Hukum Menikahi Janda, Bisa Lebih Mulia tapi Bukan yang Paling Utama

Selasa, 08 Februari 2022 - 09:30 WIB
loading...
Hukum Menikahi Janda, Bisa Lebih Mulia tapi Bukan yang Paling Utama
Hukum menikahi janda dalam Islam, tidak dilarang alias boleh. Hanya saja yang lebih utama menikahi gadis ketimbang janda. (Foto/Ilustrasi : Ist)
A A A
Hukum menikahi janda dalam Islam tidaklah dilarang alias boleh. Hanya saja yang paling utama menurut hadits adalah menikahi gadis ketimbang janda. Menikah dengan janda bisa mulia bila tujuannya ingin membantu kehidupan si janda dan merawat anak-anak yatimnya. Kendati demikian, sekali lagi, yang paling utama adalah menikahi gadis perawan ketimbang janda.

"Hendaklah kalian menikah dengan perawan, karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit." (HR Ibnu Majah)

Hadits Nabi SAW tersebut bukan berarti menikahi gadis sebagai sebuah kewajiban dalam agama. Anjuran ini juga berlaku untuk perempuan. Mereka juga bisa mengutamakan lamaran dari pria perjaka ketimbang duda.



Dalam buku "Serial Hadist Nikah 1: Anjuran Menikah dan Mencari Pasangan" karya Ustadz Firman Arifandi juga menutip hadist serupa dalam riwayat Ahmad. "Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Nikahilah wanita yang pengasih dan subur, karena aku berlomba dengan umat lain dengan jumlah kalian." (HR Ahmad)

Kendati demikian, tidak ada larangan dalam Islam jika seseorang telah menambatkan hatinya kepada orang yang sudah duda ataupun janda. Hadits yang menyarankan memilih selain keduanya itu hanyalah bersifat afdhaliyah atau yang lebih utama.

Sebagaimana ketika Jabir bin Abdillah memberitahu Rasulullah SAW bahwa dirinya akan segera menikah dengan seorang janda. Maka Rasulullah SAW sempat mempertanyakannya.

"Kenapa kamu tidak menikahi perawan saja sehingga kamu bisa bermain-main dengannya dan dia bisa bermain-main denganmu?" (HR Bukhari dan Muslim)



Lebih lengkap lagi hadits dari Jabir itu berbunyi:

Aku pernah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah SAW. Lalu aku bertemu dengan Nabi SAW, beliau pun bertanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?”

Ia menjawab, “Iya sudah.”

“Yang kau nikahi gadis ataukah janda?” tanya Rasul SAW.

Aku pun menjawab, “Janda.”

Rasul mengatakan, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja, bukankah engkau bisa bersenang-senang dengannya?”

Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki beberapa saudara perempuan. Aku khawatir jika menikahi perawan malah nanti ia sibuk bermain dengan saudara-saudara perempuanku."

Rasulullah SAW bersabda, “Itu berarti alasanmu. Ingatlah, wanita itu dinikahi karena seseorang memandang agama, harta, dan kecantikannya. Pilihlah yang baik agamanya, engkau pasti menuai keberuntungan.” (HR. Muslim no. 715)



Pahala Menafkahi Janda
Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW sendiri pernah memberikan contoh menikahi perempuan yang berstatus janda dan perempuan yang berstatus gadis.

Rasulullah SAW juga menyebut ada keutamaan khusus bagi orang yang menafkahi janda. Dari Abu Hurairah Ra, Nabi SAW bersabda,

السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوْ كَالَّذِى يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ

Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi Sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari. (HR. Bukhari 6006 & Muslim 7659)

Ibnu Batthal dalam syarh Shahih Bukhari mengatakan, siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktikkan hadits ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi Sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh. Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud. (Syarh Shahih Bukhari – Ibnu Batthal, )

Hadits tersebut memotivasi untuk menafkahi janda, bukan menikahi janda. Meskipun bisa juga amal baik seorang lelaki ditunjukkan dalam bentuk menikahi janda. Dan jika janda ini dinikahi maka statusnya bukan lagi janda.

Akan tetapi hadits ini menganjurkan untuk memenuhi kebutuhan janda. Terutama janda tua yang tidak memiliki keluarga yang bisa memenuhi kebutuhannya.

An-Nawawi mengatakan, yang dimaksud “berusaha memenuhi nafkah” artinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan nafkah janda. (Syarh Shahih Muslim, 18/112)



Tidak Harus
Sementara itu, Yahya Zainul Ma'arif atau lebih sering disapa Buya Yahya berpendapat menikah tidak harus dengan janda dan tidak harus pula dengan perawan. "Pilih yang salehah, mungkin kecantikan kita bisa melihat, kekayaan (juga), tapi faktor agama urusannya," katanya, sebagaimana dilansir Al-Bahjah TV dalam jaringan YouTube.

Ia membenarkan bahwa Rasullullah SAW pernah mengimbau seseorang yang datang menikah dengan seorang gadis perawan karena mungkin Rasullullah melihat karakter orang itu membutuhkan istri yang demikian.

Suatu ketika juga pernah datang seseorang kepada Nabi dan berkata, "Saya ingin seseorang yang bisa menyisiri rambut anak-anak saya..."

Maka Nabi menyarankan dia menikahi seorang janda, karena ia membutuhkan yang demikian. "Jadi, tergantung apa yang Anda butuhkan," ujarnya.

Menurut Buya, menikahi janda akan lebih hebat dan mulia daripada menikahi perawan jika tujuannya ingin membantu kehidupan si janda, merawat anak-anak yatimnya. "Dan menikahlah karena Allah Taala," tandasnya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2509 seconds (0.1#10.140)