunjukkan kebiasaan mereka menghisap candu.
Informasi yang mirip dengan laporan Sacy adalah laporan Marco Polo, seorang penjelajah asal Venesia, yang mengaku pernah tinggal sebagai tamu di istana Sabbah.
Menurutnya, tradisi menghisap candu ini digunakan dalam upacara perekrutan calon anggota baru. Mereka akan dibuai oleh kenikmatan semu, dan dijanjikan akan kenikmatan yang lebih besar di akhirat, bila bersedia mengabdikan hidupnya pada misi sekte ini.
Setelah menyatakan baiat atau janji setia pada pemimpin, para calon pembunuh ini dididik dengan metode khusus. Mereka diajarkan banyak bahasa, serta adat kebiasaan yang dianut berbagai kebudayaan.
Soal metode pembunuhan, mereka dididik untuk mengenal racun, teknik menggunakan banyak senjata, serta nilai kesetiaan pada misi dan pimpinan.
Namun menurut penulis Lebanon Amin Maalouf, berdasarkan teks dari Alamut, asal kata Assassin sebenarnya merujuk pada ungkapan Hassan Sabbah yang cenderung memanggil murid-muridnya Asāsīyūn, yang berarti “orang-orang yang setia kepada fundamental keimananan”.
Munculnya istilah hashish adalah kesalahpahaman wisatawan asing (Marcopolo) dalam memahami maksud aslinya.
Secara politik, kata hashish (penghisap candu) memang dipilih oleh masyarakat yang membenci sekte ini. Dan benar saja, konotasi buruk ini sangat efektif dalam mereduksi tujuan aksi dan propaganda mereka.
Pendiri Hashashin
Pemimpin dan sekaligus pendiri sekte ini adalah Hasan Ibn Muhammad Sabbah Himyari, atau lebih dikenal dengan nama Hasan Sabbah.
Namanya begitu ditakuti dan dibenci pada abad pertengahan masehi oleh masyarakat Barat maupun Islam. Namun bagi pengikutnya, ia dipanggil dengan sebutan “Sayyidina” (Tuan Kami).