Tali Pengikat Mayit Haruskah Dilepas? Bagaimana Hukumnya?
loading...
A
A
A
Dalam Islam, jenazah seorang muslim yang meninggal dunia wajib hukumnya untuk dimandikan kecuali orang yang meninggal dunia di medan perang di jalan Allah (mati syahid). Setelah dimandikan, maka jenazah atau sang mayit kemudian dikafani, yaitu dengan menutup atau membungkus seluruh tubuh dengan kain.
Beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam mengkafani jenazah, yakni:
1. Jika kain mencukupi, maka disunnahkan untuk menutupi jenazah pria dengan 3 lembar (lapis) kain dan menutupi jenazah wanita dengan 5 lembar kain. Jika tidak ada, maka satu lembar kain untuk membungkus seorang jenazah sudah dianggap mencukupi.
2. Dianjurkan dan disunnahkan untuk menggunakan kain kafan berwarna putih, sebagaimana orang hidup juga disunnahkan untuk menggunakan pakaian berwarna putih. Disunnahkan pula kain kafan diberi wangi-wangian.
3. Orang yang meninggal dalam kondisi ihram (saat haji atau umrah), maka dia dikafankan dengan kain ihramnya tanpa menutup kepala (untuk jenazah laki-laki) dan tanpa diberi wangi-wangian.
4. Rasulullah bersabda mengenai seorang shahabat yang meninggal dalam kondisi ihram di Arafah karena terjatuh dari kendaraan: “Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun sidir (bidara), kemudian kafanilah dengan kain ihramnya, dan jangan beri wangi-wangian padanya dan jangan tutup kepalanya, karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (HR. Muslim).
5. Jenazah laki-laki haram hukumnya untuk dikafani dengan kain sutra, sedangkan jenazah perempuan makruh hukumnya untuk dikafani dengan kain sutra , karena hal demikian termasuk pemborosan dan amal sia-sia.
Kemudian, dalam proses pemakaman jenazah, terkadang kita dapati terjadi perselisihan tentang apakah tali pocong jenazah dilepas ataukah tidak. Sebagian masyarakat juga berkeyakinan bahwa tali pocong yang tidak dilepas akan membuat jenazah penasaran.
Terkait hukum melepas tali ikatan pada jenazah yang sudah dikafani, terdapat dalam suatu hadis, yang diriwayatkan dari Ma’qal bin Yasar Radhiyallaahu ’anhu, ia berkata:
“Ketika Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam meletakkan Nu’aim bin Mas’ud ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah pada mulutnya. Al-Akhillah artinya ikatan.” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah).
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:
“Adapun melepas tali pocong di kepala dan kaki, hukumnya mustahab (dianjurkan). Karena tujuan mengikat kain kafan adalah agar tidak tercecer, dan hal ini sudah tidak dikhawatirkan lagi ketika mayit sudah dimasukan ke liang kubur. Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wa sallam bahwa beliau meletakkan Nu’aim bin Mas’ud Al Asyja’i ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah (ikatan) pada mulutnya.” (Al Mughni). Namun hadis ini lemah sebagaimana dijelaskan Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah.
“Ikatan yang mengikat kafan itu dibuka semuanya (ketika di liang kubur). Ini lebih utama. Yang sunnah, semuanya dilepaskan di dalam kubur. Ketika ia diletakkan di dalam kuburnya, maka semua ikatannya dilepaskan dari awal sampai akhir, ini sunnah”.
Para ulama juga berdalil dengan perkataan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallaahu ’anhu:
“Jika kalian memasukan mayit ke lahat, maka lepaskanlah ikatannya.” (Abu Bakar Al Atsram, dinukil dari Kasyful Qana)
Maka, kesimpulannya, melepas tali pocong atau tali yang mengikat kain kafan hukumnya sunnah (dianjurkan). Jadi, kita mengetahui para ulama mengatakan bahwa melepas tali pocong itu tidak wajib, dan tidak mengapa jika tidak dilepas. Tidak benar juga anggapan sebagian orang bahwa jika tali pocong tidak dilepas maka mayit akan penasaran dan akan gentayangan. Ini adalah khurafat yang batil, bertentangan dengan akidah Islam .
Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radhiyallaahu ’anhu, Nabi Shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika seorang insan mati, terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” *(HR. Muslim).
Maka orang yang sudah mati, sudah terputus amalnya. Tidak bisa gentayangan atau penasaran. Orang yang sudah meninggal pun akan menghadapi fitnah kubur.
Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya, ia kemudian didatangi (oleh dua malaikat lalu bertanya kepadanya), maka dia akan menjawab dengan mengucapkan:’Laa ilaaha illallah wa anna muhammadan Rasulullah’. Itulah yang dimaksud al qauluts tsabit dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya): ‘Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan al qauluts tsabit.’ *(QS. Ibrahim: 27)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu A'lam
Beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam mengkafani jenazah, yakni:
1. Jika kain mencukupi, maka disunnahkan untuk menutupi jenazah pria dengan 3 lembar (lapis) kain dan menutupi jenazah wanita dengan 5 lembar kain. Jika tidak ada, maka satu lembar kain untuk membungkus seorang jenazah sudah dianggap mencukupi.
