2 Jenis Sifat Akal Manusia Menurut Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala menjelaskan, Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an memuji akal (pemahaman agama yang benar) dan orang yang berakal (orang yang bisa memahami petunjuk Allah). Sebaliknya, banyak ayat Al-Qur’an mencela orang yang tidak punya akal (yang tidak bisa memahami petunjuk Allah dengan pemahamannya).
Seseorang yang punya akal sehat akan bisa mengambil manfaat dari wejangan dan petunjuk al-Quran. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS al-Hajj :46)
Sebaliknya, Allah juga memberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang tidak punya akal inilah yang akan menjadi penghuni neraka, karena mereka tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang ucapkan penghuni neraka setelah masuk neraka:
“Dan mereka berkata: ‘Seandainya dulu kami di dunia mau mendengarkan dan mau menggunakan akal kami untuk memahami petunjuk Allah, maka mestinya sekarang kami tidak termasuk kedalam penghuni neraka yang menyala-nyala.’” (QS. Al-Mulk :10)
Penghuni neraka adalah orang yang tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami dan mendengarkan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka akal yang dipuji dalam banyak ayat Al-Qur’an, menurut Ustadz Abdullah Taslim MA, dai lulusan Universitas Islam Madinah ini, merupakan alat semua ilmu, sekaligus merupakan penimbang atau pengukur atau penilai untuk mengenal mana yang benar dan mana yang salah dari ilmu tersebut.
Kita mengenal mana pendapat yang kuat dan mana yang lemah, sekaligus akal ini adalah sebagai cermin untuk kita bisa melihat mana yang baik atau indah dan mana yang buruk. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan:
“Akal itu ibaratnya adalah raja pada tubuh manusia, sedangkan anggota badan, ruh manusia, panca indera, gerakan-gerakannya, semua adalah masyarakat. Ketika akal itu lemah, tidak mampu menegakkan dan menjaga rakyatnya, maka akan sampai berbagai macam keburukan kepada rakyatnya tersebut.”
Ada juga ungkapan Arab yang mengatakan:
“Barangsiapa yang tidak menjadikan akalnya sebagai sifat kebaikan yang dominan pada dirinya, maka orang seperti ini kecelakaannya adalah pada sifat keburukan yang dominan pada dirinya.”
Akal yang merupakan tabiat/watak bawaan manusia, inilah yang disebut bapaknya ilmu, pendidik ilmu dan yang menumbuhkan ilmu. Akal atau pemahaman yang diusahakan atau bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Ini merupakan anaknya ilmu atau buah dan hasil dari ilmu.
Untuk akal yang jenis pertama, jelas bahwa semua orang punya akal, yakni kemampuan untuk memahami dan mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Permasalahannya apakah semua orang memanfaatkan potensi ini untuk memahami dan menumbuhkan ilmu yang benar pada dirinya? Jawabnya tidak. Karena penghuni neraka mengakui bahwa mereka dahulu di dunia tidak mau mendengarkan dan menggunakan akalnya untuk memahami petunjuk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Jadi, akal jenis kedua inilah yang mereka tidak punyai, karena mereka tidak mau memanfaatkannya dalam memahami dan mencari kebenaran. Dan, jika terkumpul dua jenis akal ini pada diri seorang hamba, maka inilah karunia besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.
Wallahu A'lam
Seseorang yang punya akal sehat akan bisa mengambil manfaat dari wejangan dan petunjuk al-Quran. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS al-Hajj :46)
Sebaliknya, Allah juga memberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang tidak punya akal inilah yang akan menjadi penghuni neraka, karena mereka tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang ucapkan penghuni neraka setelah masuk neraka:
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Dan mereka berkata: ‘Seandainya dulu kami di dunia mau mendengarkan dan mau menggunakan akal kami untuk memahami petunjuk Allah, maka mestinya sekarang kami tidak termasuk kedalam penghuni neraka yang menyala-nyala.’” (QS. Al-Mulk :10)
Penghuni neraka adalah orang yang tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami dan mendengarkan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka akal yang dipuji dalam banyak ayat Al-Qur’an, menurut Ustadz Abdullah Taslim MA, dai lulusan Universitas Islam Madinah ini, merupakan alat semua ilmu, sekaligus merupakan penimbang atau pengukur atau penilai untuk mengenal mana yang benar dan mana yang salah dari ilmu tersebut.
Kita mengenal mana pendapat yang kuat dan mana yang lemah, sekaligus akal ini adalah sebagai cermin untuk kita bisa melihat mana yang baik atau indah dan mana yang buruk. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan:
“Akal itu ibaratnya adalah raja pada tubuh manusia, sedangkan anggota badan, ruh manusia, panca indera, gerakan-gerakannya, semua adalah masyarakat. Ketika akal itu lemah, tidak mampu menegakkan dan menjaga rakyatnya, maka akan sampai berbagai macam keburukan kepada rakyatnya tersebut.”
Ada juga ungkapan Arab yang mengatakan:
من لم يكن عقله أغلب خصال الخير عليه، كان حتفه في أغلب خصال الشر عليه
“Barangsiapa yang tidak menjadikan akalnya sebagai sifat kebaikan yang dominan pada dirinya, maka orang seperti ini kecelakaannya adalah pada sifat keburukan yang dominan pada dirinya.”
Akal yang merupakan tabiat/watak bawaan manusia, inilah yang disebut bapaknya ilmu, pendidik ilmu dan yang menumbuhkan ilmu. Akal atau pemahaman yang diusahakan atau bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Ini merupakan anaknya ilmu atau buah dan hasil dari ilmu.
Untuk akal yang jenis pertama, jelas bahwa semua orang punya akal, yakni kemampuan untuk memahami dan mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Permasalahannya apakah semua orang memanfaatkan potensi ini untuk memahami dan menumbuhkan ilmu yang benar pada dirinya? Jawabnya tidak. Karena penghuni neraka mengakui bahwa mereka dahulu di dunia tidak mau mendengarkan dan menggunakan akalnya untuk memahami petunjuk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Jadi, akal jenis kedua inilah yang mereka tidak punyai, karena mereka tidak mau memanfaatkannya dalam memahami dan mencari kebenaran. Dan, jika terkumpul dua jenis akal ini pada diri seorang hamba, maka inilah karunia besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.
Wallahu A'lam
(wid)