Meneladani Sifat Pemaaf Para Kekasih Allah SWT
loading...
A
A
A
Allah Subhanahu wa ta'ala menyifati para nabi atau kekasih-Nya dengan sifat-sifat mulia, salah satunya adalah sifat pemaaf . Para Nabiyullah ini, bersikap lapang dada atas kesalahan dan perbuatan zalim orang lain padanya. Pada diri mereka terlukis contoh sifat pemaaf terbaik.
Juga sikap lemah lembut yang selalu menghiasi hari-hari para kekasih Allah ini. Kala berinteraksi dengan orang lain, mereka akan menahan amarahnya, tidak mudah meluapkan amarah tersebut kepada saudaranya. Para kekasih Allah ini, memiliki sifat di antara sifat-sifat ahli Jannah , sebagaimana yang Allah firmankan:
“(Yaitu) Orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran 134)
Mereka membalas kejahatan yang orang lain perbuat padanya dengan kebaikan. Memaafkan jika orang lain meminta maaf. Mereka dengan senang hati, akan membantu saudaranya yang telah menyakitinya. Mereka memiliki hati yang bersih, serta jiwa-jiwa yang suci. Inilah akhlak orang-orang mulia kekasih Allah. Mengutip tulisan Ustadz Ahmad Robith, ada banyak contoh sifat pemaaf para nabi, di antaranya :
1. Nabi Yusuf Alaihisaalam
Di antara orang-orang shaleh, para kekasih Allah, yang mampu memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain kepadanya adalah Nabiyullah Yusuf alaihi shalatu wa sallam. Saudara-saudaranya membencinya sejak kecil. Iri kepadanya. Mereka berencana memisahkan Yusuf kecil dari tangan ayahnya. Diambillah darah kambing, lalu mereka robek jubahnya. Mereka berniat untuk membunuh nabi Yusuf dengan menjatuhkannya ke dalam sumur.
Beliau hidup menderita dibawa kafilah dagang ke negeri Mesir. Nun jauh di sana. Dijual sebagai budak dengan nilai yang teramat murah. Terhitung, peristiwa memilukan tersebut terjadi hampir empat puluh tahun lamanya. Ya, empat puluh tahun terpisah dari pelukan sang ayah.
Kemudian apa yang terjadi? Setelah Allah mengangkat Yusuf menjadi nabi. Setelah Allah membebaskannya dari perbudakan. Menjadikannya bendaharawan Al-Aziz, raja Mesir. Setelah negeri Mesir berada di bawah kekuasaannya. Dan saudara-saudaranya yang dahulu berusaha membunuhnya datang. Memohon belas kasihan.
Di saat Nabi Yusuf memiliki kuasa atas mereka, apa yang beliau katakan,
“Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni kalian. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 92)
Lihatlah akhlak Nabi Yusuf, bahkan sebelum saudara-saudaranya meminta maaf, beliau sudah memberikan maaf. Bahkan memohonkan, agar Allah mengampuni mereka. Inilah contoh sifat pemaaf yang sesungguhnya.
2. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat mulia. Begitu banyak sikap Beliau yang melukiskan contoh sifat pemaaf yang sesungguhnya.
Penduduk Thaif menghalau, menolak dakwah beliau. Mereka melempari Rasulullah dengan batu, sehingga tumit Rasulullah berdarah. Sepanjang perjalanan mereka terus melontarkan kata-kata kotor kepada Rasulullah. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekuat tenaga, hanya bisa tertatih berjalan menjauh darinya.
Manakala malaikat penjaga gunung menawarkan untuk memindahkan gunung, dan menimpakannya kepada penduduk Thaif, Rasulullah menolak. Bahkan sebaliknya, beliau mendoakan, “Bahkan aku sangat berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang-tulang sulbi mereka, orang yang mau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR. Al-Bukhari No.3231)
Inilah Rasulullah, tantangan dakwah yang teramat berat menimpa beliau. Yang notabene menjadi musuh dakwah justru datang dari keluarga beliau sendiri. Gigi Rasul dibuat patah. Bertubi-tubi beliau disakiti. Berkali-kali beliau hendak dibunuh.
