Konflik Bani Umayyah dan Bani Hasyim, Berkaca Peristiwa Damaskus Gantikan Madinah
loading...
A
A
A
Abd Manaf diketahui memiliki empat orang putra, yaitu Abd Asy Syam, Hasyim, Muthalib, dan Naufal. Awalnya Abd Asy Syam yang dipercaya mewarisi tanggung jawab kepemimpinan. Namun kemudian hak tersebut diberikannya pada Hasyim, adiknya yang dikenal memiliki kebijaksanaan dan kedermawanan yang begitu tinggi di tengah masyarakat.
Hasyim juga merupakan seorang pedagang sukses. Dialah yang mula-mula membuka jalur perdagangan ekspor-impor masyarakat Mekkah ke berbagai wilayah seperti Suriah dan Yaman. Di masa kepemimpinannya-lah kesejahteraan masyarakat Mekkah meningkat pesat.
Akbar Shah Najeebabadi dalam The History Of Islam memaparkan setelah Hasyim wafat, masalah perebutan tahta Mekkah kembali meruncing. Kali ini Umayyah yang tidak lain putra dari Abd Asy Syam menuntut kembali hak ayahnya dari Bani Hasyim.
Di pihak Bani Hasyim sendiri, tampuk kepemimpinan dipegang oleh Muthalib, adik Hasyim dan Abd Asy Syam. Setelah Muthalib meninggal dunia, kepemimpinan kemudian dialihkan ke Abdul Muthalib yang cahaya kebijaksaannya tidak bisa dilawan oleh kedengkian Bani Umayyah.
Masyarakat Mekkah sepakat dengan kepemimpinan Abdul Muthalib . Namun Bani Umayyah yang saat itu sudah masuk pada generasi Harb bin Umayyah tetap menjadi oposisi dari Abdul Muthalib.
Setelah Abdul Muthalib , kepemimpinan Mekkah kemudian beralih kepada Abu Thalib , paman Rasulullah SAW . Dan ambisi Bani Umayyah untuk mengambil alih kepemimpinan Mekkah baru terjadi setelah Abu Thalib wafat, yang kemudian digantikan oleh Abu Sufyan bin Harb.
Sayangnya, ketika Abu Sufyan mengambil alih tongkat kepemimpinan Mekkah, Rasulullah SAW sudah membatalkan semua prinsip-prinsip ashobiyah di tengah masyarakat Mekkah. Hal ini tentu saja melipat-gandakan kekesalan Abu Sufyan dan Bani Umayyah kepada Rasulullah SAW dan seluruh klan Bani Hasyim.
Selama bertahun-tahun Abu Sufyan melakukan perlawanan yang sengit kepada dakwah Rasulullah SAW. Hampir di semua pertempuran yang dihadapi kaum Muslimin, selalu ada andil Abu Sufyan di pihak musuhnya. Mulai dari menyewa petarung ternama, mengutus telik sandi yang handal, hingga berkoalisi dengan kaum Yahudi Khaibar, semua dilakukannya demi memadamkan syi’ar dakwah Rasulullah SAW.
Namun pada akhirnya, Abu Sufyan harus mengaku kalah, setelah Mekkah sudah dikepung dari semua penjuru dan ditaklukkan oleh kaum Muslimin pada 18 Ramadhan 8 Hijriah atau 8 Januari 630 Masehi.
Abu Sufyan tidak memiliki pilihan selain mengucapkan syahadat, dan Rasulullah SAW memberikan amnesti umum kepada penduduk Mekkah dengan mengatakan bahwa siapapun yang berlindung di rumah Abu Sufyan aman, yang berlindung di Kakbah aman, dan yang tetap tinggal di rumah masing-masing juga dijamin keamanannya.
Seharusnya, nuansa persaingan antara klan Bani Umayyah dengan Bani Hasyim selesai sampai di sini. Namun ternyata tidak demikian yang terjadi. Hanya sekitar 30 tahun kemudian, Muawiyah bin Abu Sufyan telah secara tidak langsung merusak semua tananan ini ketika ia mewarisi tampuk kekuasaan kepada putranya yang tidak kompeten untuk memimpin, dan terus mewarisinya diantara para keturunannya.
