Bolehkah Menggabungkan Puasa Rajab dengan Qadha Puasa Ramadhan?
loading...
A
A
A
Mulai besok (3/2), umat Islam disunnahkan melaksanakan puasa sunnah Rajab . Namun, bolehkah melaksanakan puasa Rajab ini sekaligus menggabungkannya dengan qadha puasa Ramadhan? Mengingat, bulan Ramadhan tinggal sebentar lagi, sedangkan banyak kaum muslimah (terutama yang berutang puasa karena haid) belum menggantinya.
Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadha ’ Ramadhan hukumnya diperbolehkan (sah) dan pahala keduanya bisa didapatkan. Menurut Ustad Abdul Somad (UAS), boleh melaksanakan puasa qadha Ramadhan di hari puasa sunnah. Seperti dilansir laman channel Youtube Zuket Creation Official, dikutip Rabu (2/2) ustadz yang biasa dipanggil UAS ini, menjelaskan hal tersebut dengan mengambil dalil yang disampaikan Imam Abu Zakaria al-Anshari dari kalangan mazhab Syafi'i, yang penjelasan ditulis Syaikh Athiyah Saqr dalam kitab Fatwa Al-Azhar.
“Orang yang puasa enam hari di bulan Syawal otomatis dapat pahala sunah meski niatnya hendak melakukan qadha puas. Pahala yang didapat juga ganda, yaitu puasa qadha dan puasa sunah,"ungkap UAS.
Lalu bagaimana niatnya? Menurut UAS, cukup dengan membaca niat puasa qadha Ramadhan saja. Sebab jika yang dibaca niat puasa sunah maka tidak dapat pahala pelunasan utang atau puasa qadha Ramadhan.
"Niat qodho maka dapat juga pahala puasa sunah. Begitu juga dengan puasa Senin Kamis. Niat qodho maka utang puasa Ramadhan lunas dan dapat juga pahala puasa Senin atau puasa Kamis," kata UAS.
Hal yang sama diperkuat oleh pendapat Syekh al-Barizi, meski hanya niat mengqadha’ puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa didapatkan. Bahkan dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin dijelaskan sebagai berikut:
“Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama."
Meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak. Maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak”.
Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.
Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis.
Wallahu a’lam.
Menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa qadha ’ Ramadhan hukumnya diperbolehkan (sah) dan pahala keduanya bisa didapatkan. Menurut Ustad Abdul Somad (UAS), boleh melaksanakan puasa qadha Ramadhan di hari puasa sunnah. Seperti dilansir laman channel Youtube Zuket Creation Official, dikutip Rabu (2/2) ustadz yang biasa dipanggil UAS ini, menjelaskan hal tersebut dengan mengambil dalil yang disampaikan Imam Abu Zakaria al-Anshari dari kalangan mazhab Syafi'i, yang penjelasan ditulis Syaikh Athiyah Saqr dalam kitab Fatwa Al-Azhar.
“Orang yang puasa enam hari di bulan Syawal otomatis dapat pahala sunah meski niatnya hendak melakukan qadha puas. Pahala yang didapat juga ganda, yaitu puasa qadha dan puasa sunah,"ungkap UAS.
Lalu bagaimana niatnya? Menurut UAS, cukup dengan membaca niat puasa qadha Ramadhan saja. Sebab jika yang dibaca niat puasa sunah maka tidak dapat pahala pelunasan utang atau puasa qadha Ramadhan.
"Niat qodho maka dapat juga pahala puasa sunah. Begitu juga dengan puasa Senin Kamis. Niat qodho maka utang puasa Ramadhan lunas dan dapat juga pahala puasa Senin atau puasa Kamis," kata UAS.
Hal yang sama diperkuat oleh pendapat Syekh al-Barizi, meski hanya niat mengqadha’ puasa Ramadhan, secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa didapatkan. Bahkan dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin dijelaskan sebagai berikut:
“Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardlu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama."
Meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak. Maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak”.
Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.
Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis.
Wallahu a’lam.
(wid)