Leluhur Dinasti Abbasiyah, Paman Nabi yang Wafat di Bulan Rajab
loading...
A
A
A
Nenek moyang Dinasti Abbasiyah --berdiri tahun 750 dan bubar tahun 1517-- adalah Al-Abbas bin Abdul Muthalib . Beliau wafat pada hari Jumat tanggal 26 Rajab, tahun 32 H, yakni di era kekhalifahan Utsman bin Affan . Lalu, siapa sejatinya paman Rasulullah SAW ini?
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" menjelaskan Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf merupakan keturunan yang masih tersisa di antara saudara-saudaranya yang berjumlah banyak. Akan tetapi jumlah terbesar dan membentuk kelompok besar berasal dari dua putranya yakni, Al-Abbas dan Abu Thalib .
Keturunan dari Al-Abbas dan Abu Thalib memenuhi padang rumput, pegunungan, dan daerah-daerah di wilayah Islam, mulai dari ujung wilayah Maroko hingga daerah Transoxania di Asia Tengah.
Masing-masing dari kedua Rumah Nasab tersebut merajut sejarah panjang dan penuh kehormatan di antara sejarah umat Islam.
Menyembunyikan Keislamannya
Al-Abbas bin Abdul Muthalib (51-32 H) bernama lengkap Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf Abu Al-Fadhl. Ia merupakan salah seorang tokoh terkemuka Quraisy pada masa Jahiliyah dan pada masa Islam.
Nenek moyangnya, pada masa hidupnya menjabat sebagai penyedia layanan bagi jamaah haji, dan pembangunan Masjidil Haram.
Syaikh Muhammad Al-Khudari menjelaskan, ibu Al-Abbas bernama Natilah binti Janab bin Kulaib dari An-Namr bin Qasith salah satu kabilah Rabi'ah bin Nazzar, yang lahir tiga tahun sebelum peristiwa Al-Fil (penyerangan Kakbah oleh tentara gajah), sehingga ia lebih tua tiga tahun dibandingkan usia Rasulullah SAW.
Al-Abbas merupakan salah seorang tokoh terkemuka dari Bani Hasyim yang cerdas. Ia adalah sahabat dekat Abu Sufyan Shakhr bin Harb.
Ketika Islam datang, Al-Abbas merupakan salah satu tokoh yang tulus membantu perjuangan Rasulullah, meskipun tidak memperlihatkan secara terbuka tentang keislamannya. Dialah orang yang mengendalikan urusan Rasulullah bersama kaum Anshar ketika berhijrah.
Ketika kaum kafir Quraisy keluar menuju Badar, putra-putri Al-Abbas dipaksa keluar bersama mereka. Karena itulah, Rasulullah berkata kepada para sahabatnya dalam Perang Badar, “Barangsiapa di antara kalian bertemu dengan Al-Abbas, Thalib, Uqail, Naufal, dan Abu Sufyan, maka janganlah membunuh mereka. Karena sesungguhnya mereka dipaksa keluar berperang.”
Al-Abbas merupakan salah satu tawanan dalam Perang Badar lalu menebus dirinya, Uqail bin Abi Thalib, Naufal bin Al-Harts bin Abdul Muthallib, kemudian kembali dan menetap di Makkah.
Selama keberadaannya di Makkah ini, Al-Abbas senantiasa berkirim informasi kepada Rasulullah SAW tentang berbagai hal. Di sana terdapat orang-orang beriman yang merasa kuat karena dukungan dan kehadirannya.
Al-Abbas merupakan penolong bagi keislaman mereka. Al-Abbas berkeinginan keras untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah berkirim surat kepadanya untuk ikut berhijrah.
Akhirnya beliau mengizinkan dan memerintahkannya untuk berhijrah ke Madinah sebelum Fathu Makkah dan ikut bersama beliau dalam pembebasan tersebut.
Al-Abbas merupakan salah satu faktor penyelamat Abu Sufyan dan kemauannya mengikuti seruan Rasulullah, “Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman?"
Al-Abbas ikut berperang dalam Perang Hunain dan memberikan peran terbaik di dalamnya. Setelah itu, Al-Abbas keluar ke Madinah dan menetap di sana.
Rasulullah sangat mencintai dan menghormatinya. Karena itulah, para khalifah mengikuti jejak, sikap, dan perlakuan beliau sesudahnya terhadapnya.
