Kisah Syekh Nawawi Al-Bantani Dideportasi Karena Terlalu Alim

Selasa, 07 Desember 2021 - 15:33 WIB
loading...
Kisah Syekh Nawawi Al-Bantani Dideportasi Karena Terlalu Alim
Syekh Nawawi Al-Bantani (1813-1897), salah satu ulama Nusantara yang dipercaya menjadi guru dan imam besar di Haromain. Foto/dok referensimakalah
A A A
Syekh Nawawi Al-Bantani (1813-1897) dikenal sebagai sosok ulama yang fenomenal. Beliau merupakan guru besar di pusat Islam Haromain (Makkah-Madinah) di zamannya.

Ada satu kisah menarik yang menyebabkan ulama kelahiran Desa Tanara, Kabupaten Serang, Banten ini dideportasi dari Tanah Suci karena kealimannya. Persitiwa ini terjadi karena sentimen keilmuan antara ulama asli Haramain dengan ulama Nusantara Syekh Nawawi Al-Bantani.

Ulama bernama asli Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi Al-Jawi Al-Bantani ini dikenal produktif menulis kitab dan menguasai banyak disiplin ilmu keislaman. Selain guru dari para guru besar dan kiyai pernah berguru kepada beliau. Di antara kitabnya yang populer yaitu, Riyadhus Sholihin, Syarh Muslim, al-Roudhoh, Nashaihul Ibad dan masih banyak lainnya.

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Mukhammad Lutfi menceritakan kisah Syekh Nawawi Al-Bantani dideportasi di portal alif.id. Kisah ini terdapat dalam prolog Buku Intelektualisme Pesantren (2003) yang dituturkan KH M Tholhah Hasan.

Konon, beliau pernah dideportasi dari Haramain karena kecemburuan ulama setempat atas prestasi beliau sebagai pengajar di Masjidil Haram Makkah. Kepulangan Syekh Nawawi ke Jawa membuat resah penguasa Haramain. Kala itu Syekh Aun Ar-Rafiq membawahi dan memiliki otoritas dalam penunjukan pengajar dan imam di Masjidil Haram.

Keresahan Syekh Aun Al-Rafiq ini lantaran banyaknya desakan pelajar di Haromain yang menghendaki agar Syekh Nawawi kembali dibolehkan mengajar di Masjidil Haram.

Atas desakan itu, penguasa Haramain memanggil kembali Syekh Nawawi, tetapi dengan syarat, Syekh Nawawi bisa menjawab pertanyaan yang dirumuskan oleh sejumlah ulama Haramain yang terlampir dalam surat panggilan.

Syekh Nawawi harus bisa menjawab pertanyaan seputar makna gramatikal dan leksikal dari kata "lasiyama". Satu halaman pertanyaan itu, oleh Syekh Nawawi, dibalas dengan 15 halaman jawaban, hanya untuk menjabarkan secara tuntas asal-usul, kedudukan i'rab, dan makna kata "Lasiyama".

Surat balasan Syekh Nawawi itu kemudian diuji banyak ulama Haramain. Hasilnya, mereka mengakui keilmuan Syekh Nawawi Al-Bantani sehingga karyanya layak disejajarkan dengan ulama Timur Tengah.

Syekh Nawawi pun kembali diangkat sebagai pengajar di Masjidil Haram dalam kuliah Mazhab Syafi'i. Sejak peristiwa itu, popularitas Syekh Nawawi sebagai ulama besar dan penulis kitab semakin diakui dunia.

Syekh Nawawi Al-Bantani membuktikan bahwa ulama Nusantara tidak ketinggalan secara intelektual dengan ulama-ulama di Haromain. Beliau juga layak disejajarkan dengan ulama-ulama di Timur Tengah. Syekh Nawawi Al-Bantani wafat di Makkah Tahun 1897 (1314 Hijriyah). Jasadnya dimakamkan di pekuburan Jannatul Ma'la, sekitar 1,1 Km ke arah utara dari Masjidil Haram.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2410 seconds (0.1#10.140)