Kisah Perjuangan Kader-Kader Abbasiyah, Ada yang Dimutilasi Lalu Disalib

Senin, 14 Februari 2022 - 05:15 WIB
loading...
Kisah Perjuangan Kader-Kader Abbasiyah, Ada yang Dimutilasi Lalu Disalib
Tak sedikit kader Bani Abbasiyah yang tertangkap, lalu dipotong tangan dan kakinya kemudian disalib. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Bani Abbasiyah menjalani perjuangan amat panjang untuk membangun kekhalifahan. Pada saat Dinasti Umayyah sangat kuat, gerakan bawah tanah Bani Abbasiyah seringkali terbongkar. Tak sedikit kader mereka yang tertangkap, lalu dipotong tangan dan kakinya kemudian disalib.



Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" mengatakan peletak dasar ide kekhalifahan Dinasti Abbasiyah adalah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib (62-125 H). Beliau adalah ayahanda dari Ibrahim Al-Imam, Abul Abbas As-Saffah, dan Abu Jafar Al-Manshur, yang merupakan perintis Bani Abbasiyah.

Gerakan mereka ini sangat rapi dan sangat terukur. Mereka antara lain membentuk jaringan organisasi dakwah yang sangat rahasia. Memang sih, pembentukan jaringan organisasi ini dimulai ketika Ali bin Abdullah bin Abbas masih hidup. Namun gerakan ini mulai efektif bergerak pada masa Muhammad bin Ali.

Jaringan organisasi ini terdiri dari para juru dakwah dan tokoh-tokoh penting. Organisasi dakwah ini memiliki dua markas kegiatan di Kufah dan Khurasan.

Kufah sebagai pusat komunikasi, yang dipimpin oleh Maisarah, loyalis Ali bin Abdullah. Sedangkan di Khurasan dipimpin oleh Muhammad bin Khunais dan Abu Ikrimah As-Siraj. Khurasan merupakan medan dakwah yang sesungguhnya. Di sini 12 anggota.

Dipilih juga sebanyak 70 orang sebagai juru dakwah atas perintah mereka. Muhammad bin Ali menulis surat kepada mereka agar menjadi suri teladan yang bisa dicontoh.

Para juru dakwah ini senantiasa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mulai dari permulaan abad kedua Hijriyah hingga tahun 132 H. Tepatnya tahun dimana kesuksesan telah diraih dengan dibaiatnya Abul Abbas As-Saffah sebagai khalifah.

Periode ini terbagi dalam dua kategori: periode dakwah murni dan periode penggunaan unsur kekerasan dalam berdakwah.

Periode dakwah pertama ini berlangsung ketika pemerintahan Dinasti Umayyah masih kuat dan belum terbagi-bagi dalam kekuasaan masing-masing kelompok dan fanatisme di antara tentara dalam pemerintahan di Khurasan belum begitu kuat. Periode ini berlangsung kurang lebih 27 tahun yakni pada 100 H sampai 127 H.

Kala itu, para juru dakwah berkelana ke seluruh penjuru Khurasan dengan memperlihatkan diri sebagai para saudagar dan menyembunyikan identitas mereka sebagai juru dakwah.

Mereka memanfaatkan kesempatan dan kemudian menyampaikan misi mereka kepada orang atau juru dakwah yang berada di Kufah, yang kemudian melanjutkannya ke Hamimah atau ke Mekkah pada saat umat Islam berkumpul untuk menunaikan ibadah haji.

Perkumpulan tersebut merupakan sarana yang efektif untuk menyembunyikan jati diri mereka sebagai juru dakwah. Dengan alasan, apabila mereka memberangkatkan kafilah-kafilah dari Khurasan, mereka pergi dengan alasan menunaikan ibadah haji.

Muhammad bin Ali yang menetap di Hamimah memiliki nilai strategis dan faktor lain yang menyebabkan terorganisirnya komunikasi secara sistematis tanpa diketahui pihak berwenang.



Kerahasiaan organisasi mereka mulai terbongkar di Khurasan tahun 102 H. Seorang warga Tamim menghadap kepada walikota Khurasan, Said bin Abdul Aziz bin Al-Harits bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash, yang lebih dikenal dengan sebutan Said Khadzinah, seraya berkata, “Sesungguhnya di tempat ini terdapat suatu kaum, yang mempropagandakan perkataan yang tidak baik”.

Kemudian Said mengirimkan pasukannya untuk menangkap dan menghadapkan mereka kepadanya. Lalu Said bertanya kepada mereka, “Siapakah kalian?”

Mereka menjawab, “Sekelompok saudagar.”

Said berkata, “Lalu benarkah yang dikatakannya tentang kalian?”

Mereka menjawab, “Kami tidak tahu”

Said bertanya lagi, “Apakah kalian datang sebagai juru dakwah?”

Mereka berkata, “Sesungguhnya kami memerlukan dakwah itu untuk diri kami sendiri, dan kesibukan kami berdagang membuat kami banyak melalaikannya.”

Lalu Said bertanya kepada orang yang mengenali mereka ini. Kemudian datanglah beberapa orang dari Khurasan, yang sebagian besar berasal dari Rabi'ah dan Yaman, lalu mereka berkata, “Kami mengenali mereka dan mereka berdakwah kepada kami. Apabila terdapat sesuatu yang datang dari mereka yang tidak Anda sukai, maka lepaskanlah mereka.”