Beliau menahan sedih karena banyak sahabat beliau disiksa hingga syahid di tangan musuh. Beliau terusir dari Makkah, kota kelahiran yang beliau cintai. Tapi apa kata Rasulullah kepada kaum kafir Quraisy kala pasukan Islam menguasai Makkah,
“Pergilah kalian semua, saat ini kalian bebas.” (Tarikh ath-Thabari No. 758)
Di dalam hadis yang lain, terkisah kesabaran para nabi menghadapi umatnya,
“Abdullah mengatakan, seakan-akan aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang ditempeleng oleh kaumnya sambil ia menyeka darah dari wajahnya dan memanjatkan doa; ‘ya Rabbi, ampunilah kaumku, sebab mereka adalah orang yang tidak tahu.” (HR. Bukhari No. 6417)
Kemuliaan Sejati Bagi Para Pemaaf
Di antara akhlak mulia kekasih Allah adalah, kala mereka bermuamalah dengan sesama manusia, mereka rida dengan apa yang mereka terima. Tidak akan merampas hak-hak orang lain. Lapang dada atas keburukan yang orang lain perbuat, dan mudah melupakannya.
Allah Ta'ala berfirman :
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’rāf: 199)
Apa maksud dari “Jadilah pemaaf”? Mujahid berkata: “Jadilah pemaaf atas perbuatan dan kesalahan mereka tanpa mengusut-usutnya kembali”. (Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Ibnu Katsir, 3/480)
Inilah akhlak mulia yang sebenarnya. Karena kemuliaan yang sejati, adalah kemuliaan dalam hati, mulia akhlaknya, mulia di sisi Rabbnya.
“Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Manusia bagaimanakah yang paling mulia?’
Beliau menjawab, ‘Semua (orang) yang hatinya bersedih dan lisan (ucapannya) benar.’ Para sahabat berkata, ‘Perkataannya yang benar telah kami ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang bersedih?’
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada kedurhakaan dan kelaliman padanya, serta kedengkian dan hasad.’” (HR. Ibnu Majah No. 4206)
Inilah hati yang mulia. Hati dan jiwa yang hanya dimiliki oleh orang-orang bertakwa. Rasulullah menjawab, manusia yang paling mulia ialah mereka yang tidak berdusta. Di samping itu, manusia yang paling mulia ialah mereka yang memiliki ketakwaan dan kebersihan hati. Hati yang tiada kedurhakaan, tiada kelaliman, serta tiada kedengkian dan hasad kepada sesama.
Wallahu A'lam
Juga sikap lemah lembut yang selalu menghiasi hari-hari para kekasih Allah ini. Kala berinteraksi dengan orang lain, mereka akan menahan amarahnya, tidak mudah meluapkan amarah tersebut kepada saudaranya. Para kekasih Allah ini, memiliki sifat di antara sifat-sifat ahli Jannah , sebagaimana yang Allah firmankan:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
“(Yaitu) Orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran 134)
Mereka membalas kejahatan yang orang lain perbuat padanya dengan kebaikan. Memaafkan jika orang lain meminta maaf. Mereka dengan senang hati, akan membantu saudaranya yang telah menyakitinya. Mereka memiliki hati yang bersih, serta jiwa-jiwa yang suci. Inilah akhlak orang-orang mulia kekasih Allah. Mengutip tulisan Ustadz Ahmad Robith, ada banyak contoh sifat pemaaf para nabi, di antaranya :
1. Nabi Yusuf Alaihisaalam
Di antara orang-orang shaleh, para kekasih Allah, yang mampu memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain kepadanya adalah Nabiyullah Yusuf alaihi shalatu wa sallam. Saudara-saudaranya membencinya sejak kecil. Iri kepadanya. Mereka berencana memisahkan Yusuf kecil dari tangan ayahnya. Diambillah darah kambing, lalu mereka robek jubahnya. Mereka berniat untuk membunuh nabi Yusuf dengan menjatuhkannya ke dalam sumur.
Beliau hidup menderita dibawa kafilah dagang ke negeri Mesir. Nun jauh di sana. Dijual sebagai budak dengan nilai yang teramat murah. Terhitung, peristiwa memilukan tersebut terjadi hampir empat puluh tahun lamanya. Ya, empat puluh tahun terpisah dari pelukan sang ayah.
Kemudian apa yang terjadi? Setelah Allah mengangkat Yusuf menjadi nabi. Setelah Allah membebaskannya dari perbudakan. Menjadikannya bendaharawan Al-Aziz, raja Mesir. Setelah negeri Mesir berada di bawah kekuasaannya. Dan saudara-saudaranya yang dahulu berusaha membunuhnya datang. Memohon belas kasihan.
