Kisah Pendeta Menafsirkan Mimpi Abu Bakar sebelum Masuk Islam

Sabtu, 12 Februari 2022 - 08:49 WIB
loading...
A A A
“Apakah yang engkau maksud itu Muhammad al-Amin?” kata Abu Bakar.

“Memang, yang aku maksud adalah anak yatim dari Bani Hasyim itu,” kata Abu Jahal.

“Engkau mendengar sendiri apa yang dikatakannya, hai Amr bin Hisyam?” tanya Abu Bakar.

“Ya, aku mendengar dan semua orang pun mendengarnya,” jawab Abu Jahal.

“Apa katanya?”

“Katanya, di langit itu ada Allah. Dia mengutusnya kepada kita agar kita hanya beribadah kepada-Nya dan meninggalkan tuhan-tuhan yang disembah oleh leluhur kita.”

“Apakah yang dikatakannya bahwa Allah telah menyampaikan wahyu kepadanya?”

“Benar.”

“Tidakkah diceritakannya bagaimana Allah berbicara dengannya?”

“Katanya, Jibril mendatanginya di gua Hira.”

Mendengarnya, wajah Abu Bakar berseri-seri, dan dengan tenang dia berkata, “Jika demikian, maka benarlah dia!”

Mendengarnya, kedua kaki Abu Jahal menjadi lemas. Bagaimana mungkin seorang pemuka Quraisy seperti Atiq malah membenarkannya? Jawaban Abu Bakar tidak seperti yang dia harapkan.

Abu Bakar kemudian berjalan menuju ke rumahnya, untuk bertemu dengan keluarganya dan melepas lelah setelah perjalanan yang jauh. Setelah itu, barulah Allah menetapkan baginya suatu ketentuan yang pasti terjadi dan tak terbantahkan lagi.



Muhammad Tidak Berbohong
Menurut Khalid Muhammad Khalid, setelah sampai di rumah dan melepas rindu bersama keluarganya, Abu Bakar merenung. Dia bertanya-tanya di dalam hatinya, apakah Muhammad berbohong, dengan pengakuannya sebagai Nabi? Jika berbohong, maka batal sudah seluruh reputasinya sebagai al-Amin selama ini. Tapi nuraninya lebih memilih mengatakan bahwa Muhammad tidak berbohong.

Namun pertanyaan lain muncul, apa untungnya jika Muhammad mengaku dirinya sebagai Nabi? Bukankah Muhammad sendiri telah menyaksikan bagaimana orang-orang Quraisy meneriaki Zaid bin Amr bin Nufail, penganut agama Ibrahim yang sudah sepuh itu, meskipun dia tidak membawa agama baru?

Apa akibat yang akan diterima Muhammad setelah dia mengaku dirinya sebagai Nabi? Jika ini sekadar mencari sensasi, maka dia akan menerima hukuman-hukuman yang begitu berat dari orang-orang Quraisy. Hanya orang yang tidak waras yang mau menempuh jalan seperti itu.

Namun pikiran Abu Bakar kembali lagi ke sosok Muhammad: dia tidak pernah berbohong, dia tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari pengakuannya sebagai Nabi, dan dia orang yang sehat jiwanya (bukan orang gila).

Jika semua prasangka terhadap kemungkinan-kemungkinan keburukkan watak Muhammad di atas tertolak, dengan demikian Abu Bakar menyimpulkan: Pertama, bahwa itu adalah memang risalah yang harus dilaksanakan oleh pembawanya. Kedua, bahwa itu adalah tugas yang diberikan oleh Penguasa mutlak yang tidak dapat dibantah oleh orang pilihan-Nya.

Setelah sampai pada suatu kesimpulan, kata Khalid Muhammad Khalid, maka Abu Bakar melangkahkan kakinya ke rumah Muhammad.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3125 seconds (0.1#10.140)