Wayang dalam Konteks Fiqih, Benarkah Haram?
loading...
A
A
A
Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Saya sendiri banyak dimintakan opini, walaupun sebenarnya agak malas. Salah satu titik lemah wayang dalam konteks fiqih adalah karena adalah larangan membuat gambar makhluk hidup.
Karakter wayang itu adalah manusia, digambar atau dilukis sedemikian rupa, bahkan bisa digerak-gerakkan oleh dalang sambil dimasukkan dialognya, seolah-olah wayang itu hidup, bergerak dan berbicara.
Kita secara zhahir menemukan banyak sekali hadits yang melarang lukisan atas makhluk hidup.
لاَ تَدْخُل الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
"Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar, anjing atau orang berjanabah." (HR. Al-Bukhari)
Banyak hadits yang menegaskan bahwamereka yang membuat lukisannya diancam masuk neraka.
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
"Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah para pelukis (HR. Ahmad)
الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
"Mereka itu adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah." (HR. Al-Bukhari Muslim)
Selain itu juga ada ancaman nanti di akhirat dipaksa meniupkan ruh ke dalam lukisan buatannya. Dan tentunya masih banyak lagi jenis-jenis ancaman yang berat bagi pelakunya.
Bagaimana Dakwah Bercampur Keharaman?
Yang banyak melahirkan pertanyaan adalah bagaimana ceritanya wayang di masa lalu sampai bisa dijadikan sarana dakwah? Padahal jelas ada hadits yang melarang lukisan. Lalu bagaimana urutan logikanya?
Apakah para wali yang menyebarkan dakwah pakai wayang itu bodoh, tidak paham agama, musyrik dan Jahiliyah? Apakah status keislamannya belum kaffah?Sebagian kalangan dari saudara kita ada yang berpikirnya memang begitu sejak awal. Yang disalahkan adalah para wali, dalam persepsi mereka, para wali itu sesat dan menyesatkan, sebab menurut mereka cara dakwahnya bertentangan dengan model dan gaya dakwah mereka.
Apalagi pagelaran wayang itu pasti pakai musik, sementara musik itu bagi mereka haram mutlak.Ditambah ada sinden yang menyenandungkan suara. Padahal suara wanita itu aurat, setidaknya dalam pandangan mereka.
Tambah lagi sindennya tidak berhijab, pakainya cuma kebaya ketat yang membentuk lekuk tubuh, dengan bahan yang transparan. Maka lengkaplah semua menu haram campur aduk dalam pagelaran wayang. Sehingga ketika ditanya, apa hukum wayang, spontan saja langsung hajar: haram, titik!
Di kalangan tertentu, keharaman wayang ini memang muttafaqun 'alaihi. Mereka terbiasa punya cara pandang macam itu. Dan selama itu materi kajian underground, aman-aman saja.
Tapi masuk zaman YouTube, logika pengharaman seperti itu viral, ditonton orang dimana-mana. Semua orang tersinggung pastinya. Wayang yang selama ini dianggap seni budaya yang amat diagungkan, kok ujug-ujug dibilang haram.
Kontan semua mata memelototi pihak yang berfatwa wayang haram. Habis dibuli ramai-ramai sealam jagad maya. Bukan apa-apa, tetapi perbedaan pandangan di level para wali di zaman itu memang sudah ada.Ada kalangan wali yang setuju pakai pendekatan budaya seperti wayang ini, tapi memang ada yang kurang sependapat.
Dalil-dalil yang disodorkan pihak yang cenderung mengharamkan memang banyak. Namun logika yang menetralkan pengharamannya pun masuk akal juga.Istilahnya kalau cuma mau adu dalil, skornya bisa seri. Masing-masing punya hujjah yang amat sangat kokoh.
Apakah Ada Jalan Tengah?
Kalau masing-masing kelompok sudah keukeuh dengan cara pandang masing-masing, lalu kita bisa apa?
1. Paling jauh sekadar mengingatkan satu hal amat penting, biasakan mengkaji materi fiqih ikhtilaf. Biar kita paham bahwa banyak masalah agama yang tidak disepakati para ulama.