Di saat Nabi Yusuf memiliki kuasa atas mereka, apa yang beliau katakan,
قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ
“Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni kalian. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 92)
Lihatlah akhlak Nabi Yusuf, bahkan sebelum saudara-saudaranya meminta maaf, beliau sudah memberikan maaf. Bahkan memohonkan, agar Allah mengampuni mereka. Inilah contoh sifat pemaaf yang sesungguhnya.
2. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat mulia. Begitu banyak sikap Beliau yang melukiskan contoh sifat pemaaf yang sesungguhnya.
Penduduk Thaif menghalau, menolak dakwah beliau. Mereka melempari Rasulullah dengan batu, sehingga tumit Rasulullah berdarah. Sepanjang perjalanan mereka terus melontarkan kata-kata kotor kepada Rasulullah. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekuat tenaga, hanya bisa tertatih berjalan menjauh darinya.
Manakala malaikat penjaga gunung menawarkan untuk memindahkan gunung, dan menimpakannya kepada penduduk Thaif, Rasulullah menolak. Bahkan sebaliknya, beliau mendoakan, “Bahkan aku sangat berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang-tulang sulbi mereka, orang yang mau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR. Al-Bukhari No.3231)
Inilah Rasulullah, tantangan dakwah yang teramat berat menimpa beliau. Yang notabene menjadi musuh dakwah justru datang dari keluarga beliau sendiri. Gigi Rasul dibuat patah. Bertubi-tubi beliau disakiti. Berkali-kali beliau hendak dibunuh.
Beliau menahan sedih karena banyak sahabat beliau disiksa hingga syahid di tangan musuh. Beliau terusir dari Makkah, kota kelahiran yang beliau cintai. Tapi apa kata Rasulullah kepada kaum kafir Quraisy kala pasukan Islam menguasai Makkah,
اذْهَبُوا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ
“Pergilah kalian semua, saat ini kalian bebas.” (Tarikh ath-Thabari No. 758)
Di dalam hadis yang lain, terkisah kesabaran para nabi menghadapi umatnya,
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ فَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Abdullah mengatakan, seakan-akan aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang ditempeleng oleh kaumnya sambil ia menyeka darah dari wajahnya dan memanjatkan doa; ‘ya Rabbi, ampunilah kaumku, sebab mereka adalah orang yang tidak tahu.” (HR. Bukhari No. 6417)
Kemuliaan Sejati Bagi Para Pemaaf
Di antara akhlak mulia kekasih Allah adalah, kala mereka bermuamalah dengan sesama manusia, mereka rida dengan apa yang mereka terima. Tidak akan merampas hak-hak orang lain. Lapang dada atas keburukan yang orang lain perbuat, dan mudah melupakannya.
Allah Ta'ala berfirman :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’rāf: 199)
Apa maksud dari “Jadilah pemaaf”? Mujahid berkata: “Jadilah pemaaf atas perbuatan dan kesalahan mereka tanpa mengusut-usutnya kembali”. (Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Ibnu Katsir, 3/480)
Inilah akhlak mulia yang sebenarnya. Karena kemuliaan yang sejati, adalah kemuliaan dalam hati, mulia akhlaknya, mulia di sisi Rabbnya.
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لَا إِثْمَ فِيهِ وَلَا بَغْيَ وَلَا غِلَّ وَلَا حَسَدَ
“Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Manusia bagaimanakah yang paling mulia?’
Beliau menjawab, ‘Semua (orang) yang hatinya bersedih dan lisan (ucapannya) benar.’ Para sahabat berkata, ‘Perkataannya yang benar telah kami ketahui, lantas apakah maksud dari hati yang bersedih?’
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada kedurhakaan dan kelaliman padanya, serta kedengkian dan hasad.’” (HR. Ibnu Majah No. 4206)
Inilah hati yang mulia. Hati dan jiwa yang hanya dimiliki oleh orang-orang bertakwa. Rasulullah menjawab, manusia yang paling mulia ialah mereka yang tidak berdusta. Di samping itu, manusia yang paling mulia ialah mereka yang memiliki ketakwaan dan kebersihan hati. Hati yang tiada kedurhakaan, tiada kelaliman, serta tiada kedengkian dan hasad kepada sesama.
Wallahu A'lam
(wid)