Menjaga Hati Istri, Sunnah Rasulullah yang Harus Ditiru Para Suami

Minggu, 20 Februari 2022 - 05:14 WIB
loading...
Menjaga Hati Istri,...
Syariat tidak memperbolehkan suami menyakiti hati istrinya, bahkan seorang suami harus menjaga hati istrinya yang sangat lembut dan mudah tersakiti. Foto ilustrasi/ist.
A A A
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berbuat kasar kepada wanita, apalagi seorang istri . Kaum Hawa ini, memiliki perasaan yang lembut dan sangat mudah tersentuh. Sedikit saja mereka disakiti maka mereka akan sakit hati. Maka itu, wanita harus diperlakukan secara baik.

Dalam keseharian, seorang istri bisa jadi dia sanggup melaksanakan banyak perkerjaan rumah tangga di satu waktu. Dalam kondisi hamil, istri masih bisa memasak, membersihkan rumah, itu pun sambil menyuapin anak yang masih kecil, dilanjutkan dengan menyeterika pakaian. Seorang suami dengan badan yang kekar, mungkin hanya mampu menggendong anak tidak lebih dari setengah jam. Berbeda dengan sang ibu yang tahan berjam-jam lamanya.



Sungguh ketahanan fisik yang luar biasa. Akan tetapi, sekali bentakan suami yang dia dengar dan rasakan, semua tubuhnya tiba-tiba lemas dan tidak berdaya. Lau dia pun hanya bisa menumpahkan air matanya di atas bantal, tidak membalas bentakan suaminya karena tingginya kedudukan suami di matanya. Sekali saja suami memukulnya, rasa sakit dalam hatinya tidak akan pernah hilang, meskipun bisa jadi secara fisik tidak berbekas sama sekali.

Ada kisah menarik yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui sebagian istrinya, sementara Ummu Sulaim bersama mereka. Maka beliau berkata,

وَيْحَكَ يَا أَنْجَشَةُ، رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالقَوَارِيرِ

“Hati-hati wahai Anjasyah, pelan-pelanlah jika sedang mengawal gelas (piala) kaca (maksudnya para wanita).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan Anjasyah agar tidak terlalu semangat dalam melantunkan syair ketika menggiring unta. Karena kalau terlalu semangat, unta-unta itu akan berjalan dengan sangat cepat. Padahal, di dalam rombongan ada para perempuan. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingatkan agar Anjasyah memelankan lantunan syairnya, karena dia sedang mengawal gelas (piala) kaca, yaitu para wanita yang ada dalam rombongan.

Rasulullah menyatakan bahwa wanita itu bagaikan gelas kaca. Jika gelas kaca itu jatuh dan pecah, hampir mustahil bisa diperbaiki dan dikembalikan seperti semula. Karena itu, Rasulullah sangat memperhatikan betul perasaan istri-istrinya, jangan sampai mereka terluka.

Maka itu, perempuan harus diperlakukan secara baik. Apabila perempuan melakukan kesalahan, jangan dihadapi dengan kemarahan yang keras. Percuma, perilaku itu tidak akan membuatnya patuh justru akan semakin memberontak dan sedih. Hanya karena kedudukan suami sebagai kepala keluarga, bukan berarti ia bebas membentak dan memukul istrinya. Selama istrinya tidak melakukan dosa yang fatal, sebaiknya suami memaafkan. Karena bagaimanapun juga tidak ada manusia yang sempurna. Jangan hanya diingat buruk-nya saja. Tapi ingatlah juga kebaikan-kebaikan istri yang telah merawatmu, menghidangkan makanan, mencuci pakaianmu, dan mendidik anak-anakmu.

Lalu bagaimana jika istri berbuat dosa yang melanggar syariat agama (seperti berselingkuh), Allah Ta'ala telah menjelaskan jawabannya dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 34 :

“…Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, dan jauhilah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Jika mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-nisa:34)

Sehingga, jika suami merasa diperlakukan tidak adil oleh istrinya, maka suami hendaknya menasehati istri dengan tutur kata yang baik, apabila istri tidak bisa dinasehati, maka suami boleh mendiamkannya (pisah ranjang). Dan jika masih tidak digubris, barulah suami boleh memukul istrinya dengan syarat pukulan itu tidak boleh menimbulkan cedera, tidak boleh memukul di wajah.

Allah Ta'ala menganjurkan seorang suami untuk bersabar menghadapi istrinya, sebagaimana firmannya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا


"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S.al-Nisa: 19)

Dengan demikian, syariat tidak memperbolehkan suami menyakiti hati istrinya. Suami wajib memperlakukan istrinya dengan baik kecuali si istri melakukan perbuatan sangat keji.



Wallahu A'lam
(wid)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2205 seconds (0.1#10.140)