2. Bahwa ketika para ulama berbeda, jangan lah dianggap mereka pecah belah. Perbedaan itu justru ciri khas para ulama.
3. Budaya mengajarkan agama dengan satu warna memang baik untuk penanaman pondasi dasar. Namun tidak mungkin untuk seterusnya kita ngotot dengan satu pendapat dengan memojokkan pendapat yang lain.
4. Umat Islam juga perlu dibekali kecerdasan syariah, khususnya di bidang fiqih ikhtilaf denfan beragam kasus khilafiyah. Biar mereka tidak mudah stress, jantungan dan terkaget-kaget dengan fakta khilafiyah.
Catatan
Wayang itu budaya Jawa. Mereka yang sejak kecil dididik dengan falsafah budaya Jawa pastinya akrab dengan kisah dan lakon pewayangan. Kalau mau masuk dan menyamakan channel dengan orang Jawa, masuk ke dunia mereka lewat wayang adalah trik jitu.
Kalau channel sudah terkoneksi, mau dijejalkan apa pun bisa dan nurut saja. Disuruh berhenti nyembah pohon, berhenti mabuk, judi, maling, main perempuan, semua mudah saja.
Gaya orang Jawa itu bukan model ceplas-ceplos, mainnya bahasa sindiran. Yang disindir tidak pernah terasa disindir. Malah ikut mentertawakan diri sendiri.Dan ilmu 'kontak batin' kayak gitu kalau bukan orang Jawa asli yang terdidik dengan falsafah Jawa, memang tidak mudah.
Saya sendiri meski punya darah Jogja, jelas merasa tidak terlalu mahir bertutur lewat pendekatan semacam itu. Makanya saya tidak bisa jadi dalang memainkan wayang. Tapi saya tahu bahwa dalang yang pintar bisa 'meracuni' penonton dengan ajaran Islam, tanpa merasa digurui, apalagi dicaci-maki.Dan itu skill yang tidak mudah dipelajari.
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia
Saya sendiri banyak dimintakan opini, walaupun sebenarnya agak malas. Salah satu titik lemah wayang dalam konteks fiqih adalah karena adalah larangan membuat gambar makhluk hidup.
Karakter wayang itu adalah manusia, digambar atau dilukis sedemikian rupa, bahkan bisa digerak-gerakkan oleh dalang sambil dimasukkan dialognya, seolah-olah wayang itu hidup, bergerak dan berbicara.
Kita secara zhahir menemukan banyak sekali hadits yang melarang lukisan atas makhluk hidup.
لاَ تَدْخُل الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
"Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar, anjing atau orang berjanabah." (HR. Al-Bukhari)
Banyak hadits yang menegaskan bahwamereka yang membuat lukisannya diancam masuk neraka.
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
"Orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah para pelukis (HR. Ahmad)
الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
"Mereka itu adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah." (HR. Al-Bukhari Muslim)
Selain itu juga ada ancaman nanti di akhirat dipaksa meniupkan ruh ke dalam lukisan buatannya. Dan tentunya masih banyak lagi jenis-jenis ancaman yang berat bagi pelakunya.
Bagaimana Dakwah Bercampur Keharaman?
Yang banyak melahirkan pertanyaan adalah bagaimana ceritanya wayang di masa lalu sampai bisa dijadikan sarana dakwah? Padahal jelas ada hadits yang melarang lukisan. Lalu bagaimana urutan logikanya?
Apakah para wali yang menyebarkan dakwah pakai wayang itu bodoh, tidak paham agama, musyrik dan Jahiliyah? Apakah status keislamannya belum kaffah?Sebagian kalangan dari saudara kita ada yang berpikirnya memang begitu sejak awal. Yang disalahkan adalah para wali, dalam persepsi mereka, para wali itu sesat dan menyesatkan, sebab menurut mereka cara dakwahnya bertentangan dengan model dan gaya dakwah mereka.