2. Dianjurkan dan disunnahkan untuk menggunakan kain kafan berwarna putih, sebagaimana orang hidup juga disunnahkan untuk menggunakan pakaian berwarna putih. Disunnahkan pula kain kafan diberi wangi-wangian.
3. Orang yang meninggal dalam kondisi ihram (saat haji atau umrah), maka dia dikafankan dengan kain ihramnya tanpa menutup kepala (untuk jenazah laki-laki) dan tanpa diberi wangi-wangian.
4. Rasulullah bersabda mengenai seorang shahabat yang meninggal dalam kondisi ihram di Arafah karena terjatuh dari kendaraan: “Mandikanlah dia dengan air yang dicampur daun sidir (bidara), kemudian kafanilah dengan kain ihramnya, dan jangan beri wangi-wangian padanya dan jangan tutup kepalanya, karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (HR. Muslim).
5. Jenazah laki-laki haram hukumnya untuk dikafani dengan kain sutra, sedangkan jenazah perempuan makruh hukumnya untuk dikafani dengan kain sutra , karena hal demikian termasuk pemborosan dan amal sia-sia.
Kemudian, dalam proses pemakaman jenazah, terkadang kita dapati terjadi perselisihan tentang apakah tali pocong jenazah dilepas ataukah tidak. Sebagian masyarakat juga berkeyakinan bahwa tali pocong yang tidak dilepas akan membuat jenazah penasaran.
Terkait hukum melepas tali ikatan pada jenazah yang sudah dikafani, terdapat dalam suatu hadis, yang diriwayatkan dari Ma’qal bin Yasar Radhiyallaahu ’anhu, ia berkata:
لَمَّا وَضَع رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم نُعَيمَ بنَ مَسعودٍ في القَبرِ نَزَع الأَخِلَّةَ بِفيه؛ يَعنِي العَقْدَ
“Ketika Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam meletakkan Nu’aim bin Mas’ud ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah pada mulutnya. Al-Akhillah artinya ikatan.” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah).
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:
وَأَمَّا حَلُّ الْعُقَدِ مِنْ عِنْدِ رَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ، فَمُسْتَحَبٌّ؛ لِأَنَّ عَقْدَهَا كَانَ لِلْخَوْفِ مِنْ انْتِشَارِهَا، وَقَدْ أُمِنَ ذَلِكَ بِدَفْنِهِ، وَقَدْ رُوِيَ «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَمَّا أَدْخَلَ نُعَيْمَ بْنَ مَسْعُودٍ الْأَشْجَعِيَّ الْقَبْرَ نَزَعَ الْأَخِلَّةَ بِفِيهِ
“Adapun melepas tali pocong di kepala dan kaki, hukumnya mustahab (dianjurkan). Karena tujuan mengikat kain kafan adalah agar tidak tercecer, dan hal ini sudah tidak dikhawatirkan lagi ketika mayit sudah dimasukan ke liang kubur. Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wa sallam bahwa beliau meletakkan Nu’aim bin Mas’ud Al Asyja’i ke dalam liang kuburnya, Nabi melepas al akhillah (ikatan) pada mulutnya.” (Al Mughni). Namun hadis ini lemah sebagaimana dijelaskan Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah.
العقد التي يربط بها الكفن تحل كلها هذا الأفضل، السنة تحل كلها في القبر، إن وضع في قبره حلت العقد كلها أولها وآخرها هذا السنة
“Ikatan yang mengikat kafan itu dibuka semuanya (ketika di liang kubur). Ini lebih utama. Yang sunnah, semuanya dilepaskan di dalam kubur. Ketika ia diletakkan di dalam kuburnya, maka semua ikatannya dilepaskan dari awal sampai akhir, ini sunnah”.
Para ulama juga berdalil dengan perkataan Abdullah bin Mas’ud Radhiyallaahu ’anhu:
“Jika kalian memasukan mayit ke lahat, maka lepaskanlah ikatannya.” (Abu Bakar Al Atsram, dinukil dari Kasyful Qana)
Maka, kesimpulannya, melepas tali pocong atau tali yang mengikat kain kafan hukumnya sunnah (dianjurkan). Jadi, kita mengetahui para ulama mengatakan bahwa melepas tali pocong itu tidak wajib, dan tidak mengapa jika tidak dilepas. Tidak benar juga anggapan sebagian orang bahwa jika tali pocong tidak dilepas maka mayit akan penasaran dan akan gentayangan. Ini adalah khurafat yang batil, bertentangan dengan akidah Islam .
Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radhiyallaahu ’anhu, Nabi Shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seorang insan mati, terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” *(HR. Muslim).
Maka orang yang sudah mati, sudah terputus amalnya. Tidak bisa gentayangan atau penasaran. Orang yang sudah meninggal pun akan menghadapi fitnah kubur.
Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أُقْعِدَ الْمُؤْمِنُ فِى قَبْرِهِ أُتِىَ ، ثُمَّ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ (يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ
“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya, ia kemudian didatangi (oleh dua malaikat lalu bertanya kepadanya), maka dia akan menjawab dengan mengucapkan:’Laa ilaaha illallah wa anna muhammadan Rasulullah’. Itulah yang dimaksud al qauluts tsabit dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya): ‘Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan al qauluts tsabit.’ *(QS. Ibrahim: 27)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu A'lam
(wid)