Korelasi antara Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Menurut Quraish Shihab

Jum'at, 04 Maret 2022 - 16:39 WIB
loading...
Korelasi antara Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Menurut Quraish Shihab
Prof Dr Quraish Shihab/Foto Ist
A A A
Membahas hubungan antara Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya. Akan tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah Al-Qur'an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya.

Mengapa? Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Membumikan Al-Qur'an , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat" menjelaskan kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang diberikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif ataupun negatif) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.



Sejarah membuktikan bahwa Galileo --ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya-- tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat di mana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.

Menurut Quraish Shihab, dalam Al-Qur'an ditemukan kata-kata "ilmu" --dalam berbagai bentuknya-- yang terulang sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak pula ayat-ayat Al-Qur'an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain:

1. Subjektivitas: (a) Suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43 :78; 7:79); (b) Taqlid atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33 :67; 2:170).
2. Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10 :36).
3. Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca, antara lain QS 21 :37).
4. Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7 :146).

Di samping itu, terdapat tuntutan-tuntutan antara lain:

1. Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan ( QS 17 :36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui duduk persoalan (baca, antara lain, QS 36 :17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca, antara lain, QS 10 :39).
2. Jangan menilai sesuatu karena faktor eksternal apa pun --walaupun dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan seperti Muhammad SAW.



Ayat-ayat semacam inilah, menurut Quraish Shihab, yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu.

"Tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, ... serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan di mana saja ia kehendaki," katanya.

Menurut Quraish, inilah korelasi pertama dan utama antara Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan.

Korelasi kedua, katanya, dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagiannya telah diketahui oleh masyarakat Arab ketika itu. Namun, apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya.

Di lain segi, paling sedikit ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari pembicaraan Al-Qur'an tentang alam raya dan fenomenanya:

Al-Qur'an memerintahkan atau menganjurkan manusia untuk memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Tuhan. Dari perintah ini, tersirat pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut, namun pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak (ultimate goal).

Quraish Shihab mengatakan alam raya beserta hukum-hukum yang diisyaratkannya itu diciptakan, dimiliki, dan diatur oleh ketetapan-ketetapan Tuhan yang sangat teliti. Ia tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali bila Tuhan menghendakinya.



Dari sini, tersirat bahwa: (a) alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah; (b) manusia dapat menarik kesimpulan tentang adanya ketepatan-ketepatan yang bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam raya ini (hukum-hukum alam).

Redaksi yang digunakan oleh Al-Qur'an dalam uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya itu, bersifat singkat, teliti dan padat, sehingga pemahaman atau penafsiran tentang maksud redaksi-redaksi tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing.

Dalam kaitannya dengan butir ketiga ini, menurut Quraish Shihab, kita perlu menggarisbawahi beberapa prinsip pokok:

a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari dan memahami kitab suci yang dipercayainya. Namun, walaupun demikian, hal tersebut bukan berarti bahwa setiap orang bebas untuk menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan guna mencapai maksud tersebut.

b. Al-Qur'an diturunkan bukan hanya khusus untuk orang-orang Arab ummiyin yang hidup pada masa Rasul SAW., tidak pula untuk generasi abad keduapuluh ini, tetapi juga untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Qur'an dan dituntut untuk menggunakan akalnya.

c. Berpikir secara modern, sesuai dengan keadaan zaman dan tingkat pengetahuan seseorang; tidak berarti menafsirkan Al-Qur'an secara spekulatif atau terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli di bidang ini.

Nah, kaitan prinsip ini dengan penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Quran, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula yang perlu digarisbawahi, yaitu (1) Bahasa; (2) Konteks ayat-ayat; dan (3) Sifat penemuan ilmiah.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2250 seconds (0.1#10.140)