Apalagi pagelaran wayang itu pasti pakai musik, sementara musik itu bagi mereka haram mutlak.Ditambah ada sinden yang menyenandungkan suara. Padahal suara wanita itu aurat, setidaknya dalam pandangan mereka.
Tambah lagi sindennya tidak berhijab, pakainya cuma kebaya ketat yang membentuk lekuk tubuh, dengan bahan yang transparan. Maka lengkaplah semua menu haram campur aduk dalam pagelaran wayang. Sehingga ketika ditanya, apa hukum wayang, spontan saja langsung hajar: haram, titik!
Di kalangan tertentu, keharaman wayang ini memang muttafaqun 'alaihi. Mereka terbiasa punya cara pandang macam itu. Dan selama itu materi kajian underground, aman-aman saja.
Tapi masuk zaman YouTube, logika pengharaman seperti itu viral, ditonton orang dimana-mana. Semua orang tersinggung pastinya. Wayang yang selama ini dianggap seni budaya yang amat diagungkan, kok ujug-ujug dibilang haram.
Kontan semua mata memelototi pihak yang berfatwa wayang haram. Habis dibuli ramai-ramai sealam jagad maya. Bukan apa-apa, tetapi perbedaan pandangan di level para wali di zaman itu memang sudah ada.Ada kalangan wali yang setuju pakai pendekatan budaya seperti wayang ini, tapi memang ada yang kurang sependapat.
Dalil-dalil yang disodorkan pihak yang cenderung mengharamkan memang banyak. Namun logika yang menetralkan pengharamannya pun masuk akal juga.Istilahnya kalau cuma mau adu dalil, skornya bisa seri. Masing-masing punya hujjah yang amat sangat kokoh.
Apakah Ada Jalan Tengah?
Kalau masing-masing kelompok sudah keukeuh dengan cara pandang masing-masing, lalu kita bisa apa?
1. Paling jauh sekadar mengingatkan satu hal amat penting, biasakan mengkaji materi fiqih ikhtilaf. Biar kita paham bahwa banyak masalah agama yang tidak disepakati para ulama.
2. Bahwa ketika para ulama berbeda, jangan lah dianggap mereka pecah belah. Perbedaan itu justru ciri khas para ulama.
3. Budaya mengajarkan agama dengan satu warna memang baik untuk penanaman pondasi dasar. Namun tidak mungkin untuk seterusnya kita ngotot dengan satu pendapat dengan memojokkan pendapat yang lain.
4. Umat Islam juga perlu dibekali kecerdasan syariah, khususnya di bidang fiqih ikhtilaf denfan beragam kasus khilafiyah. Biar mereka tidak mudah stress, jantungan dan terkaget-kaget dengan fakta khilafiyah.
Catatan
Wayang itu budaya Jawa. Mereka yang sejak kecil dididik dengan falsafah budaya Jawa pastinya akrab dengan kisah dan lakon pewayangan. Kalau mau masuk dan menyamakan channel dengan orang Jawa, masuk ke dunia mereka lewat wayang adalah trik jitu.
Kalau channel sudah terkoneksi, mau dijejalkan apa pun bisa dan nurut saja. Disuruh berhenti nyembah pohon, berhenti mabuk, judi, maling, main perempuan, semua mudah saja.
Gaya orang Jawa itu bukan model ceplas-ceplos, mainnya bahasa sindiran. Yang disindir tidak pernah terasa disindir. Malah ikut mentertawakan diri sendiri.Dan ilmu 'kontak batin' kayak gitu kalau bukan orang Jawa asli yang terdidik dengan falsafah Jawa, memang tidak mudah.
Saya sendiri meski punya darah Jogja, jelas merasa tidak terlalu mahir bertutur lewat pendekatan semacam itu. Makanya saya tidak bisa jadi dalang memainkan wayang. Tapi saya tahu bahwa dalang yang pintar bisa 'meracuni' penonton dengan ajaran Islam, tanpa merasa digurui, apalagi dicaci-maki.Dan itu skill yang tidak mudah dipelajari.
(rhs)