Ditangkap dan Disalib
Pada tahun 105 H, Bakir bin Mahan yang merupakan tokoh terkemuka dan pemimpin terpandang pemerintahan ini dan juru dakwahnya bergabung dengan organisasi ini. Ia merupakan tokoh yang bergelimang harta sehingga banyak membantu orang-orang dan organisasi tersebut dengan hartanya itu.

Secara kebetulan, pemimpin organisasi rahasia di Kufah bernama Maisarah meninggal dunia pada tahun tersebut. Kemudian kedudukannya digantikan oleh Muhammad bin Ali.

Dengan demikian, maka dialah yang memimpin dakwah ini dan mengorganisasi para juru dakwahnya hingga mereka berjalan dalam bingkai yang telah digariskan kepada mereka.

Musibah pertama yang mereka derita adalah, sejumlah juru dakwah mereka dipanggil oleh Asad bin Abdullah Al-Qusari, Gubernur Khurasan.

Dia merupakan gubernur yang dikenal kejam dan bengis. Para juru dakwah itu pun dihadapkan kepadanya. Di antara juru dakwah tersebut terdapat Abu Ikrimah, Abu Muhammad Ash-Shadiq, Muhammad bin Khunais, dan Ammar Al-Ubbadi.

Mereka yang tertangkap dijatuhi hukuman potong kedua tangan dan kaki-kaki mereka, dan kemudian disalib.

Para juru dakwah yang berhasil lolos dari tragedi tersebut adalah Ammar bin Al-Ubbadi hingga ia lari dan sampai di Kufah lalu memberitahukan kepada Bakir bin Mahan tentang berita tragis tersebut.

Kemudian ia berkirim surat kepada Muhammad bin Ali untuk memberitahukan tentang peristiwa memilukan itu.

Muhammad bin Ali pun menjawab, “Segala puji bagi Allah yang membenarkan perkataan dan dakwah kalian. Kamu adalah yang masih tersisa di antara kalian (para pendakwah) dan kamu juga akan dibunuh?"

Setelah itu, Ammar bin Al-Ubbadi pun ditangkap dan dijatuhi hukuman seperti saudara-saudaranya yang lain.



Asad bin Abdullah merupakan gubernur Khurasan yang terkenal kejam terhadap kaum Syiah. Ia tidak pernah mengampuni seorang pun dari mereka yang tertangkap, dan bahkan ia akan menjatuhkan hukuman kepada mereka, menyalib, mengusir, membunuh, dan berbagai bentuk hukuman lainnya.

Oleh karena itu, dakwah organisasi rahasia ini selama masa pemerintahannya tidak membuahkan hasil dan pengaruh signifikan hingga Asad diberhentikan sebagai gubernur Khurasan tahun 109 H. Itulah periode pertama pemerintahannya sebagai gubernur Khurasan.

Ketika menjabat periode kedua, Asad pun mengulangi kebijakan yang sama sebagaimana sikap dan kebijakannya pada periode pertama.

Pada tahun 117 H, sejumlah juru dakwah dan pengikut mereka ditangkap. Banyak di antara mereka yang dibunuh, adapula yang disalib dan dimutilasi, dan ada pula yang dipenjarakan.

Di antara mereka yang ditangkap adalah Sulaiman bin Katsir, tokoh utama dakwah, Malik bin Al-Haitsam, Musa bin Ka'b, Lahiz bin Quraizh, Khalid bin Ibrahim, Thalhah bin Zuraiq, dan anggota lainnya.

Lalu mereka disidangkan. Asad bin Abdullah berkata, “Wahai orang-orang fasik, bukankah Allah SWT telah berfirman, “Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan, barangsiapa kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Dan, Allah Mahaperkasa, memiliki (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS Al-Ma'idah: 95)

Lalu Sulaiman bin Katsir berkata, “Bolehkan aku berbicara, ataukah harus diam?”

Ia berkata, “Bicaralah.”

Sulaiman berkata, “Demi Allah, kami hanyalah orang sebagaimana yang dikatakan seorang penyair,

Meskipun tanpa air, tenggorokanku akan penuh dengan ludah
Aku bagaikan orang yang banyak makan sehingga
sama dengan meminum air sedikit demi sedikit.

Anda telah mengetahui cerita tentang kami. Demi Allah, kami memburu kalajengking yang berada di tanganmu wahai Al-Amir: Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berasal dari kaummu -maksudnya Yaman.

Sesungguhnya orang-orang yang membuat laporan kepadamu ini tidaklah benar. Karena kami merupakan orang yang paling keras terhadap Qutaibah bin Muslim. Mereka hanya menuntut balas terhadap mereka.”

Syaikh Muhammad Al-Khudari mengingatkan, perhatikanlah bagaimana orang-orang tersebut menggunakan fanatisme kesukuan ataupun nasionalisme dalam situasi tersulit mereka demi membebaskan diri dari petaka yang mereka hadapi. Jawaban tersebut merupakan faktor yang menyebabkan para juru dakwah itu terbebas dari jeratan hukuman yang harus mereka terima.

Dalam hal ini, mereka mendapatkan salah seorang dari kaumnya yang bekerja dengan gubernur sehingga dapat melepaskan diri dari jeratan hukum. Mereka pun benar-benar terbebas darinya.

Kematian Asad bin Abdullah tahun 120 H memberikan angin segar kepada kaum Syiah di Khurasan. Kemudian di dunia Islam terjadilah keberhasilan gemilang kaum Syiah sebagai buah perjuangan dan jerih payah mereka dalam berdakwah dan sekaligus menjadi kekalahan musuh-musuh mereka yang tidak mampu menjatuhkan hukuman kepada mereka.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1993 seconds (0.1#10.140)