Syadad bin ‘Aad, Penguasa Dunia Pertama yang Menikahi 1.000 Perempuan dan Punya 4.000 Anak

Senin, 07 Februari 2022 - 12:14 WIB
loading...
A A A
Al-Kisa’i mengatakan, pembangunan kota itu memakan waktu 300 tahun. Setelah pembangunannya selesai, hal itu dilaporkan kepada sang raja.

Mendengar laporan tersebut, raja memerintahkan kepada para menteri, pembantu, dan punggawanya untuk memindahkan perabot dan wadah-wadah yang megah ke sana.

Perintah itu mereka kerjakan selama sepuluh tahun. Setelah mereka selesai, Raja Syadad, beserta seluruh wanitanya, pelayannya, menteri, pembantu beserta wanita-wanitanya, dan para punggawanya, berangka ke sana dengan menggunakan tunggangan yang berpelanakan dari emas yang sempurna hasil kreasi para arsiteknya.

Ketika mereka sampai ke pintu kota itu, dan raja ingin masuk ke sana terlebih dahulu, tiba-tiba ada seorang malaikat yang diutus oleh Allah kepada Syadad.

Malaikat itu berkata, “Hai Syadad, jika engkau mengakui keesaan Allah, maka aku mempersilahkanmu untuk masuk. Akan tetapi, jika engkau tidak mau mengakuinya, maka pada saat ini juga aku akan merenggut ruhmu.”

Mendengar ujaran malaikat itu, Syadad menolak. Ia kafir dan mendurhakainya. Oleh karenanya, malaikat itu berteriak kepada mereka dengan sekali teriakan sehingga mereka semuanya mati, tidak ada seorang pun dari mereka yang masuk ke kota itu.

Wahab bin Munabbih mengatakan, di muka bumi tidak pernah ada sebuah kota yang seperti kota itu. Allah berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,” ( QS al-Fajr [89]: 6-8).

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. As-Sadi mengatakan bahwa kota yang telah dibangun oleh Syadad bin ‘Ad hingga saat ini masih ada. Seorang laki-laki keturunan Arab yang bernama ‘Abdullah bin Qilabah pernah masuk ke sana. Kejadian itu terjadi pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan pada tahun 48 H.



Kota Ajaib
Suatu ketika seorang pemuda bernama Abdullah bin Qalaba tengah mencari untanya yang hilang. Ia berjalan ke sana ke sini untuk mencari untanya yang hilang hingga sampai ke wilayah Aad. Di tengah wilayah yang asing itu, ia menemukan sebuah kota yang dikelilingi parit.

Dalam buku Hayatul Qulub karya Sayyid Muhammad Baqir Al-Majlisi dijelaskan, Abdullah pun mendekat dan mengira kota itu berpenghuni sehingga ia bisa mencari informasi tentang untanya. Namun setelah mendekat, ia tidak berjumpa dengan siapapun yang hendak ke kota itu.

Kemudian, sampailah Abdullah di gerbang kota itu. Ia turun dari unta betinanya dan menambatkan hewan itu. Abdullah kemudian mengeluarkan pedang dari sarungnya dan berjalan memasuki kota. Ia melihat dua gerbang lagi yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang pernah ditemui siapapun.

Gerbang itu tebuat dari kayu dupa dan bertatahkan batu rubi berwana kuning dan merah yang memancarkan sinar ke area sekitarnya. Melihat pemandangan ini, ia terpesona. Dibukanya pintu dan ia masuk. Ternyata ia menemukan sebuah kota lagi yang sama berkilau dan sama indahnya dengan kota pertama.

Ia melihat sejumlah istana di dalamnya yang dibangun dengan pilar-pilar bertatahkan zamrud dan rubi. Semua istana memiliki jendela, dan semuanya tersusun dari emas, perak, mutiara, rubi, dan zamrud. Gerbang istana ini pun serupa dengan gerbang di kota sebelumnya yang terbuat dari kayu dupa bertatahkan rubi.

Lantai istana bertaburkan mutiara, misik, dan safran. Ketika memandang ke dalam dan tidak menemukan satu orang pun, ia menjadi ketakutan. Istana itu dikelilingi kebun yang ditanami berbagai pohon buah-buahan. Sungai mengalir di bawah pepophonan itu. Abdullah mengira taman ini serupa dengan surga yang dijanjikan Allah bagi orang shaleh.

Abdullah pun bersyukur karena Allah memberinya kesempatan memasuki ‘surga’ di dunia. Kemudian, ia mengambil mutiara, misik, dan safran sebanyak-banyaknya. Tapi dia tidak berhasil mencabut satu pun rubi ataupun zamrud dari sana. Ia pun bergegas keluar menuju untanya, dan pulang ke Yaman.

Sesampainya di Yaman, Abdullah segera menceritakan perihal kota ‘ajaib’ yang dikunjunginya kepada teman-temannya. Dengan cepat, kisah itu tersebar dari mulut ke mulut hingga sampai ke telinga Muawiyah melalui Ka’ab bin Akhbar.

Ka’ab pun menjelaskan kepada Muawiyah bahwa kota yang didatangi Abdullah mirip dengan cerita tentang kota yang dibangun Syadad putra Aad. Itulah kota Iram yang disebut Allah di dalam Alquran dengan sebutan: tidak ada kota yang dibangun seperti kota itu.

Betapa takjubnya Muawiyah ketika diberitahu ada seorang rakyatnya dari golongan Muslim, dengan wajah merah, rambut merah, perawakan pendek, dan leher ramping dapat memasuki kota itu. Bahkan dapat masuk hanya untuk mencari untanya.

Ibnu Babawyh dalam kitab Al-Mua’amirun menjelaskan, Hisyam bin Sa’ad berkata: “Aku melihat batu di Alexandria yang berterakan tulisan. Tulisan itu berbunyi: “Aku adalah Syadad, putra Aad. Aku yang membangun kota Dzat al-Imad. Tidak ada kota yang menyerupainya."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2602 seconds (0.1#10.140)