Muawiyah telah berhasil menyempurnakan transformasi nilai-nilai ashobiyah, dari Umayyah seorang diri, menjadi Bani Umayyah, dan akhirnya menjelma menjadi Dinasti Umayyah.
Hasyim juga merupakan seorang pedagang sukses. Dialah yang mula-mula membuka jalur perdagangan ekspor-impor masyarakat Mekkah ke berbagai wilayah seperti Suriah dan Yaman. Di masa kepemimpinannya-lah kesejahteraan masyarakat Mekkah meningkat pesat.
Akbar Shah Najeebabadi dalam The History Of Islam memaparkan setelah Hasyim wafat, masalah perebutan tahta Mekkah kembali meruncing. Kali ini Umayyah yang tidak lain putra dari Abd Asy Syam menuntut kembali hak ayahnya dari Bani Hasyim.
Di pihak Bani Hasyim sendiri, tampuk kepemimpinan dipegang oleh Muthalib, adik Hasyim dan Abd Asy Syam. Setelah Muthalib meninggal dunia, kepemimpinan kemudian dialihkan ke Abdul Muthalib yang cahaya kebijaksaannya tidak bisa dilawan oleh kedengkian Bani Umayyah.
Masyarakat Mekkah sepakat dengan kepemimpinan Abdul Muthalib . Namun Bani Umayyah yang saat itu sudah masuk pada generasi Harb bin Umayyah tetap menjadi oposisi dari Abdul Muthalib.
Setelah Abdul Muthalib , kepemimpinan Mekkah kemudian beralih kepada Abu Thalib , paman Rasulullah SAW . Dan ambisi Bani Umayyah untuk mengambil alih kepemimpinan Mekkah baru terjadi setelah Abu Thalib wafat, yang kemudian digantikan oleh Abu Sufyan bin Harb.
Sayangnya, ketika Abu Sufyan mengambil alih tongkat kepemimpinan Mekkah, Rasulullah SAW sudah membatalkan semua prinsip-prinsip ashobiyah di tengah masyarakat Mekkah. Hal ini tentu saja melipat-gandakan kekesalan Abu Sufyan dan Bani Umayyah kepada Rasulullah SAW dan seluruh klan Bani Hasyim.
Selama bertahun-tahun Abu Sufyan melakukan perlawanan yang sengit kepada dakwah Rasulullah SAW. Hampir di semua pertempuran yang dihadapi kaum Muslimin, selalu ada andil Abu Sufyan di pihak musuhnya. Mulai dari menyewa petarung ternama, mengutus telik sandi yang handal, hingga berkoalisi dengan kaum Yahudi Khaibar, semua dilakukannya demi memadamkan syi’ar dakwah Rasulullah SAW.
Namun pada akhirnya, Abu Sufyan harus mengaku kalah, setelah Mekkah sudah dikepung dari semua penjuru dan ditaklukkan oleh kaum Muslimin pada 18 Ramadhan 8 Hijriah atau 8 Januari 630 Masehi.
Abu Sufyan tidak memiliki pilihan selain mengucapkan syahadat, dan Rasulullah SAW memberikan amnesti umum kepada penduduk Mekkah dengan mengatakan bahwa siapapun yang berlindung di rumah Abu Sufyan aman, yang berlindung di Kakbah aman, dan yang tetap tinggal di rumah masing-masing juga dijamin keamanannya.
Seharusnya, nuansa persaingan antara klan Bani Umayyah dengan Bani Hasyim selesai sampai di sini. Namun ternyata tidak demikian yang terjadi. Hanya sekitar 30 tahun kemudian, Muawiyah bin Abu Sufyan telah secara tidak langsung merusak semua tananan ini ketika ia mewarisi tampuk kekuasaan kepada putranya yang tidak kompeten untuk memimpin, dan terus mewarisinya diantara para keturunannya.
Muawiyah telah berhasil menyempurnakan transformasi nilai-nilai ashobiyah, dari Umayyah seorang diri, menjadi Bani Umayyah, dan akhirnya menjelma menjadi Dinasti Umayyah.
(mhy)