Al Abbas menderita tuna netra di akhir hayatnya, dan memiliki 35 riwayat dalam buku-buku hadits. Al-Abbas meninggal dunia pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, pada hari Jumat tanggal 26 Rajab, tahun 32 H, dan dimakamkan di pemakaman Al-Baqi.
Syaikh Muhammad Al-Khudari dalam bukunya yang berjudul "Ad-Daulah Al-Abbasiyyah" menjelaskan Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdul Manaf merupakan keturunan yang masih tersisa di antara saudara-saudaranya yang berjumlah banyak. Akan tetapi jumlah terbesar dan membentuk kelompok besar berasal dari dua putranya yakni, Al-Abbas dan Abu Thalib .
Keturunan dari Al-Abbas dan Abu Thalib memenuhi padang rumput, pegunungan, dan daerah-daerah di wilayah Islam, mulai dari ujung wilayah Maroko hingga daerah Transoxania di Asia Tengah.
Masing-masing dari kedua Rumah Nasab tersebut merajut sejarah panjang dan penuh kehormatan di antara sejarah umat Islam.
Menyembunyikan Keislamannya
Al-Abbas bin Abdul Muthalib (51-32 H) bernama lengkap Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf Abu Al-Fadhl. Ia merupakan salah seorang tokoh terkemuka Quraisy pada masa Jahiliyah dan pada masa Islam.
Nenek moyangnya, pada masa hidupnya menjabat sebagai penyedia layanan bagi jamaah haji, dan pembangunan Masjidil Haram.
Syaikh Muhammad Al-Khudari menjelaskan, ibu Al-Abbas bernama Natilah binti Janab bin Kulaib dari An-Namr bin Qasith salah satu kabilah Rabi'ah bin Nazzar, yang lahir tiga tahun sebelum peristiwa Al-Fil (penyerangan Kakbah oleh tentara gajah), sehingga ia lebih tua tiga tahun dibandingkan usia Rasulullah SAW.
Al-Abbas merupakan salah seorang tokoh terkemuka dari Bani Hasyim yang cerdas. Ia adalah sahabat dekat Abu Sufyan Shakhr bin Harb.
Ketika Islam datang, Al-Abbas merupakan salah satu tokoh yang tulus membantu perjuangan Rasulullah, meskipun tidak memperlihatkan secara terbuka tentang keislamannya. Dialah orang yang mengendalikan urusan Rasulullah bersama kaum Anshar ketika berhijrah.
Ketika kaum kafir Quraisy keluar menuju Badar, putra-putri Al-Abbas dipaksa keluar bersama mereka. Karena itulah, Rasulullah berkata kepada para sahabatnya dalam Perang Badar, “Barangsiapa di antara kalian bertemu dengan Al-Abbas, Thalib, Uqail, Naufal, dan Abu Sufyan, maka janganlah membunuh mereka. Karena sesungguhnya mereka dipaksa keluar berperang.”
Al-Abbas merupakan salah satu tawanan dalam Perang Badar lalu menebus dirinya, Uqail bin Abi Thalib, Naufal bin Al-Harts bin Abdul Muthallib, kemudian kembali dan menetap di Makkah.
Selama keberadaannya di Makkah ini, Al-Abbas senantiasa berkirim informasi kepada Rasulullah SAW tentang berbagai hal. Di sana terdapat orang-orang beriman yang merasa kuat karena dukungan dan kehadirannya.
Al-Abbas merupakan penolong bagi keislaman mereka. Al-Abbas berkeinginan keras untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah berkirim surat kepadanya untuk ikut berhijrah.
Akhirnya beliau mengizinkan dan memerintahkannya untuk berhijrah ke Madinah sebelum Fathu Makkah dan ikut bersama beliau dalam pembebasan tersebut.
Al-Abbas merupakan salah satu faktor penyelamat Abu Sufyan dan kemauannya mengikuti seruan Rasulullah, “Barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman?"
Al-Abbas ikut berperang dalam Perang Hunain dan memberikan peran terbaik di dalamnya. Setelah itu, Al-Abbas keluar ke Madinah dan menetap di sana.
Rasulullah sangat mencintai dan menghormatinya. Karena itulah, para khalifah mengikuti jejak, sikap, dan perlakuan beliau sesudahnya terhadapnya.
Al Abbas menderita tuna netra di akhir hayatnya, dan memiliki 35 riwayat dalam buku-buku hadits. Al-Abbas meninggal dunia pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, pada hari Jumat tanggal 26 Rajab, tahun 32 H, dan dimakamkan di pemakaman Al-Baqi.